Artikel ke-1.867
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat
Dewandakwahjatim.com, Depok - Pada 13 Mei 2023, situs Kompasiana.com menurunkan artikel berjudul: “Review Buku: Jangan Kalah Sama Monyet”. Penulisnya seorang guru yang juga praktisi pendidikan. Terimakasih kepada penulis yang berhasil menangkap gagasan inti dalam buku “Jangan Kalah Sama Monyet” itu.
Tulisan itu dibuka dengan kutipan: “Jika mahasiswa kuliah hanya untuk cari makan, maka renungkanlah: "Monyet saja bisa makan tanpa kuliah". Demikian bunyi kalimat paragraf terakhir artikel ke-10 buku ''Jangan Kalah Sama Monyet: 101 Gagasan Pemandu Pemikiran pada Era Kebohongan", karya Dr. Adian Husaini.
Buku ''Jangan Kalah Sama Monyet"! ini berisi 101 artikel singkat tentang berbagai hal. Adian Husaini penulis buku ini menyatakan bahwa artikel dalam tulisan ini merupakan panduan menjaga pikiran pada era kebohongan seperti zaman ini.
Praktisi pendidikan Islam ini memang menyentil zaman ini sebagai masa penuh kebohongan sebagaimana pernah dikabarkan Nabi Muhammad SAW melalui sabdanya, "Akan datang pada umat manusia tahun-tahun yang penuh kebohongan. Saat itu pembohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap pembohong. Pengkhianat dianggap sebagai orang amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Dan yang banyak berbicara kepada masyarakat adalah ruwaibidhah. Ada yang bertanya, "Siapakah ruwaibidhah itu?" Rasulullah SAW menjawab, "Orang bodoh yang memegang urusan masyarakat". (terj. HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).
Selanjutnya, penulis review buku itu menulis: “Buku berjudul ''Jangan Kalah Sama Monyet"! ini adalah respon dan tawaran solusi terdahap kondisi tsunami informasi di era post truth dan kebohongan ini. Sebab menurutnya satu-satunya cara untuk membentengi dan keluarga serta masyarakat dari serbuan informasi destruktif akibat hoax dan kebohongan adalah membangun pola pikir benar, adil, dan beradab.
''Insya Allah dengan pola pikir yang benar, kita dan seluruh anggota keluarga bisa membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang salah. Beragam ide dalam buku ini mencakup berbagai topik, tetapi sebagian besar terkait dengan masalah ilmu, pendidikan, dan peradaban". (hlm.16)….”
“… Kalimat jangan kalah sama monyet sebenarnya sentilan terhadap cara pandang yang keliru dan mindset yang salah dalam melihat pendidikan. Dimana pendidikan dipersempit sebagai sarana cari kerja dan kekayaan saja. Padahal dalam konsepsi Islam belajar dan cari ilmu itu ibadah. Ilmu yang dipelajari dan dicari hendaknya ilmu yang diperlukan untuk (1) bisa beriman dan beribadah dengan benar, serta (2) untuk menjaga ketahanan dan kemaslahatan masyarakat…”
“Menurutnya seorang pelajar ketika memilih jurusan di jenjang pendidikan tinggi hendaknya mempertimbangkan potensi dirinya dan juga apa yang kelak dapat dikontribusikan pada masyarakat, umat dan bangsa lewat ilmu tersebut. Bukan sekedar soal basah tidak-nya suatu prodi di dunia kerja. Karena kuliah dengan memilih suatu bidang ilmu tertentu hanya untuk cari makan dan atau pekerjaan. "Maka renungkanlah", kata beliau, "Monyet saja bisa makan tanpa kuliah". (hlm.64).
Memang fenomena seperti itu tidak sepenuhnya salah para peserta didik atau masyarakat. Boleh jadi hal itu merupakan dampak dari konsep dan sistim pendidikan yang keliru dan kehilangan arah. Ketika pendidikan dipersepsikan sebagai pabrik dan berorientasi pada melahirkan buruh, pekerja, karyawan, pegawai negeri maupun swasta, maka yang terjadi orang menempuh pendidikan hanya untuk tujuan pragmatis seperti itu.
Nah, buku ''Jangan Kalah Sama Monyet" ini mewakili saripati dari buku-buku beliau lainnya yang terkait dengan berbagai hal. Kelebihan isi buku ini disampaikan dengan bahasa yang praktis dan popular. Sehingga teras ringan. Tema serius disampaikan secara lugas dengan bahasa popular yang ringan. Sehingga seperti terasa renyah. Selamat membaca!”
Demikianlah petikan review buku “Jangan Kalah Sama Monyet” yang ditulis dengan sangat baik. Gagasan besar dalam buku itu adalah pentingnya pendidikan yang benar yang sesuai dengan amanah konstitusi UUD 1945, yaitu melahirkan manusia beriman, bertaqwa dan berakhak mulia. Jadi, pendidikan jangan disempitkan maknanya sekedar proses untuk melahirkan pekerja.
Dalam konsep Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, pendidikan merupakan proses penanaman nilai-nilai adab ke dalam diri manusia, sehingga manusia menjadi semakin adil. Tujuan pendidikan adalah melahirkan orang baik (good man), sebagai manusia, sebagai hamba Allah dan khalifatullah di bumi.
Al-Quran juga banyak memberikan gambaran manusia-manusia yang perilakunya seperti binatang. Ada yang digambarkan perilakunya seperti binatang ternak; ada yang digambarkan seperti anjing, dan sebagainya (Lihat QS al-A’raf: 176-176, 179, Muhammad:12, dan sebagainya).
Jadi, tugas pendidikan adalah menjadikan manusia agar menjadi makhluk yang paling mulia, yaitu manusia yang bertaqwa. Jangan manusia diturunkan derajatnya sebagai makhluk yang tujuan hidupnya hanyalah untuk mencari makan. Padahal, tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT.
Semoga gagasan dalam buku “Jangan Kalah Sama Monyet” ini semakin menyebar dan memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk perbaikan pendidikan kita. Amin. (Depok, 19 April 2024).
Admin: Kominfo DDII Jatim/ss di
Editor: Ainur Ragiq Sophiaan