Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Pengurus DDII, Jatim
Dewandajwahjatim.com, Surabaya – Ketika kejahatan massif terjadi dan tidak ada satu pun pihak yang mencegahnya, maka Allah yang bertindak sebagai hakim terakhir. Allah bukan hanya mengakhiri kejahatan mereka tetapi menghinakannya. Apa yang dialami Qarun merupakan contoh empirik karena menumpuk harta secara tak wajar. Bukannya menyisihkan sebagian hartanya dan dibagikan kepada orang miskin, Qarun justru memamerkan kepada khalayak. Allah menenggelamkan dia dan hartanya ke bumi. Bencana ini mengakhiri kehidupan mewahnya. Harta yang melimpah tidak membuatnya dekat kepada Allah, tetapi justru semakin menjauhkan batinnya, hingga kemaksiatannya dilakukan secara terbuka.
Qarun dan Pamer Harta
Harta yang dilimpahkan Allah kepada manusia bukan untuk dinikmati sendiri atau dipamerkan kepada orang lain, tetapi dimanfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan kepada Allah dalam bentuk mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk kepentingan orang lain. Namun kebanyakan manusia hilang empati kemanusiaannya, hingga menyimpan hartanya tanpa dikeluarkan sebagiannya kepada orang yang membutuhkannya.
Qarun yang hidup zaman Nabi Musa, justru bersikap lebih jahat. Dia memiliki kekayaan yang melimpah. Kekayaan yang dimilikinya tak bisa dihitung, karena pintu-pintu gudang emas yang dimilikinya dipikul oleh sekelompok manusia yang kuat-kuat. Dengan kekayaan yang melimpah itu, membuatnya bangga dan memamerkan kepada orang lain yang lemah. Kaumnya pun menasehatinya agar mengubur dalam-dalam sikap membanggakan diri. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :
“Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku zalim terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah engkau terlalu bangga. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri.” (QS. Al-Qashas : 76)
Kekayaan yang dianugerahkan Allah tidak membuatnya bersyukur dengan peduli kepada orang lain. Alih-alih mengeluarkan sebagian hartanya, Qarun justru memamerkan hartanya kepada orang-orang yang miskin. Al-Qur’an merekam kejahatan Qarun ini sebagaimana firman-Nya :
“Maka keluarlah dia (Qarun) kepada kaumnya dengan kemegahannya. Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata, “Mudah-mudahan kita mempunyai harta kekayaan seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun, sesungguhnya dia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS. Al-Qashas : 79)
Aksi pamer Qarun ini sempat memantik orang-orang beriman berkeinginan untuk memiliki kekayaan sebagaimana yang dimiliki Qarun. Artinya, aksi pamer Qarun sempat memalingkan orang-orang yang beriman dan melirik Qarun sebagai manusia yang sukses. Perilaku Qarun ini jelas menggoda orang-orang yang fokus berbuat baik, dan menginginkan pola kehidupan yang dijalami Qarun.
Apa yang dilakukan Qarun bisa jadi mempengaruhi pola pikir orang-orang yang lemah imannya sehingga meniru pola pikir masyarakat dengan mengumpulkan harta kekayaan. Gaya hidup membanggakan kekayaan, bukan berbagi kepada orang yang lemah, merupakan pola hidup yang kurang mendidik dan tak peduli pada orang lain. Apa yang dilakukan Qarun ini telah menghilangkan empati kepada orang yang condong kepada dunia. Hilangnya empati dan menumpuk harta yang tak terkontrol ini, membuat Allah murka, dimana harta yang dianugerahkan kepada Qarun hanya untuk dipamerkan bukan diambil sebagiannya untuk hajat hidup orang yang membutuhkannya. Al-Qur’an mengabadikan hal itu sebagaimana firman-Nya :
“Maka Kami benamkan dia (Qarun) bersama rumahnya ke dalam Bumi. Maka tidak ada baginya satu golongan pun yang akan menolongnya selain Allah, dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri.” (QS. Al-Qashas : 81)
Terbenamnya Qarun dan kekayaannya sebagai pelajaran penting bagi manusia yang memiliki kekayaan untuk diambil sebagian dan disalurkan kepada orang yang membutuhkannya. Dibenamnya Qarun beserta harta kekayaan yang melimpah itu merupakan jalan paling adil. Karena keberadaan harta itu tidak memiliki manfaat tetapi justru mendatangkan sifat iri dan dengki hingga mendorong orang-orang yang lebih imannya untuk berperilaku menyimpang.
Di sisi lain, tidak ada satu pun kekuatan yang mampu menghentikan perilaku pamer Qarun. Di saat seperti ini, maka Allah bertindak langsung dengan menenggelamkan kekayaannya dengan tragis. Allah menenggelamkan harta ke bumi itu sebagai bentuk peringatan kepada siapapun manusia yang hidupnya hanya menumpuk harta dan memamerkan kepada orang lain.
Allah tidak akan membiarkan kejahatan Qarun ini terus menerus. Betapa tidak, Qarun mengumpulkan secara tak wajar. Ketidakwajaran itu setidaknya bisa dilihat dari dua aspek. Pertama, cara mengumpulkan harta. Qarun menumpuk harta secara melampaui batas. Betapa tidak, kuci pintu gudangnya saja dipikil oleh sekelompok orang yang kuat-kuat. Kedua, cara memperlakukan harta. Karunia berupa harta yang banyak tidak menumbuhkan mental berbagi. Dia justru pamer harta kepada orang lain dan ini menumbuhkan mental buruk, hingga lalai terhadap kebutuhan akherat.
Paparan Al-Qur’an tentang Qarun sebagai pelajaran berharga agar orang-orang yang berharta lebih, bisa tumbuh empatinya kepada orang yang lemah. Manusia-manusia seperti Qarun ini senantiasa muncul di tengah masyarakat. Mereka mengumpulkan harta dengan cara yang tak wajar dan tidak mengeluarkan sebagiannya untuk kepentingan orang lain. Allah tidak mungkin membiarkan manusia-manusia yang kaya dan hidup mewah tetapi memiliki empati yang rendah. Ini merupakan kejahatan kemanusiaan. Oleh karenanya wajar apabila Allah meluluhlantakkan harta orang-orang kaya namun tak memiliki belas kasihan kepada masyarakat yang miskin dan membutuhkan uluran tangannya.
Surabaya, 31 Agustus 2023
Admin: Kominfo DDII Jatin