Korupsi dan Hilangnya Empati Sosial

Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Anggota Bidang Pemikiran lslam DDII Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Tersebarnya praktek korupsi yang sulit terhenti bukan hanya karena penegakan hukum yang lemah, tetapi karena budaya masyarakat yang permisif terhadap korupsi. Penegakan hukum yang lemah ditandai dengan sistem kenegaraan yang justru menyuburkan praktek korupsi. Alih-alih menghentikan praktek korupsi, hukum yang berlaku justru mendorong para pelakunya tak jera melakukan praktek korupsi. Di sisi lain, sebagian masyarakat menganggap budaya korupsi sebagai sesuatu yang lumrah. Hal ini diperburuk oleh situasi dimana orang-orang yang baik tidak aktif menyerukan pemberantasan korupsi, sementara orang-orang jahat, yang jumlahnya kecil, begitu aktif melakukan penggerogotan keuangan negara. Nabi Muhammad sendiri bukan hanya mengancam neraka, bagi yang melakukan pencurian barang milik publik, tetapi berjanji akan memotong tangan putrinya jika terbukti mencuri.

Lemahnya Penegakan Hukum

Islam menekankan pentingnya keteladanan seorang pemimpin dalam menegakkan keadilan. Sebagai teladan, pemimpin sangat efektif untuk menciptakan negara yang adil, khususnya sebagai pelopor pemberantasan korupsi. Sebagai pemegang kebijakan dan pengendali struktur, pemimpin bisa menciptakan pemerintahan yang bersih dari berbagai penyimpangan keuangan negara.

Oleh karena korupsi sebagai kejahatan sosial yang merusak tatanan sosial dan kehidupan negara, maka pemimpin yang amanah sangat dibutuhkan. Nabi Muhammad layak disebut sebagai sosok yang amanah, tidak berkhianat ketika diberi kepercayaan. Allah sendiri menegaskan hal itu sebagaimana firman-Nya :

(وَمَا كَانَ لِنَبِیٍّ أَن یَغُلَّۚ وَمَن یَغۡلُلۡ یَأۡتِ بِمَا غَلَّ یَوۡمَ ٱلۡقِیَـٰمَةِۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفۡسࣲ مَّا كَسَبَتۡ وَهُمۡ لَا یُظۡلَمُونَ)

Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barang siapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi. (QS. Ali Imron : 161)

Allah menegaskan bahwa nabi-Nya layak dijadikan contoh pribadi yang jauh dari sikap khianat. Hal itu ditunjukkan dengan adanya fakta bahwa nabi tidak mungkin mencuri harta rampasan perang (ghanimah), dan bahkan memberi ancaman yang sangat berat berupa siksa neraka bagi pelakunya. Nabi sendiri tidak mentoleransi perbuatan khianat meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Suatu ketika ada sahabat yang berjuang di jalan Allah dan mati syahid karena gigih dalam jihad fi sabilillah. Namun Nabi justru mengatakan bahwa orang itu berada di neraka. Maka ada beberapa sahabat mendatangi jasadnya, dan ternyata di tangannya ditemukan tali sandal yang telah diambilnya. Maka para sahabatpun baru yakin terhadap apa yang dikatakan Nabi bahwa orang ini tempatnya di neraka. Hal ini disebabkan oleh perbuatan yang sepele, yakni mengambil sebuah tali sandal.

Mengambil tali sandal saja dihukum berat dengan azab neraka, maka bagaimana dengan seorang pejabat publik yang melakukan praktek korupsi dengan mengambil harta negara. Korupsi yang demikian merupakan bentuk pengkhianatan sosial sehingga hukumannya harus jauh lebih berat daripada seorang yang mencuri tali sandal. Namun ketiadaan hukuman berat atas pelaku korupsi, membuat tindak penyalahgunaan keuangan negara sulit terhenti. Alih-alih menghentikan korupsi, pejabat publik justru terlibat dalam tindak korupsi, sehingga pemberantasan korupsi hanya angan-angan kosong.

Korupsi dan Syahwat Menumpuk Harta

Terjadinya korupsi tidak lepas dari jiwa ketamakan manusia. Manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan untuk menumpuk dan menguasai harta. Manusia mengerahkan segala daya, upaya, skill yang dimiliki untuk mendapatkan harta sebanyak mungkin, hingga dirinya lupa menyisihkan sebagian hartanya untuk kepentingan sosial. Allah pun menjamin kepada siapapun yang fokus terhadap sesuatu, akan mendapatkannya. Hal ini Allah tegaskan sebagaimana firman-Nya.

(مَن كَانَ یُرِیدُ ٱلۡحَیَوٰةَ ٱلدُّنۡیَا وَزِینَتَهَا نُوَفِّ إِلَیۡهِمۡ أَعۡمَـٰلَهُمۡ فِیهَا وَهُمۡ فِیهَا لَا یُبۡخَسُونَ)

Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. (QS. Hud : 15)

Allah mengganjar secara sempurna atas upaya manusia untuk mengejar harta, tanpa menguranginya, sehingga mereka bisa hidup berkecukupan dan bahkan bergaya hidup mewah. Hal ini berimplikasi gaya hidupnya berbeda dengan masyarakat kebanyakan yang hidup dalam kesederhanaan. Ketika kemewahan itu sebagai gaya hidup, maka empati sosialnya hilang, dan bahkan anti sosial.

Orang-orang yang bergaya hidup mewah inilah yang berada di balik penolakan terhadap para nabi dan rasul yang datang untuk meluruskan perilaku yang menyimpang. Mereka inilah yang menggerakkan masyarakat, yang umumnya lemah dan tidak memiliki kekuatan, untuk menolak kebenaran, serta mengikuti keinginan mereka yang berharta. Ketika tersebar kemungkaran, tidak ada satu pihak pun yang mencegahnya. Bahkan mereka ikut melawan utusan Allah yang datang mengingatkan adanya penyimpangan kolektif. Hal ini ternarasikan sebagaimana pernah terjadi pada kisah Nabi Shalih berikut :

(فَعَقَرُوهَا فَقَالَ تَمَتَّعُوا۟ فِی دَارِكُمۡ ثَلَـٰثَةَ أَیَّامࣲۖ ذَ ٰ⁠لِكَ وَعۡدٌ غَیۡرُ مَكۡذُوبࣲ)

Maka mereka menyembelih unta itu, kemudian dia (Ṣalih) berkata, “Bersukarialah kamu semua di rumahmu selama tiga hari. Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan.” (QS. Ali Imron : 65)

Aksi penyembelihan terhadap unta dilakukan oleh satu orang, sementara yang terbanyak bersorak-sorak dan membiarkan kejahatan sosial itu terjadi. Pembiaran atas penyimpangan itu tidak lepas dari diamnya orang-orang baik yang tak bertindak apa-apa untuk mengubah keadaan. Demikian pula tersebarnya praktek korupsi, banyak pihak hilang empati sosialnya dan membiarkan aksi perampokan harta negara itu terjadi.

Surabaya, 28 Desember 2021

Editor: Sudono Syueb/Humas DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *