Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Dewandakwahjatim.com, Depok – Tahun 2009, Prabowo Subianto et al. menerbitkan buku berjudul “Membangun Kembali Indonesia Raya: Haluan Baru Menuju Kemakmuran” (Jakarta: Institut Garuda Nusantara). Dalam buku ini, Prabowo Subianto memberikan kritik tajam terhadap paham neo-liberalisme yang selama ini diterapkan dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
“Trickle-down effect yang dijanjikan oleh sistem neo-liberal tersebut ternyata tidak mungkin untuk membawa bangsa Indonesia keluar dari jebakan pertumbuhan rendah yang juga berkualitas rendah. Dari beberapa kajian dapat disimpulkan bahwa apabila kita terus berada pada strategi pembangunan seperti sekarang, maka pada tahun 2045 pada saat 100 tahun merdeka, Indonesia masih tergolong sebagai negara papan bawah atau negara miskin,” tulis Prabowo.
Dijelaskan oleh Prabowo, bahwa setelah 63 tahun merdeka, petani dan nelayan Indonesia yang jumlahnya mencapai 60 persen, hanya memperoleh kekayaan yang paling kecil. “Setelah 63 tahun merdeka, 11 tahun reformasi, 40 tahun sistem neo-liberal kapitalistik yang sangat bebas ternyata hanya menguntungkan segelintir manusia di Indonesia dan tidak membawa kemakmuran bagi rakyat banyak… Bahwa kita harus berani mengoreksi sebuah sistem ekonomi yang tidak membawa kemakmuran kepada rakyat banyak,” lanjutnya.
Pada bagian penutup bukunya itu, Prabowo menegaskan: “Haluan baru harus dipimpin dan digerakkan oleh pemimpin baru, yang mendapat dukungan penuh dari seluruh rakyat dan komponen bangsa, yang memiliki karakter tegas, kuat dan berwibawa, yang membawa semangat dan harapan baru.”
Keberhasilan harus dimulai dengan keyakinan. Karena itu, Prabowo menyatakan tekadnya: “Kita adalah apa yang kita pikirkan, demikian orang bijak berkata. Bila kita berpikir kita adalah bangsa berdaulat maka kita menjadi bangsa berdaulat. Lalu, kita setengah menang dalam peperangan bila kita lebih dulu yakin dan percaya kita mampu memenangkan peperangan tersebut dan setengahnya lagi adalah berjuang pantang mundur. Untuk itu kita harus yakin dan percaya bahwa sebagai bangsa, kita mampu menang untuk mencapai negara dan masyarakat yang berdaulat.”
Kata-kata indah dan penuh semangat itu ditulis Prabowo Subianto tahun 2009. Dan pada tahun 2024, Prabowo Subianto mendapat amanah sebagai Presiden Republik Indonesia. Kini, gagasannya untuk membawa Indonesia menjadi negara yang makmur sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat.
Prabowo Subianto telah membuktikan tekadnya untuk meraih cita-citanya. Empat kali ia mengikuti proses pemilihan presiden. Ia terus berjuang untuk mewujudkan cita-citanya menjadi Presiden Indonesia. Ia pantang menyerah. Dan pada tahun 2024, Allah SWT memberikan amanah kepada Prabowo untuk memimpin Indonesia.
Sejak dilantik menjadi Presiden RI, Oktober 2024, Prabowo telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan tekadnya. Bahkan, dalam pelaksanaan sejumlah programnya, Prabowo tak segan-segan mengucurkan dana pribadinya. Prabowo dikenal dan dipercaya memiliki semangat dan jiwa patriot yang tinggi.
Tetapi, tantangan yang dihadapi Presiden Prabowo dalam melawan paham neo-liberalisme, amat sangat besar. Yang patut direnungkan kembali adalah solusi yang ditawarkan Prabowo dalam membangun “haluan baru”, sebagai alternatif haluan neo-liberal itu. Patut disayangkan jika konsep yag ditawarkan masih terjebak ke dalam pemikiran sekularisme-materialisme serta kapitalisme.
Guru besar Ekonomi-Pembangunan IPB, Prof. Didin S. Damanhuri mengingatkan, bahwa dampak dari pembangunan yang GDP-Oriented adalah terjadinya “trickle-up effect” dan bukannya “trickle-down effect” seperti jargon pembangunan berbasis liberalisme, yakni menetesnya hasil-hasil pembangunan ke daerah dan pedesaan serta rakyat. Faktanya, yang terjadi, justru sebaliknya.
Prof. Didin Damandhuri juga mengingatkan jebakan konsep pembangunan Barat yang berdampak pada masyarakat negara berkembang yang makin sekularistik, materialistik, dan kapitalistik. Masyarakat di negara yang sedang berkembang itu dipaksa meninggalkan nilai-nilai agama dan tradisi dan harus mengadopsi nilai-nilai sekularisme, materialisme, dan individualisme masyarakat Barat. (Lihat: Didin S. Damanhuri, Model Negara Kesejahteraan Indonesia: Pendekatan Heterodoks, Bogor: IPB Press, 2002).
Melanjutkan cita-cita para pendiri bangsa kita, bahwa negara Indonesia adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Indonesia bukan negara ateis atau negara sekular. Masyarakat Indonesia pun dikenal sangat religius dan dermawan.
Karena itu, dalam merumuskan konsep pembangunan, seyogyanya dirumuskan konsep pembangunan yang integral dan kompehensif, yang memadukan aspek akal, panca indera, dan wahyu Tuhan. Tantangan yang dihadapi saat ini, sangatlah luar biasa beratnya, alias tidak biasa-biasa saja. Karena itu, pendekatan yang dilakukan pun tidak bisa hanya biasa-biasa saja.
Sekaranglah saatnya para ulama dan para cendekiawan Muslim mengajukan konsep pembangunan yang lebih komprehensif dan solutif untuk mewujudkan cita-cita mulia para pendiri bangsa. Yakni, mewujudkan masyarakat adil makmur dalam naungan ridha Tuhan Yang Maha Kuasa. Hanya itulah cara untuk meraih hidup bahagia, dunia dan akhirat. Semoga ini bisa dilakukan segera. Amin. (Depok, 4 Januari 2025).
Admin: Kominfo DDII Jatim
Editor: ARS & SS