DIPROTES JADI NAMA JALAN DI JAKARTA, BEGINILAH CITRA KEMAL ATTATURK DI INDONESIA

Oleh: Dr. Adian Husaini

(www.adianhusaini.id)

Ketua Umum DDII Pusat

Dewandakwahjatim.com,Depok –

Pemberian nama jalan Musthafa Kemal Attaturk di Jakarta masih belum pasti. Tapi, perdebatan tentang hal itu sudah meluas. Banyak kalangan umat Islam melakukan protes dan meminta agar nama Musthafa Kemal Attaturk tidak dijadikan sebagai nama jalan di Jakarta. Sebab, nama Kemal Ataturk di Indonesia telah dikenal luas sebagai tokoh sekuler ekstrim yang telah melakukan penindasan terhadap umat Islam di Turki.
Ini berbeda dengan nama Soekarno bagi masyarakat Turki. Bisa dimaklumi, jika mereka tidak memiliki persoalan dengan penggunaan nama Soekarno sebagai nama jalan di Turki. Sejak tahun 1940-an, sejumlah ulama di Indonesia sudah mengkritik pemikiran dan kebijakan Attaturk. Salah satunya adalah A. Hassan, seorang guru Mohammad Natsir, yang sempat berpolemik dengan Soekarno di Majalah Panji Islam.
Dalam satu tulisannya, A. Hassan mengritik keras pandangan tokoh di Indonesia yang memuji Kemal Attaturk. Menurut A. Hassan, Kemal Ataturk adalah seorang pemabok, hobi dansa, dan pelaku berbagai kegiatan maksiat lainnya. Kemal Ataturk juga yang menghapus hukum-hukum Allah dari masyarakat Turki. A. Hassan mencontohkan, di negara Rusia saja, orang Islam bebas salat di masjid dan boleh berazan dalam bahasa Arab.
A. Hassan menegaskan: “Eropa memisahkan agama Kristen dari Staat (negara), tidak lain karena di dalam agama Kristen tidak ada ajaran (konsep) tentang pemerintah. Dari jaman Nabi Isa hingga sekarang ini belum pernah terdengar bahwa suatu negara menjalankan hukum agama Kristen.”
Soal penyalahgunaan Islam oleh negara, menurut A. Hassan, hal yang sama bisa terjadi pada paham yang lain, seperti paham kebangsaan. Jika suatu negara atau kerajaan menjadikan Islam sebagai perabot (alat) sehingga ia menjadi penghambat kemajuan dan hilang pengaruhnya, maka yang bersalah adalah negara itu. Bukan agamanya. Jika ada yang menggunaan paham kebangsaan untuk memecah belah, apakah penganut paham itu mau membuang dan menyingkirkan (paham) kebangsaan.
Alasan bahwa jika agama dipakai untuk memerintah maka akan digunakan sebagai alat penghukum oleh rezim yang zalim, juga ditolak keras oleh A. Hassan. Alasan semacam itu disebutnya sangat dangkal.
Tulis A. Hassan: “Kalau raja-raja, orang zalim dan orang-orang bertangan besi menggunakan agama Islam sebagai alat penghukum – katakanlah dengan cara yang zalim – maka dapatkah ini berarti bahwa agama itu tidak mampu menjadi hukum negara, atau memang merupakan hukum yang tidak adil? Tidakkah pembaca perhatikan, berapa banyak raja-raja, orang-orang zalim dan orang-orang tangan besi menggunakan hukum negara bikinan manusia untuk memeras, menindas, dan menganiaya rakyat? Lihatlah Perancis sebelum revolusi besar, lihatlah Rusia sebelum dan sesudah komunis. Bacalah pula sejarah di lain-lain negara, niscaya pembaca akan menemukan, betapa panggung sejarah penuh dengan kekejaman raja-raja dengan menggunakan hukum buatan manusia sendiri. Bahkan lihatlah negara-negara yang mengatakan dirinya sebagai negara maju, betapa mudah mereka itu membuat hukum yang sewaktu-waktu diperlukan untuk menindas rakyat!” (Lihat buku karya M. Thalib dan Haris Fajar berjudul: Dialog Bung Karno-A. Hassan, 1985).


Inilah sejumlah contoh kebijakan Kemal Ataturk yang membentuk persepsi negatif muslim Indonesia terhadapnya. Tahun 1924, pemerintahan Kemal Ataturk di Turki mengeluarkan UU Penyatuan Pendidikan yang mewajibkan seluruh sekolah berada di bawah pengawasan Kementerian Pendidikan. Madrasah-madrasah ditutup dan digantikan dengan sekolah yang membina imam dan khatib. Selanjutnya pendidikan agama ditiadakan di sekolah-sekolah perkotaan pada tahun 1930, dan di sekolah-sekolah perdesaan pada tahun 1933. Pelajaran Bahasa Arab dan Persia dihapuskan pada tahun 1928. Pada tahun ini juga tulisan Arab diganti dengan tulisan Latin.
Di bidang budaya, proses sekularisasi – juga westernisasi – dilakukan antara lain dengan pelarangan penggunaan topi adat Turki, Terbus, tahun 1925. Sebagai gantinya dianjurkan pemakaian topi Barat. Pakaian keagamaan juga dilarang dan rakyat Turki, baik pria maupun wanita, diharuskan mengenakan pakaian Barat. (Lihat, buku Harun Nasution berjudul: Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, 1975).
Menurut Harun Nasution, gagasan Attaturk berdasar pada westernisme, sekularisme, dan nasionalisme. Dalam salah satu pidatonya, Attaturk mengatakan bahwa kelanjutan hidup di dunia peradaban modern menghendaki dari sesuatu masyarakat supaya mengadakan perubahan dalam diri sendiri. Di zaman yang dalamnya ilmu pengetahuan membawa perubahan terus-menerus, bangsa yang berpegang teguh pada pemikiran dan tradisi yang tua lagi usang, tidak akan dapat mempertahankan wujudnya. Masyarakat Turki harus diubah menjadi masyarakat yang mempunyai peradaban Barat, dan segala kegiatan reaksioner harus dihancurkan. (Ibid).
Attaturk menjalankan pemerintahannya secara diktator. Ia tak segan-segan menghukum mati orang-orang yang enggan kepada pemerintahan Kemalis. Pada tanggal 13 Juli 1926, 15 orang digantung dimuka umum. Tahun 1930, 800 orang anti-Kemalis ditangkap dan dihukum mati. Tahun 1931, keluar peraturan yang melarang media massa mengeluarkan propaganda yang dianggap membahayakan pemerintahan Kemalis. (Lihat, buku Abdullah Shodiq berjudul: Sekularisme Soekarno dan Mustafa Kemal, 1994).
Jadi, begitulah citra Musthafa Kemal Ataturk di mata umat Islam Indonesia. Dominan sekali persepsi negatif terjadap Ataturk. Bisa dipahami jika kemudian banyak tokoh Islam Indonesia yang meminta agar penggunaan nama Attaturk sebagai nama jalan di Jakarta, digantikan dengan nama lain, seperti Jalan Turki, Jalan Istanbul, Jalan Muhammad Al-Fatih, atau jalan Erdogan.
InsyaAllah, soal penggantian nama jalan itu tidak akan merusak hubungan Indonesia dan Turki, asalkan disampaikan dengan cara-cara diplomatik yang elegan. Kita percaya, para diplomat kita tahu cara mengatasi masalah ini, sebijak mungkin. Wallaahu A’lam bish-shawab. (Depok, 4 November 2021).

Ed. Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *