Artikel Terbaru ke-2.012
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id) Ketua Umum DDII Pusat
Dewandakwahjatim.com, Depok –
Era ini, katanya, merupakan akhir sejarah (The End of History). Demikian tesis Fukuyama dalam bukunya The End of History and The Last Man. (New York: Buku Avon, 1992). Buku Fukuyama itu merupakan pengembangan dari artikelnya ‘The End of History?’ di jurnal The National Interest (musim panas 1989). Dalam makalahnya itu, Fukuyama, mencatat, bahwa setelah Barat menguasai ideologi saingannya, monarki herediter, fasisme, dan komunisme, dunia telah mencapai satu konteks yang luar biasa terhadap demokrasi liberal. Ia berasumsi bahwa demokrasi liberal adalah semacam titik akhir dari evolusi ideologi atau bentuk final dari bentuk pemerintahan.
Pendapat Fukuyama itu tentu saja sangat kontroversial dan terbukti kontradiktif dengan sikap Barat sendiri. Dalam memandang ‘demokrasi’, Fukuyama mengadopsi pendapat Huntington, tentang perlunya proses sekularisasi sebagai prasyarat demokratisasi. Oleh karena itu, ketika Islam dipandang ‘tidak kompatibel’ dengan demokrasi, maka Islam dunia juga tidak mendukung penerapan demokrasi yang bersifat sekular sekaligus liberal.
Tentang hubungan agama dengan sekularisasi, Fukuyama mencatat, bahwa liberalisme tidak akan muncul, jika Kristen tidak melakukan sekularisasi. Dan itu sudah dilakukan oleh Protestanisme di Barat, yang telah membuang keberadaan kelas khusus pemuka agama dan menjauhkan diri dari intervensi terhadap politik.
Fukuyama menyorot dua kelompok agama yang menurutnya sangat sulit menerima demokrasi, yaitu Yahudi Ortodoks dan Islam fundamentalis. Keduanya disebut sebagai “religius totalistik” yang ingin mengatur semua aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat publik maupun privat, termasuk wilayah politik.
Klaim-klaim Fukuyama sebenarnya sangatlah lemah. Tidaklah benar, saat ini tidak ada tantangan serius secara ideologis terhadap Demokrasi Liberal. Faktanya, pasca Perang Dingin, Islam masih dianggap sebagai tantangan ideologis yang serius, sehingga negara-negara Barat sangat khawatir terhadap munculnya negara-negara yang menerapkan ideologi Islam.
Sebab, menurut Huntington, dalam bukunya, The Clash of Civilizations, Islam adalah satu-satunya peradaban yang pernah mengalahkan Barat. Katanya: “Islam adalah satu-satunya peradaban yang meragukan kelangsungan hidup Barat.”
Teori Fukuyama tentang “Akhir Sejarah” itu sudah berumur 30 tahun, dan makin jauh dari kenyataan. Kebangkitan Islam dimana-mana terus terjadi. Upaya-upaya merumuskan teori pembangunan yang berbeda dengan konsepsi Barat, semakin bermunculan di berbagai pelahan dunia. Kegagalan Barat dalam mengatasi masalah kemanusiaan, lingkungan, dan kemiskinan global terus berlangsung.
Terakhir, kegagalan Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya dalam menghentikan kebiadaban Israel yang membantai 42 ribu warga Gaza, semakin membuka mata umat manusia bahwa slogan Barat dalam menyelesaikan masalah kemanusiaan terbukti hanya “omon-omon” atau omdo (omong doang).
Benarlah apa yang dikatakan oleh sejarawan Inggris, Marvin Perry: “Peradaban Barat adalah sebuah drama besar namun tragis… Meskipun Barat telah memelopori perlindungan hak asasi manusia, mereka juga telah menghasilkan rezim totaliter yang menginjak-injak kebebasan individu dan martabat manusia. Meskipun negara-negara Barat menunjukkan komitmen terhadap kesetaraan manusia, mereka juga mempraktikkan rasisme brutal.” (Marvin Perry, Peradaban Barat, Houghton Mifflin Company, Boston-New York, 1997).
Apa yang ditulis oleh Marvin Perry itu tampak begitu nyata dalam kasus Tragedi Gaza dalam setahun terakhir. AS adalah pendukung dan pelindung utama kebrutalan negara rasis-zionis Israel. Sistem demokrasi liberal yang diterapkan ternyata melahirkan para pemimpin yang tidak memiliki hati nurani dan rasa kemanusiaan. Apalagi jelas-jelas anti demokrasi. Sebab, AS nyaris sendirian mati-matian dalam membela Israel.
Tragedi Gaza ini semakin menguatkan fakta bahwa sejatinya peradaban Barat telah kehilangan legitimasinya dalam kepemimpinan dunia. Khususnya, dalam legitimasi moral. Yang tersisa hanyalah kekuatan militer dan politik yang tinggal menunggu bangkitnya peradaban baru yang siap menggantikannya. Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 6 Oktober 2024).
Admin: Kominfo DDII Jatim
SS