YUSRIL: PEMERINTAH HARUS PUNYA TENGGAT WAKTU RAPIKAN DATA KEMATIAN AKIBAT COVID

Pakar Hukum Tata Negara dan juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra mengingatkan Pemerintah agar menetapkan batas waktu merapikan data kematian korban Covid yang simpang siur. Hal itu dinyatan Yusril menanggapi penjelasan Pemerintah melalui Jubir Kemenko Marves, Jodi Mihardi, yang meluruskan ucapan Menko Marves Luhut Panjaitan terkait data kematian.

Menko Luhut sebelumnya mengatakan Pemerintah akan menghapus data kematian sebagai indikator penanganan Covid, sehinga menimbulkan berbagai kritik. Jodi Mihardi mengatakan, data kematian tidak dihapus dari indikator asesmen level PPKM, tetapi akan dirapikan karena seringkali tidak akurat. Kalau sudah dirapikan, indikator kematian akan diinput lagi dalam menentukan level PPKM.

Namun sampai kapan perapian data itu akan dilakukan tidak dijelaskan oleh Pemerintah. Padahal data kematian ini sangat penting. Data kematian warga masyarakat akibat Covid bukan sekedar hal teknis sebagai indikator dalam menentukan level PPKM. Jumlah dan prosentase angka kematian di suatu negara akibat Covid adalah juga indikator keseriusan dan kemampuan sebuah negara dalam menangani pandemi dan melindungi rakyatnya.

Kematian warga dalam jumlah relatif besar dibandingkan dengan angka kematian global akibat pandemi adalah masalah serius terkait langsung dengan amanat konstitusi. Salah satu tujuan pembentukan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan adalah hak asasi manusia yang dijamin konstitusi. Karena itu, semakin kecil angka kematian akibat Covid 19 ini, akan menjadi indikator keberhasilan negara dalam menangani pandemi.

Karena itu, Pemerintah harus punya tenggat waktu merapikan data kematian ini. Tanpa kejelasan waktu, Pemerintah bisa dicurigai ingin menyembunyikan angka yang sesungguhnya. Hal ini tidak baik, bukan saja di mata rakyat, tetapi juga di mata dunia internasional. Jika data resmi dari Pemerintah tak kunjung muncul, maka yang bersliweran di publik adalah data tidak resmi yang bisa dibuat siapa saja. Hal ini justru akan menghambat upaya penanganan pandemi di negara kita.

Jika data tidak resmi yang bersliweran, data itu dengan mudah untuk dimainkan menjadi isyu politik yang berdampak luas, baik isyu domestik sebagai penggalangan opini untuk menggoyang stabilitas politik dan pemerintahan, maupun isyu internasional. Sebab, angka kematian yang relatif besar dibandingkan dengan negara-negara lain serta angka kematian global, bisa “digoreng-goreng” sebagai isyu pelanggaran HAM berat. Kita tidak ingin hal seperti itu terjadi pada negara tercinta ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *