Dr. Slamet Muliono Redjosari
Pengurus Dewan Da’wah, Jawa Timur
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Negara sedang diuji dengan skandal keuangan dan rendahnya etika moral pejabat publik. Mereka menggunakan kekuasaan untuk melakukan penyimpangan terhadap harta publik. Alih-alih bertobat dan mengakui kesalahannya, pelaku kejahatan justru mempertahankan diri dan balik mengancam pengkritiknya untuk menutupi kejahatannya. Ajakan boikot dari bayar pajak, sebagai respon atas massifnya penyelewengan properti milik publik, justru melahirkan respon berupa ancaman. Sri Mulyani sebagai menteri keuangan bukan meminta maaf atas perilaku bawahannya, tetapi justru berbalik mengancam akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) berlipat. Rendahnya etika-moral pejabat publik bukan hanya menghilangkan kesadaran, tetapi mendorong perilaku angkuh dengan menggunakan wewenangnya. Hal ini mengingatkan penyimpangan perilaku yang dilakukan para pembesar di era nabi-nabi terdahulu, yang semakin marah ketika diingatkan untuk menjalani hidup yang wajar.
Skandal Kejahatan
Masyarakat Indonesia sudah tidak bisa menahan diri untuk meminta pertanggungjawaban secara moral-etik pada Menteri Keuangan (Menkeu) atas skandal yang melibatkan direktorat pajak. Hal ini terungkap adanya perilaku bawahan mereka yang hedonis dengan mempertontonkan kekayaan tak wajar Hal itu bermula dari skandal yang melibatkan bawahannya, Rafael Alun Trisambodo. Rafael sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki kekayaan dan gaya hidup yang fantastis. Sebagai mantan pejabat eselon III di Ditjen pajak, memiliki kekayaan mencapai 56 M di dalam LHKPN. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan rekening Rafael dan keluarga dengan transaksi senilai 500 M.
Hal ini tentu membakar jiwa publik dengan meminta pertanggungjawaban Menkeu. Alih-alih berterima kasih atas sorotan publik, Menkeu justru marah dan bakal menaikkan harga BBM tiga kali lipat jika masyarakat memboikot dari bayar pajak. Publik pun berbalik menantang agar Menkeu menaikkan sepuluh kali lipat.
Respon pejabat publik seperti ini bukan hanya menunjukkan rendahnya empati, tetapi justru sangat angkuh. Seharusnya dia berempati dengan memahami psikologis masyarakat yang marah karena melihat pimpinan yang tidak bisa menciptakan sistem keuangan yang adil dan berkeadaban. Dalam situasi sulit dan ekonomi yang sudah, rakyat justru dipertontonkan dengan perilaku kontradiktif dengan memperlihatkan perilaku hedonistik.
Ketika mendapatkan teguran rakyat untuk introspeksi atas kebijakan di bidang keuangan yang memperkaya segelintir bawahannya, Sri Mulyani justru mawah dana balik mengancam masyarakat. Hal ini mengingatkan sejarah para utusan Allah didatangkan untuk mengingatkan kepada kaumnya yang sedang bertindak menyimpang dalam menjalani kehidupan.
Para rasul diutus khusus untuk mengembalikan jalan yang harus dilalui manusia dari jalan-jalan yang menjauhkan dirinya dari fitrah yang lurus. Penyimpangan dari jalan yang lurus hingga tidak lagi menghiraukan standar kepantasan yang berlaku. Utusan Allah itu ingin mengembalikan kaumnya ke jalan yang benar. Apa yang dilakuka Nabi Nuh, Hud, Shalih dan lainnya mengingatkan kaumnya agar menghentikan perbuatan dosanya.
Para utusan Allah itu mengingatkan untuk takut kepada Allah atas perilakunya yang menyimpang. Dengan takut kepada Allah diharapkan bisa menghentikan kemaksiatan yang dilakukan secara berjamaah. Rakyat pun mengingatkan para pembesar di bidang keuangan untuk sadar akan penyimpangannya dengan berperilaku yang wajar tanpa mempertontonkan pola hidup yang bermewah-mewah. Hidup bermewah-mewah sangat tidak pantans di tengah masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi.
Berakhir Melelahkan
Kejahatan terbesar yang dilakukan secara berjamaah, akan berakhir kehinaan. Ketika kementerian keuangan tidak menghentikan gaya hidupnya yang hedonis, maka rakyat akan terus mempersoalkan sehingga tidak akan bisa bekerja maksimal. Sebagai pejabat dipandang kurang pantas memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri. Ketika perilaku ini tidak dihentikan, rakyat akan semakin massif untuk menuntut mundur karena tidak mampu menjadi pemimpin yang menjadi teladan bagi rakyatnya.
Sebagai pejabat publik sepatutnya memberi contoh perilaku yang agung. Namun ketika tidak menjalankan prinsip berperilaku dengan memperhatikan standar kepantasan, maka mereka akan direndahkan dan dihinakan. Sebagai pejabat yang mengurusi kepentingan masyarakat, bukannya membawa kebaikan tetapi justru membawa petaka bagi masyarakatnya. Ketika mendapatkan kritik dari masyarakatnya, mereka justru menunjukkan taringnya dengan mengancam pihak yang mengkritiknya.
Seolah kebal hukum, mereka justru menyiapkan senjatan dengan menakut-nakuti masyarakat yang mengkritiknya. Bahkan masyarakat diancam balik ketika khawatir akan kedudukannya. Para pejabat publik itu tetap yakin bahwa apa yang mereka lakukan sebagai jalan terbaik. Ketika mereka kukuh menolak masukan, dengan berbalik mengancam, maka masyarakatnya justru semakin menghinakannya.
Ketika menolak kritik yang tajam, maka rakyatpun semakin kritis dengan mencari-cari kesalahannya. Berbagai kebijakannya yang dinilai menyimpang, karena lalai membiarkan bawahannya memperkaya diri. Menkeu juga mulai dipertanyakan karena menjabat 30 jabatan yang melekat padanya. Bahkan muncul tuntutan untuk mengevaluasi jabatan-jabatan eselon I dan II yang berada di bawahnya langsung.
Apa yang dilakukan oleh Rafael, sebagai pejabat eselon III, telah mempertontonkan kekayaan di luar kewajaran. Maka rakyat pun curiga dengan para pejabat di atas Rafael, yang dimungkinkan memiliki kekayaan yang jauh lebih besar. Oleh karena itu, tuntutan mundur dari Menkeu sangat wajar, Sri Mulyani tidak mampu menciptakan sistem keuangan yang membersihkan pejabat yang ada di bawahnya.
Ironisnya, ketika mendapat sorotan tajam atas perilaku bawahannya, bukan berterima kasih, Sri Mulyani justru berbalik mengancam akan menaikkan BBM bila rakyat menolak bayar pajak. Fenomena ini menunjukkan hilangnya etika moral sebagai pejabat publik, karena bukan rendah hari dan berterima kasih, tetapi justru menyerang balik dengan menunjukkan taring kekuasannya.
Surabaya, 14 Maret 2023