Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum Dewan Da’wah Pusat
Dewandakwahjatim.com, Depok – Sejak gerakan Zionis dicetuskan tahun 1897, kaum Zionis terus berusaha menekan Daulah Turki Utsmani agar bersedia menyerahkan Tanah Palestina itu. Tapi, Sultan Abdul Hamid II menolak. Mulanya, Zionis berharap mendapatkan Palestina secara sukarela dari penguasa Utsmani.
Usai menerbitkan bukunya, Der Judenstaat, dan memimpin Kongres Zionis, 1897, Herzl pergi ke Istambul menemui Perdana Menteri Utsmani dan mempresentasikan rencana pendirian Palestina sebagai tanah air kaum Yahudi. Ia menawarkan bantuan untuk melunasi utang negara Utsmani. Herzl juga melobi Kaisar Austria Wilhelm II yang berhubungan baik dengan Sultan Abdul Hamid II. Kaisar Austria setuju dengan gagasan Herzl dan merekomendasikan rencana Herzl kepada Sultan.
Tetapi Sultan Abdul Hamid menolak rencana Herzl. Ia menulis surat: “Saya tidak dapat menjual walau sejengkal pun dari tanah Palestina, karena ini bukan milikku, tapi milik rakyatku.” (I can not sell even a foot step of land, for it does not belong to me but to my people). (Stanford J. Shaw, The Jews of the Ottoman Empire and the Turkish Republic, (Houndmilld: MacMillan Academic and Professional Ltd, 1991).
Masalahnya, kondisi Turki Utsmani ketika itu juga sudah melemah. Meskipun disebut sebagai “khilafah” tetapi, bisa diinfiltrasi dengan mudah oleh kaum Zionis. Kaum Zionis kemudian menyiapkan satu lapis generasi muda Turki yang lebih memuluskan kepentingan Zionis. Untuk itu, mereka perlu waktu sekitar 20 tahun untuk menyiapkan satu generasi itu.
Melalui Gerakan Freemasons, tokoh-tokoh Yahudi di Free Mason memberikan pengaruh besar terhadap pemikiran para aktivis Gerakan Turki Muda. Bahkan, kuat sekali indikasinya, Yahudi merancang dan mendominasi arah organisasi lintas agama ini. Cukup banyak bukti yang menunjukkan besarnya pengaruh Freemason dalam pembentukan ideologi dan pemikiran Turki Muda.
Ketika itu, aktivis Freemasons memiliki hubungan erat dengan kelompok Osmanli Hurriyet Cemiyati (The Ottoman Freedom Society) yang dibentuk tahun 1906. Tokoh Freemason adalah Cleanthi Scalieri, pendiri loji The Lights of the East (Envar-I Sarkiye), yang keanggotaannya meliputi sejumlah politisi, jurnalis, dan agamawan terkemuka (seperti Ali Sefkati, pemimpin redaksi koran Istiqbal dan Prince Muhammad Ali Halim, pemimpin Freemasonry Mesir).
Scalieri memiliki kedekatan hubungan dengan para pejabat penting Utsmani. Dari sinilah, nucleus Gerakan Turki Muda dilahirkan. Fakta-fakta ini menunjukkan, bahwa kepemimpinan Scalieri menentukan sejumlah elemen Gerakan Turki Muda. Sampai sekitar 1895, loji-loji Freemason sebagian besar “bermain” dalam bentuk klendestin dan menghindari kontak langsung dengan kelompok-kelompok Turki Muda. Tetapi, faktanya, anggota-anggota loji Freemason memainkan peranan penting dalam proses liberalisasi dan oposisi terhadap Sultan Abdul Hamid II.
Sebagai contoh, anggota loji Scalieri yang bernama Ali Sefkati. Ia adalah editor Koran Istikbal. Ia mempunyai kontak dan aktivitas yang luas di berbagai kota di Eropa. Aktivitas politik Scalieri juga didukung oleh kekuatan-kekuatan besar, terutama Inggris. Pentingnya Ali Sefkati bagi Freemasons sejalan dengan hubungan dekatnya dengan pemimpin Comittee Union and Progress (CUP), Ahmed Riza.
Bahkan, lingkaran pimpinan CUP sekitar Ahmed Riza, juga mencakup sejumlah tokoh Freemasons, seperti Prince Muhammad ‘Ali Salim, pimpinan Freemasons Mesir, yang telah diketahui oleh Sultan sejak pertengahan 1890-an. Juga, di antara aktivis kelompok ini adalah Talat Bey, yang bergabung dengan loji Macedonia Risorta, tahun 1903. (Lebih jauh, lihat Adian Husaini, Tinjauan Historis Konflik Yahudi-Kristen-Islam, (Jakarta: GIP, 2004).
Gerakan Zionis di Turki Utsmani mencapai sukses yang sangat signifikan menyusul pencopotan Sultan pada bulan April 1909. Di antara empat perwakilan National Assembly yang menyerahkan surat pencopotan Sultan itu adalah Emmanuel Carasso (Yahudi) dan Aram (Armenia). (Lihat, Mehmed Maksudoglu, Osmanli History 1289-1922, Kuala Lumpur: IIUM, 1999).
Menelaah proses kehancuran Turki Utsmani dan berdirinya Negara Yahudi Israel tahun 1948, bisa disimpulkan, bahwa akar masalahnya adalah soal kerusakan ilmu, iman, dan akhlak manusia. Akhlak adalah indikator kuat atau lemahnya iman. Negara mana saja yang akhlak pejabatnya sudah rusak, maka keruntuhannya tinggal tunggu waktu.
Jadi, akar masalah kehancuran Turki Utsmani adalah pada kualitas manusianya (SDM). Kasus seperti Turki Utsmani ini juga pernah terjadi saat Perang Salib. Kota Yerusalem dijajah pasukan Eropa selama 88 tahun (1099-1187). Baghdad dihancurkan Mongol tahun 1258.
Dalam dua peristiwa tragis itu, kaum muslimin punya khilafah dan syariat Islam berlaku 100 persen. Karena itu, untuk menyelesaikan masalah Palestina saat ini yang sangat mendesak adalah penggalangan opini global dan bantuan kemanusiaan, serta diplomasi internasional untuk kemerdekaan Palestina. Alhamdulillah, dukungan internasional terhadap Palestina semakin meluas dan menguat.
Setelah Palestina merdeka, agenda berikutnya adalah menjadikan negara Palestina sebagai negeri muslim yang unggul dan patut dijadikan teladan. Palestina memiliki SDM-SDM unggul yang kini tersebar di berbagai belahan dunia. Semakin kejam tindakan Isreal kepada Palestina, maka akan semakin cepat kemerdekaan Palestina dapat diwujudkan. InsyaAllah. Kita berjuang dan berdoa! (Depok, 17 Oktober 2023)
Admin: Kominfo Dewan Da’wah Jatim