Zarof Ricar : Sang Markus dan Penghancur Moralitas

Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Ketua Bidang MPK DDII Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Moralitas para penegak hukum saat ini berada di puncak kebusukan. Hal ini terkait dengan berbagai kasus yang mencoreng dunia peradilan. Sosok Zarof Ricar, bekas pejabat Mahkamah Agung (MA) terendus sebagai sosok makelar kasus dan terbukti memiliki kekayaan fantastis. Kekayaan itu diperoleh dengan mengumpulkan berbagai kasus, dan dia berperan menjadi perantara (makelar) agar kasus-kasus bisa diperingan atau bebas bagi pihak yang berperkara.

Tertangkapnya Zarof bisa membuka tabir betapa berkuasanya mafia peradilan dan hancurnya moralitas para hakim. Alih-alih penjaga moral, para penegak hukum ini justru sedang membusukkan seluruh sendi kehidupan bernegara. Mereka yang diharapkan sebagai penjaga moral, tetapi justru sedang merajut hancurnya peradaban di negeri ini.

Sang Makelar

Publik sekarang ini dihebohkan oleh sosok Zarof Ricar yang tertangkap tangan saat penggeledahan di rumahnya. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menangkap bekas pejabat MA ini setelah diketahui berprofesi sebagai makerlar kasus (Markus). Dia terbukti sukses memerankan diri sebagai perantara, sehingga terbebaslah Gregorius Ronald Tannur dari jeratan hukum.

Dalam kasus ini, Zarof tertangkap rtangan oleh tim penyidik Kejagung yang menemukan uang 920 Miliar dan emas seberat 51 kg. harta kekayaan ini diperoleh diduga sebagai hasil yang dikumpulkan Zarof dari pengurusan sejumlah perkara sejak 2012. Dalam kasus ini, Zarof ditangkap penyidik Kejagung ketika mengusut dugaan suap terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur yang diduga menerima suap dalam perkara yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur.

Zarof sendiri sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi untuk mengurus kasus Ronald Tannur. Ronald ditangkap setelah MA menyatakan dirinya bersalah dalam kasus penganiayaan berat yang menyebabkan kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti (29 tahun). Sebelumnya, pada 24 Juli 2024, Ronald dibebaskan oleh tiga orang anggota majelis hakim PN Surabaya, yakni ED, M dan HH. Dalam sidang putusan, dia dinyatakan tidak terbukti menganiaya dan membunuh kekasihnya, Dini.

Sejumlah pemberitaan menyebutkan Dini tewas karena dianiaya dan dilindas mobil oleh Ronald. Tetapi dalam amar putusannya majelis hakim menyatakan Dini meninggal akibat penyakit lain dan minum alkohol.
Putusan ini bertolak belakang dengan tuntutan 12 tahun penjara oleh jaksa. Vonis bebas kemudian ini menimbulkan kemarahan publik.

Tiga hakim itu kemudian dilaporkan oleh Komisi Yudisial ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung. Upaya kasasi keluarga Dini melalui jaksa penuntut dikabulkan Mahkamah Agung (MA). Akhirnya MA membatalkan vonis bebas PN Surabaya dan menjatuhkan pidana penjara lima tahun atas Ronald.

Dugaan keterlibatan Zarof Ricar dalam kasus suap untuk membebaskan Gregorius Ronald Tannur dari peradilan kasasi, terungkap setelah tim penyidik Kejagung memeriksa Lisa Rahmat. Lisa adalah pengacara Gregorius Ronald Tannur. Lisa sendiri telah berstatus tersangka kasus suap terhadap tiga hakim di PN Surabaya terkait kasus Ronald. Temuan Kejagung menemukan Lisa tidak hanya menyuap hakim tingkat pertama, tetapi juga berusaha menyuap hakim agung melalui perantara Zarof. Zarof diduga menjadi perantara dalam transaksi suap senilai Rp 5 miliar untuk mempengaruhi putusan kasasi di Mahkamah Agung. Disebutkan Zarof dijanjikan Rp1 miliar.

Moralitas Membusuk

Kasus yang dialami oleh Zarof merupakan fenomena gunung es peradilan di negeri ini. Betapa rusaknya mentalitas dan moralitas para penegak hukum yang seharusnya menegakkan keadilan tetapi justru ikut membusukkan keadila. Alih-alih ikut menegakkan keadilan melalui instansi dimana mereka bekerja, mereka justru bersinergi menghancurkan sendi-sendi kehidupan bernegara.

Zarof yang mengetahui seluk beluk peradilan justru terlibat memperkaya diri dengan memerankan sebagai makelar kasus. Temuan atas harta senilai lebih dari 1 triliun itu merupakan milik bersama berbagai apparat penegak hukum atas penanganan berbagai perkara yang pernah ditangani sejak 2012. Hal ini menunjukkan bahwa hart aini bukan milik Zarof tetapi milik bersama para pihak yang telah melakukan konhkalikong sehingga terkumpul harta kekayaan yang melimpah ini.

Zarof memang harus ditindak tegas dengan hukuman yang sangat berat karena dia merupakan orang yang memberi jalan atas munculnya putusan yang merugikan pihak-pihak yang berperkara. Yang harus dihukum lebih berat adalah para hakim yang memutuskan perkara. Zarof tidak akan bisa bekerja secara menyimpang, kalau para hakim itu jujur dan berupaya menegakkan keadilan di negeri ini.

Para hakim sebagai simbol penegak keadian justru melakukan pembusukan dengan menganulir keputusan yang seharusnya menghukum terdakwa, tetapi justru membebaskannya. Dalam kasus Gregorius Ronald Tannur yang seharusnya dipenjara karena menganiaya kekasihnya, Dini, hingga meninggal, tetapi keputusannya justru membebaskannya. Pembebasan Gregorius Ronald Tannur itu ternyata setelah para hakim menerima suap yang dimakelari oleh Zarof.

Sudah selayaknya para hakim atau semua aparat penegak keadilan mendapatkan hukuman yang super berat dan berlipat. Karena mereka mengetahui suatu kebenaran tetapi justru melakukan pembusukan terhadap kebenaran itu. Negeri ini akan rusak ketika penegak keadilan ini justru melakukan pembusukan sehingga muncul rasa ketidakadilan di tengah masyarakat.

Negeri ini akan cepat hancur ketika aparat penegak hukum ini justru mempermainkannya. Persekongkolan jahat ini hanya untuk mendapatkan kekayaan dengan cara yang culas. Dikatakan culas karena mereka tahu hukum namun mengakali putusan guna memperkaya diri. Para penegak hukum merupakan simbol tegaknya moral, tetapi mereka justru membusukkan dirinya dengan merekayasa putusan hukum.

Surabaya, 6 Oktober 2024

Admin: Kominfo DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *