Artikel ke-1.855
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat
Dewandakwahjatim.com, Depik – Ramadhan memang bulan mulia dan sangat istimewa. Begitu istimewanya, sehingga beberapa bulan sebelum memasukinya, kita sudah berdoa semoga Allah pertemukan kita dengan Ramadhan. Doa itu pun kita panjatkan, pasca Ramadhan, agar kita diberi kesempatan kembali untuk beribadah pada bulan Ramadhan berikutnya.
Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah perubahan atau penguatan worldview (pandangan alam) kita dala memahami realitas Ramadhan. Worldview – menurut definisi Prof. Naquib al-Attas – adalah ru’yatul Islam lil-wujud.
Secara fisik, bulan Ramadhan sama saja dengan bulan-bulan lainnya. Matahari terbit di pagi hari, dan tenggelam di sore hari. Begitu juga kondisi iklim, bisa dikatakan sama saja dengan bulan-bulan sebelum dan sesudahnya. Tetapi, cara pandang dan perbuatan kita berubah saat memasuki bulan Ramadhan.
Cara pandang dan perbuatan kita berubah, karena worldview kita yang bersifat komprehensif. Kita bukan hanya menerima ilmu-ilmu empiris dan rasional, tetapi pandangan kita dibentuk oleh wahyu, yang menjelaskan tentang keistimewaan bulan Ramadhan.
Worldview kita dalam memahami Ramadhan berbeda dengan bulan-bulan lainnya, karena masuknya ilmu wahyu (revealed knowledge). Maka, kita paham, bahwa di bulan Ramadhan, pintu-pintu keberkahan dan ampunan Allah dibuka seluas-luasnya; amal ibadah kita dilipatgandakan pahalanya. Visi Ramadhan semakin mengokohkan keyakinan kita akan kehidupan akhirat. Jadi, dalam memahami realitas, kita sudah memasukkan dimensi ukhrawi, non-inderawi dan supra-rasional.
Worldview yang komprehensif seperti itulah yang sepatutnya kita pertahankan, setelah berakhirnya Ramadhan. Jangan sampai worldview kita kembali sekuler dalam memahami realitas. Misalnya, dalam memahami kemajuan dan kesuksesan seseorang atau suatu komunitas/bangsa.
Kita harus tetap memahami, bahwa manusia yang paling mulia adalah manusia yang bertaqwa kepada Allah. Orang dikatakan sukses jika menjadi orang taqwa. Sekaya apa pun dia, setinggi apa pun jabatannya, jika ia tidak beriman dan durhaka kepada Tuhannya, maka ia sejatinya manusia hina.
Begitu juga dalam memahami lembaga pendidikan. Jangan sampai memuji-muji dan berbangga ria dengan sekolah atau universitas yang tidak mendidik mahasiswanya menjadi manusia yang bertaqwa. Sebab, al-Quran sudah menggariskan, bahwa manusia yang paling mulia adalah yang paling bertaqwa. Negara yang paling maju dan paling sukses adalah negara yang penduduknya beriman dan bertaqwa.
Karena itu, setelah berakhirnya Ramadhan, kita perlu terus menguatkan worldview Islam kita. Jangan sampai worldview kita berubah atau rusak, sehingga memandang realitas secara salah pula. Jangan sampai memuji-muji manusia sebagai insan mulia, jika ia menjalankan aktivitas kehidupan yang menolak diatur oleh Allah SWT.
Patut kita sadari, bahwa saat ini kita sedang menghadapi ujian iman yang tidak ringan. Iman kita senantiasa diuji. Iman tidak akan dibiarkan begitu saja, tanpa ada ujian (QS al-Ankabut:2-3).
Maka, setiap zaman dan setiap waktu akan selalu ada ujian iman. Ada yang lulus ada ada yang gagal dalam ujian iman. Karena itulah, setiap Muslim diwajibkan agar selalu menuntut ilmu, setiap waktu, agar dia dapat mengetahui mana yang salah dan mana yang benar, mana yang Tauhid dan mana yang syirik.
Ulama India Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi pernah menyebutkan, bahwa tantangan terbesar yang dihadapi oleh umat Islam saat ini, sepeninggal Rasulullah saw, adalah tantangan yang diakibatkan oleh serangan pemikiran-pemikiran yang datang dari peradaban Barat. Sebab, tantangan ini sudah menyangkut aspek yang sangat mendasar dalam pandangan Islam, yaitu masalah iman dan kemurtadan.
Menurut an-Nadwi, gelombang modernisme peradaban Barat ke dunia Islam, merupakan ancaman terbesar dalam bidang pemikiran dan keimanan. Dia mengungkapkan: “… di saat sekarang ini selama beberapa waktu dunia Islam telah dihadapkan pada ancaman kemurtadan yang menyelimuti bayang-bayang di atasnya dari ujung ke ujung…Inilah kemurtadan yang telah melanda muslim Timur pada masa dominasi politik Barat, dan telah menimbulkan tantangan yang paling serius terhadap Islam sejak masa Rasulullah saw.” (Lihat, Abul Hasan Ali An-Nadwi, ‘Ancaman Baru dan Pemecahannya’ dalam Benturan Barat dengan Islam, (1993:13-19).
Kita wajib lulus dari ujian iman, sehingga amal ibadah kita memiliki nilai. Sebab, dalam pandangan Islam, jika iman rusak atau batal, maka hilanglah pondasi keislamannya. Banyak ayat al-Quran yang menyebutkan bahaya dan resiko pemurtadan bagi seorang Muslim.
”Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Baqarah:217).
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS an-Nur:39).
Jadi, semoga Allah menerima amal ibadah Ramadhan kita, dan terus terjaga pula worldview dan iman kita, pasca Ramadhan, dan sampai kita bertemu pada Ramadhan berikutnya. Amin. (Depok, 7 April 2024).