Dr. Slamet Muliono Redjosari
Wakil Ketua Bidang MPK DDII Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Para nabi berdakwah mengajak kaumnya untuk mengikuti ajarannya. Berbagai bukti kebenaran ditunjukkan agar kaumnya mempercayai dan mengikutinya. Nabi memerintahkan meninggalkan sesembahan sebagai perantara, dan memerintahkan untuk meminta langsung kepada Allah. Nabi menunjukkan bahwa menyembah kepada selain Allah bukan hanya salah tapi menyesatkan. Mereka menolak seraya meminta bukti. Uniknya, ketika bukti kebenaran didatangkan, mereka tetap menolak. Bahkan mereka berani bersumpah lebih baik mati daripada harus menerima kebenaran. Mereka menantang didatangkan adzab untuk membuktikan dirinya benar.
Minta Bukti
Umumnya kaum terdahulu menolak kebenaran ajaran nabi dengan meminta bukti. Semangat nabi mengajak kaumnya masuk ke dalam agamanya, hingga memberanikan diri untuk meminta kepada Allah. Hal ini sebagai bukti bahwa ajarannya benar, serta untuk meyakinkan dirinya sebagai nabi yang benar.
Setelah didatangkan mukjizat, bukannya percaya, tetapi penolakannya semakin besar. Al-Qur’an menarasikan contoh kaum Nabi Shalih yang mendakwahi kaum Tsamud yang melakukan penyembahan kepada berhala. Nabi Shalih pun menyampaikan nasehat agar mereka menyembah kepada Allah, dan meninggalkan berhala. Kaumnya meminta bukti untuk menegaskan sebagai nabi. Bukti yang mereka minta berupa unta yang keluar dari batu.
Atas permintaan ini, Allah memberikan bukti berupa unta betina yang mengandung, dan keluardari batu besar. Nabi Shalih pun menjelaskan larangan untuk mengganggunya, dan adzab akan menimpa bilamana melanggarnya. Hal ini dinarasikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَيٰقَوْمِ هٰذِهٖ نَا قَةُ اللّٰهِ لَـكُمْ اٰيَةً فَذَرُوْهَا تَأْكُلْ فِيْۤ اَرْضِ اللّٰهِ وَلَا تَمَسُّوْهَا بِسُوْٓءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَا بٌ قَرِيْبٌ
“Dan wahai kaumku! Inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di Bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun yang akan menyebabkan kamu segera ditimpa (azab).” (QS. Hud : 64)
Alih-alih mematuhi kesepakatan, mereka justru mengganggu unt aitu. Bahkan mukjizat unta itu dibunuh dengan diiringi kesombongan untuk mendatangkan ancaman berupa kebinasaan. Allah pun menunjukkan bukti kebenarannya, dengan memusnahkan para penolak ajaran Nabi Shalih. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
فَعَقَرُوْهَا فَقَا لَ تَمَتَّعُوْا فِيْ دَا رِكُمْ ثَلٰثَةَ اَ يَّا مٍ ۗ ذٰلِكَ وَعْدٌ غَيْرُ مَكْذُوْبٍ
“Maka mereka menyembelih unta itu, kemudian dia (Saleh) berkata, “Bersukarialah kamu semua di rumahmu selama tiga hari. Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan.” (QS. Hud : 65)
Penolakan atas ajaran itu langsung dibayar tunai oleh Allah. Mereka meminta bkti hanya sebagai siasat untuk menolak kebenaran yang disampaikan oleh utusan-Nya. Oleh karena penolakannya yang begitu besar kepada utusan-Nya, maka Allah menghinakan kaumnya dengan adzab yang keras.
Mendegradasi Kebenaran
Watak sejati orang kafir adalah menolak kebenaran, meskipun berbagai bukti sudah ditunjukkan di depan matanya. Berbagai bukti kebenaran yang dilihat dengan mata kepalanya sendiri, justru semakin mengokohkan perlawanan. Al-Qur’an mengabadikan sikap keras kepala mereka yang tetap menolak kebenaran. Bahkan mereka bersumpah untuk kebinasaan dirinya, ketika datang bukti kebenaran. Sikap keras kepala itu ditunjukkan Al-Qur’an sebagai berikut :
وَاِ ذْ قَا لُوا اللّٰهُمَّ اِنْ كَا نَ هٰذَا هُوَ الْحَـقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَاَ مْطِرْ عَلَيْنَا حِجَا رَةً مِّنَ السَّمَآءِ اَوِ ائْتِنَا بِعَذَا بٍ اَ لِيْمٍ
“Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, “Ya Allah, jika (Al-Qur’an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” (QS. Al-Anfal : 32)
Mereka meminta agar Nabi membelah Bulan, ketika nabi berdoa kepada Allah membelah Bulan, dan Bulan benar-benar terbelah, mereka justru menuduh nabi sebagai tukang sihir. Demikian pula apa yang dialami Fir’aun ketika melihat berbagai bukti kebenaran. Fir’aun justru menuduh Nabi Musa sebagai tukang sihir, dan berniat untuk membunuhnya.
Mereka memilih binasa daripada harus mengikuti agama yang dibawa oleh utusan Allah. Kesombongan telah mengarahkan sikapnya untuk tetap menolak kebenaran dan memilih kesesatan. Oleh karena benar apa yang dinarasikan Al-Qur’an bahwa mereka adalah makhluk yang paling buruk karena mendisfungsikan nalarnya. Berikut paparan Al-Qur’an :
اِنَّ شَرَّ الدَّوَآ بِّ عِنْدَ اللّٰهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِيْنَ لَا يَعْقِلُوْنَ
“Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan memahami kebenaran), yaitu orang-orang yang tidak mengerti.” (QS. Al-Anfal : 22)
Mereka pantas disebut sebagai manusia paling buruk karena bukti kebenaran tidak mengubah hati mereka. Bahkan mereka semakin keras penolakannya. Oleh karena kerasnya perlawanan terhadap kebenaran, maka mereka melakukan apa saja untuk membenamkan dirinya dalam kesesatan. Allah pun memvonis mereka sebagai manusia yang tidak ada kebaikannya. Hal ini disebabkan hilangnya fungsi pendengaran yang telah ditanamkan Allah. Allah telah memvonis dan dijadikan manusia buruk karena selalu berpaling ketika melihat kebenaran. Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَلَوْ عَلِمَ اللّٰهُ فِيْهِمْ خَيْرًا لَّاَسْمَعَهُمْ ۗ وَلَوْ اَسْمَعَهُمْ لَـتَوَلَّوْا وَّهُمْ مُّعْرِضُوْنَ
“Dan sekiranya Allah mengetahui ada kebaikan pada mereka, tentu Dia jadikan mereka dapat mendengar. Dan jika Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka berpaling, sedang mereka memalingkan diri.” (QS. Al-Anfal : 23)
Mereka terus mendegradasi kebenaran, dan tak berhenti untuk memdisfungsikan pendengaran dan penglihatannya. Oleh karena sikapnya yang demikian, maka Allah menutup hati, dan pendengaran mereka, serta membutakan matanya, sehingga memilih kesesatan daripada harus membenarkan dan mengikuti kebenaran utusan Allah.
Surabaya, 6 April 2024