Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Ketua Bidang PMK DDII Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Tidaklah datang seorang utusan menyampaikan pesan tauhid kecuali mendapatkan respon negatif. Respon negatif itu berupa penghinaan dengan menuduh omon-omon. Dengan kata lain, risalah ilahiyah dipenuhi olok-olok. Konsekuensi olok-olok bukan hanya berakibat buruk bagi pelakunya, tetapi juga bagi masyarakat secara kolektif. Puncak keburukan itu, Allah menimpakan musibah berupa pemusnahan terhadap kaum terdahulu dengan penistaan hingga penghancuran. Musibah itu merupakan respon balik atas tuduhan omon-omon atau olok-olok terhadap hamba Allah yang mulia.
Omon-Omon Penghinaan
Dalam menjalani tugas untuk mentauhidkan Allah, hampir semua utusan Allah mengalami perlakuan yang sama yakni olok-olok. Para utusan Allah mengajak kaumnya untuk mentauhidkan Allah dengan menyembah hanya kepada-Nya dan meninggalkan berhala. Alih-alih mengikuti ajakan, mereka justru mengolok-olok rasul Allah.
Allah tidak membiarkan hamba kepercayaan-Nya yang menunaikan tugas suci ini dibirkan ketika mendapatkan pendustaan dan penghinaan. Allah selalu merespon dengan pertolongan yang sempurna. Merendahkan utusan Allah seolah menjadi Sunnatullah atas hamba-hamba-Nya yang Istimewa. Hal ini sebagaimana dinarasikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَمَا يَأۡتِيهِم مِّن نَّبِيٍّ إِلَّا كَانُواْ بِهِۦ يَسۡتَهۡزِءُونَ
Dan tiada seorang nabi pun datang kepada mereka, melainkan mereka selalu memperolok-olokkannya. (QS. Az-Zukhruf : 7)
Apa yang dialami oleh Nabi Nuh ketika berdakwah kepada kaumnya agar meninggalkan berhala. Alih-alih patuh, mereka justru menolak dakwah, baik secara tersembunyi maupun terang-terangan. Penolakan itu bahkan begitu massif hingga beberapa generasi. Hal ini membuat Nabi Nuh berdoa kepada Allah agar membinasakannya. Ketika Allah memastikan bahwa kaum itu tidak lagi percaya dan taat pada risalah-Nya, maka Nabi Nuh bermunajat dan Allah memerintahkan untuk membuat kapal. Ketika membuat kapal itulah Nabi Nuh diolok-olok setiap kaumnya melewatinya.
Demikian pula yang dialami Nabi Musa yang mendakwahkan tauhid pada Fir’aun. Fir’aun diingatkan agar takut kepada Allah dan meninggalkan perilaku sombong dan congkak. Berbagai musibah pun dilalui Fir’aun, dan Nabi Musa senantiasa berupaya untuk meminta kepada Allah untuk menghilangkannya agar Fir’aun mau meniti dakwahnya. Alih-alih patuh dan taat ketika setiap musibah dihilangkan Allah, Fir’aun justru melecehkan dan mengolok-olok Nabi Musa sebagai tukang sihir dan manusia gila, serta pemecah belah umat.
Hal yang sama juga dialami oleh Nabi Muhammad yang sebelumnya dikenal memiliki kepribadian yang agung. Sifat amanah dan tak pernah berbohong senantiasa melekat dalam pribadinya. Namun ketika menyampaikan dakwah tauhid, para pembesar Quraisy menuduhnya sebagai pendusta, penyihir, hingga orang gila.
Akhir Kehidupan Para Pengolok
Penghancuran terhadap para penghina utusan Allah itu berakhir tragis. Di antara mereka ada yang ditenggelamkan, ada pula yang diterpa angin kencang, bahkan ada yang ditimpa batu hingga musnah semuanya. Semua itu disebabkan oleh pengkafiran atas seruan para utusan yang mengajak kaumnya agara mentauhidkan Allah.
Penghancuran dan pemusnahan terhadap para penista ajaran yang membawa kemuliaan itu, sungguh miris dan tragis. Begitu miris dan tragisnya itu, maka Al-Qur’an mengajak manusia untuk berpikir dengan melakukan perjalanan di berbagai belahan bumi. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
أَفَلَمۡ يَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَيَنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ ۖ دَمَّرَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِمۡ ۖ وَلِلۡكَٰفِرِينَ أَمۡثَٰلُهَا
Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu. (QS. Muĥammad : 10)
Allah mengajak kepada manusia untuk melakukan perenungan atas berbagai fenomena yang dialami oleh para pendusta agama ini. Perenungan itu dilakukan dengan melakukan perjalanan di berbagai penjuru dan kawasan. Perjalanan menelusuri berbagai sudut bangsa yang berbeda peradaban guna mendapatkan pelajaran berharga.
Al-Qur’an secara spesifik memerintahkan kepada manusia untuk mengamati akhir hidup masyarakat yang melakukan pembangkangan atas nilai-nilai profetik. Pembangkangan profetik itu dengan tetap menyembah berhala atau apa pun yang melalaikan nilai-nilai tauhid.
Terkdang mereka yang menolak tauhid mendapatkan kenikmatan dunia dengan menguasai seluruh kenikmatan ekonomi dan politik. Namun Al-Qur’an memastikan akhir kehidupan mereka sangat mengenaskan. Bukan kah manusia seperti Mustafa Kemal At-Taturk yang mengalami kehinaan hingga jasadnya sempat ditolak bumi ketika dikuburkan.
Dengan mengadakan lawatan ke berbagai penjuru maka akan terpotret kehinaan yang dialami oleh manusia yang mendustakan atau melecehkan risalah yang mengajak untuk mentauhidkan Allah. Bagi orang yang beriman, perjalanan ke berbagai penjuru dunia semakin meneguhkan dirinya untuk menjadi manusia yang bertauhid. Melihat pemimpin yang berada di puncak kekuasaan, namun mengesampingkan keadilan, menyalahgunakan kekuasaan, hingga tersebar kejahatan dan kedzaliman, maka orang yang beriman semakin yakin bahwa manusia seperti ini tidak lama lagi akan mengalami kehinaan dan kenistaan.
Apalagi, ketika pemimpin seperti ini melakukan pemberhalaan pada kekuasaan dengan meniadakan kekuasaan Allah tanpa melakukan pertobatan, maka akhir kehidupannya dipastikan mengalami penyesalan hidup. Bahkan kematiannya berakhir tragis dan mengenaskan.
Surabaya, 9 Nopember 2024
Admin: Kominfo DDII Jatim
Editor: ARS & SS