RENUNGAN AWAL 2022: JUMLAH BANYAK TAPI DIREMEHKAN

Oleh : Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Ketua Umum DDII Pusat

Dewandakwahjatim.com, Depok – Dalam berbagai kasus, umat Islam Indonesia mengalami hal-hal pahit. Keberadaan mereka yang begitu banyak jumlahnya — sekitar 87 persen dari jumlah penduduk Indonesia — seperti tidak diperhitungkan.


Ingatlah pesan Prawoto Mangkusasmito, ketua Partai Masyumi yang terakhir, bahwa sudah saatnya, umat Islam harus lebih menuding diri sendiri. Dalam satu ceramahnya yang diberi judul “Menfokuskan Masa Lampau ke Depan”, Prawoto mengingatkan, bahwa meskipun jumlahnya mencapai 90 persen, tetapi peran umat Islam Indonesia tidak sampai 10 persen.
“Kesalahan tidak bisa dilemparkan kepada golongan lain. Harus menyalahkan kepada diri sendiri,” kata Prawoto.


Berikut ini peringatan-peringatan penting Prawoto Mangkusasmito kepada umat Islam Indonesia: “Kalau kita sesudahnya mengalami pengalaman-pengalaman yang begitu pahit, masih tidak mawas diri untuk menengok ke dalam, di manakah kekurangan-kekurangan kami, ya Allah, dan beristighfar untuk mendapatkan petunjuk, jangan harapkan bahwa hari yang akan datang adalah hari untuk umat Islam Indonesia. Saya khawatir kalau masih tetap begitu umat Islam Indonesia, mungkin akan diganti oleh umat yang lain.”
Menyebut contoh tentang kebangkitan kaum yang lain, Prawoto menyatakan: “… saya rasa kita sudah cukup diberi kesempatan oleh Allah Subhanahu wa-Ta’ala untuk memperbaiki diri. Tetapi kalau untuk ketiga kalinya masih tidak berubah begitu apa yang saya katakan, itulah yang saya khawatirkan,” ujar Prawoto.
Karena itulah, lanjut Prawoto, jika umat Islam sudah berkebiasaan untuk menuding, mulailah sekarang menuding itu pada diri sendiri, dimana kekurangan saya sampai terjadi demikian?” kata Prawoto Mangkusasmito. (Sumber: S.U. Bajasut dan Lukman Hakiem, Alam Pikiran dan Jejak Perjuangan Prawoto Mangkusasmito, Jakarta: Kompas, 2014).


Peringatan tokoh pemikir dan pejuang Islam itu patut kita renungkan terus-menerus. Itu bukan berarti umat Islam tidak mewaspadai berbagai macam ancaman dan serangan terhadap aqidah dan akhlak umat Islam yang datang dari pihak mana saja. Sebab, bagaimana pun, setan dari jenis manusia dan setan jenis jin tidak pernah berhenti untuk menyesatkan umat Islam, sebagaimana ditegaskan dalam QS al-An’am ayat 112.


Dalam acara Tabligh Akbar bersama Ormas-ormas Islam yang tergabung dalam Majelis Ormas Islam (MOI), 30 Desember 2021, saya menyampaikan pentingnya melakukan muhasabah (introspeksi diri), sebagai bekal melangkah ke depan. Kelemahan diri itu berawal dari penyakit cinta dunia, meninggalkan perjuangan dakwah, dan penyakit saling dengki dan saling caci-maki antar sesama muslim, sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi riwayat Imam at-Tirmidzi.
Allah SWT sudah menjelaskan, bahwa Allah cinta kepada orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam kondisi “shaf” yang rapi, laksana satu bangunan yang kokoh. (QS 61:4). Itu bisa dimaknai, bahwa berjuang di jalan Allah saja tidak cukup. Tetapi, perjuangan itu harus dilakukan secara terorganisir yang rapi.
Perintah untuk berjuang secara terorganisir itu bukan hanya ditujukan untuk setiap kelompok atau organisasi Islam. Tetapi, itu berlaku untuk semua orang muslim. Kita senang dengan semakin maraknya aktivitas dakwah dalam berbagai bidang. Tetapi, jika semua itu berjalan masing-masing tanpa mempedulikan potensi dan tantangan bersama, maka bisa terjadi saling tabrak, bahkan bisa jadi akan saling melemahkan.


Karena itulah, upaya 13 Ormas Islam yang tergabung dalam MOI untuk melakukan insiatif koordinasi perjuangan sangat patut dilanjutkan dan ditingkatkan kualitasnya. Semua itu tidak akan meraih hasil yang baik, jika tidak dilandasi dengan keikhlasan, kebijakan, dan kecerdasan dalam merespon siuasi dan kondisi.
Dalam ilmu manajemen dikenal istilah POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling). Dakwah memerlukan perencanaan yang matang. Tentu, setelah melakukan kajian yang komprehensif tentang kondisi internal dan eksternal umat Islam Indonesia.
Para tokoh dan pimpinan Ormas Islam harus berani melakukan introspeksi internal, bahkan terhadap sejumlah pemahaman yang selama ini dianggap sebagai kebenaran. Padahal, pemahaman itu bukan didasarkan pada hasil kajian yang mendalam dengan metode istinbath dan cara berpikir yang kokoh dan valid.
Sebagai contoh adalah pemahaman tentang “posisi” umat Islam yang saat ini dikatakan berada dalam fase “mulkan jabriyyan”. Yakni, fase keempat dari lima fase sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang sangat terkenal. Hadits Nabi itu benar adanya. Tetapi, penafsiran terhadap hadits Nabi itu memerlukan metode yang benar dan juga kecermatan dalam membaca fenomena kontemporer, yang mirip dengan sejumlah tanda-tanda akhir zaman.
Di sinilah pentingnya, para pakar dan ulama dari Ormas-ormas Islam perlu melakukan kajian yang mendalam terhadap berbagai persoalan penting yang dihadapi umat Islam dan bangsa Indonesia, dengan pikiran dan hati yang jernih dan lapang. Hal itu diperlukan, agar umat Islam tidak dibingungkan dengan pemahaman-pemahaman personal yang sifatnya masih berupa dugaan (zhan), tetapi sudah tersebar luas di tengah masyarakat.
Perjuangan harus didasari dengan ilmu yang benar dan jiwa yang ikhlas. Semoga memasuki tahun 2022, umat Islam dan bangsa Indonesia akan semakin baik kondisinya. Aamiin. (Depok, 1 Januari 2021).

Editor: Sudono/Humas DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *