BERADABLAH KEPADA ILMU,AGAR PIKIRAN TERATUR DAN HIDUP BAHAGIA

Artikel Terbaru (ke-1.585)
Oleh: Dr. Adian Husaini

Ketua Umum Dewan Da’wah

Dewandakwahjatim.com, Depok -:Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas memberikan penjelasan yang indah dan sangat bermakna tentang adab kepada ilmu. Berikut ini penjelasan beliau dalam buku Risalah untuk Kaum Muslimin: 
”Apabila dia (adab. Pen.) dirujukkan pada alam ilmi pula, maka dia bermaksud  pada ketertiban budi menyesuaikan haknya pada rencana susunan berperingkat martabat yang mensifatkan ilmu; umpamanya pengenalan serta pengakuan akan ilmu bahawa dia itu tersusun  taraf keluhuran serta keutamannya, dari yang bersumber pada wahyu ke yang berpunca pada perolehan dan perolahan akal; dari yang fardu ain ke yang fardu kifayah; dari yang merupakan hidayah bagi kehidupan ke yang merupakan kegunaan amali baginya. Dan adab terhadap ilmu itu iaitu mengenali serta mengakui taraf keluhuran serta keutamaan yang terencana pada ilmu, nescaya dapat menghasilkan dalam diri pencapaian yang seksama terhadap meramukan, menurut taraf keperluannya, pelbagai macam ilmu yang membina keadilan dalam diri. Dan keadilan dalam diri itu menyesuaikan haknya pada kewajiban membimbingnya ke arah pengenalan serta pengakuan akan ilmu yang bersumberkan wahyu, yang menyesuaii hak diri jua, dan yang dengannya dapat menjelmakan akibat amali dalam diri sehingga menyelamatkannya dunia-akhirat.” (Uraian selengkapnya tentang adab bisa dikaji dalam buku Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin (Kuala Lumpur: ISTAC, 2001)

Jadi, seperti ditegaskan oleh Prof. Naquib al-Attas, di dalam Islam, konsep ”adab” memang sangat terkait dengan pemahaman tentang wahyu. Orang beradab adalah yang dapat memahami dan meletakkan sesuatu pada tempatnya, sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan oleh Allah.


Konsep adab seperti ini sesuai dengan istilah dan tujuan Pendidikan Islam itu sendiri, yaitu ta’dib dan tujuannya adalah membentuk manusia yang beradab (insan adab). Prof. Syed Naquib al-Attas dalam bukunya, Islam and Secularism, menggariskan tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk orang baik.
“Orang baik” atau good man, bisa dikatakan sebagai manusia yang memiliki berbagai nilai keutamaan dalam dirinya. Dengan berpijak kepada konsep adab dalam Islam, maka “manusia yang baik” atau “manusia yang beradab”, adalah manusia yang mengenal Tuhannya, mengenal dan mencintai Nabinya, menjadikan Nabi SAW sebagai uswah hasanah, menghormati para ulama sebagai pewaris Nabi, memahami dan meletakkan ilmu pada tempat yang terhormat – paham mana ilmu yang fardhu ain, dan mana yang fardhu kifayah; juga mana ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang merusak – dan memahami serta mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifatullah fil-ardh dengan baik.


Prof Wan Mohd Nor Wan Daud membuat uraian tentang adab dalam soal keilmuan:
“Mengacu pada domain ilmu, adab berarti disiplin intelektual (ketertiban budi) yang mengenali dan mengakui hirarki ilmu berdasarkan kriteria keluhuran dan keutamaan, sehingga sesuatu yang didasarkan pada wahyu harus dikenali dan diakui sebagai sesuatu yang lebih sempurna dan ditempatkan pada prioritas yang lebih tinggi daripada hal-hal yang didasarkan pada intelek. Segala sesuatu yang fardhu ‘ain harus selalu ditempatkan di atas hal-hal yang fardhu kifayah. Apa-apa yang dapat memberikan bimbingan (hidayah) dalam kehidupan adalah lebih unggul daripada hal-hal yang memiliki kegunaan amali. Adab terhadap ilmu akan menghasilkan cara-cara yang tepat dan benar dalam belajar dan dalam menerapkan sains yang berbeda, di mana pandangan dunia metafisik, prinsip-prinsip etika-hukum dan kepedulian, membentuk dan membimbing penelitian dan pengembangan dalam humaniora, sains alam dan sosial serta sains terapan..


Adab terhadap ilmu akan menghasilkan cara yang tepat dan benar dalam belajar dan dalam mengaplikasikan sains yang berbeda-beda, di mana pandangan alam metafisik, prinsip-prinsip dan perhatian pada etika-hukum akan membentuk dan membimbing pelajaran dan pengembangan dari humaniora, ilmu-ilmu sosial, natural dan sains terapan. Dalam hubungannya dengan hal tersebut, penghormatan yang tepat kepada para ulama, peneliti dan guru dalam berbagai bidang yang berbeda adalah merupakan salah satu bentuk manifestasi adab terhadap ilmu. Menjadi tanda yang jelas dari kebingungan (confusion) dan hilangnya adab terhadap ilmu secara umum dan terhadap studi agama dan humaniora secara khusus, apabila metode dalam mengevaluasi kepakaran (professional excellence) dalam bidang sains natural dan bidang-bidang yang terkait dengan teknologi digunakan untuk menjustifikasi (menilai) studi agama dan humaniora. Juga merupakan salah satu indikasi hilangnya adab adalah apabila studi agama, dalam hal ini studi Islam, yang berdasarkan sumber-sumber wahyu, harus dikategorikan atau ditempatkan di bawah ilmu-ilmu kemanusian atau sains sosial. (Wan Mohd Nor Wan Daud, Islamisasi Ilmu-ilmu Kontemporer dan Peran Universitas Islam dalam Konteks Dewestnernisasi dan Dekolonisasi (Kuala Lumpur: Casis-UTM, 2013).


Silakan dibaca berulang-ulang konsep Prof. Syed Naqub al-Attas tentang adab kepada ilmu yang kemudian diuraikan oleh Prof. Wan Mohd Nor. Penjelasan ini sangat penting bagi para dosen, guru, peneliti, mahasiswa, dan juga orang tua, agar dapat menata ilmu dengan tepat sesuai hirarkinya. Tempatkanlah ilmu-ilmu secara tepat. 
Ilmu adalah asupan bagi jiwa manusia. Ilmu yang masuk ke dalam diri manusia pun perlu diatur secara proporsional agar menyehatkan jiwa. Ilmu yang tepat akan berdampak kepada ketenangan jiwa, karena akan mendorong manusia memahami segala sesuatu dengan tepat. Ia akan beradab kepada Tuhan, karena memahami hakikat dirinya dan hakikat Tuhannya. Wajarlah, jika orang-orang seperti ini akan tenang hidupnya, sebab ia senantiasa berzikir dan bersyukur akan segala karunia Tuhannya.
Inilah pentingnya adab ilmu bagi setiap insan. Dengan adab, seorang akan mampu mengatur ilmu-ilmu yang diterimanya dengan tepat, sesuai derajatnya. Tanpa adab, seorang tidak mampu menempatkan berbagai informasi yang diterimanya secara sistematis. Mungkin ia banyak menerima pelajaran, tetapi pikirannya tambah kacau dan jiwanya resah. 
Karena itu, bagaimana pun, dalam mencari ilmu, seseorang memerlukan guru (pembimbing atau pelatih jiwa) yang mumpuni. Maka, jangan salah pilih guru! Wallaahu A’lam bish-shawab. (Depok,  Juli 2023).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *