Dewandakwahjatim.com, Jakarta – KH. Kholil Ridwan sebagai wakil dari Pembina Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Pusat menyampaikan penegasan pentingnya memperhatikan persoalan politik dengan memperkuat basis penerapan panduan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Beliau menyampaikan hal itu dengan mengutip sebuah Hadits Nabi yang maknanya : “Akan datang dimana Islam tinggal nama dan Al-Quran tinggal tulisan.”
Melihat realitas saat ini, beliau mengkhawatirkan karena sudah ada museum Al-Qur’an, lembaga Islam, pesantren dan berbagai atribut Islam. namun Islam tidak bernilai tinggi di negeri ini. Beliau menceritakan bahwa pada saat Al-Qur’an belum turun secara tuntas, hukum Islam sudah berjalan. Para sahabat begitu gigih menerapkan kandungan Al-Qur’an. Sementara kita hidup di 14 abad setelah diturunkan Al-Qur’an. Namun hukum Islam belum diterapkan secara utuh di tengah kontestasi dan kompetisi politik yang memarginalisasi nilai-nilai Islam.
Untuk menunjukkan perjuangan dalam menegakkan politik, beliau mengutip Sejarah dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad. Seluruh hidup nabi dipenuhi dengan ruh dakwah, mulai dari berucap, berpakaian, berjalan, berumah tangga, bahkan hingga berhubungan dengan istri bernuansa pendidikan dakwah.
Berdakwah merupakan tenda besar yang di dalamnya ada nilai-nilai Islam dalam berumah tangga, berkomunitas, berekonomi, berpolitik, termasuk dalam menentukan pemimpin dalam pilpres.
Rasulullah berdakwah secara total, dan berpolitik secara total dilakukan setelah hijrah di Madinah. Kalau di Makkah meneguhkan nilai-nilai Tauhid, maka di Madinah menekankan zakat, haji, ekonomi dan praktek kenegaraan.
Mengacu kepada perjuangan para nabi terdahulu juga tidak pernah berhenti melakukan penetrasi politik. Kalau Nabi Sulaiman yang kuat dan kaya dengan kekayaan, serta bisa berbicara dengan hewan dan mempekerjakan jin. Beliau secara total menggunakan sumberdaya yang dimiliki untuk menguatkan politik kenegaraan.
Nabi Ibrahim juga tak kalah gigihnya menegakkan Islam dalam konteks bernegara dengan melawan Namrud. Beliau pun dibakar dalam neraka dunia.
Demikian pula Nabi Daud yang berpolitik hingga ikut berperang membunuh raja Jalut. Bahkan Nabi Musa melawan makhluk yang mengaku Tuhan.
Maka Nabi Muhammad pun menutup dakwah akhirnya dengan terjun dan menuntaskan di dunia politik. Beliau memimpin langsung dalam menegakkan Islam dalam konteks negara. Nabi telah memperkuat gerbong-gerbong. Semua gerbong dipandu oleh lokomotif politik yang dibimbing langsung oleh Nabi. Gerbong ekonomi, budaya, ketahanan, dan seluruh perangkatnya dibimbing oleh Rasulullah.
Al-Qur’an menyebut gembong Islam itu dengan Hizbullah (tantara Allah) guna memerangi hizbusysyaiton (tentarasetan).
Lokomotif itu bisa berjalan karena ada dua rel, satu di sebelah kanan yakni Al-Qur’an dan sebelah kiri As-Sunnah. Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai penggerak utama. Rasulullah sebagai masinis dan para sahabat sebagai gerbong belakangnya.
Untuk mewujudkan cita-cita politik itu, Rasulullah hanya butuh 10 tahun hingga menaklukkan dunia.
Rasulullah pun mengepung Makkah hingga takluk. Nabi Muhammad memimpin sebagai panglima perang dengan berbagai perang seperti perang Badar, Uhud, Tabuk, Khaibar dan sebagainya.
Dengan peperangan itu, seluruh Jazirah arab berhasil ditaklukkan. Para sahabat pun melanjutkan hingga mampu menguasai hampir seluruh dunia di era-era berikutnya.
Demikian pentingnya kepemimpinan politik, ketika Nabi meninggal tidak segera dikuburkan jenasahnya, hingga menemukan figure pengganti beliau. Mereka mengingat wasiat nabi untuk menyegerakan empat hal, yakni menyegerakan shalat, menikah, zakat, dan menguburkan mayit.
Setelah berdialog berdasarkan panduan Nabi Muhammad, para sahabat di masjid memutuskan bahwa pengganti kepala negara yang paling tepat adalah Abu Bakar. Abu Bakar dipilih menjadi kepala negara karena beberapa keutamaannya. Salah satu keutamaan beliau adalah pernah ditunjuk nabi sebagai imam shalat sebelum belia meninggal.
Nabi sebelum meninggal beberapa kali pingsan dan tak ada sahabat yang berani menjadi imam. Nabi pun menunjuk Abu Bakar sebagai imam shalat. Penunjukan Abu Bakar menjadi imam shalat dipandang oleh para sahabat sebagai sinyal bahwa Abu Bakar adalah pengganti beliau. (Slamet Muliono/DDII Jatim)
Adminn: Kominfo DDII Jatim/ss)