Politik Identitas : Keterbukaan dan Keteladanan

Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Pengurus Dewan Dakwah, Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Islam sebagai identitas politik bukan hanya boleh diproklamirkan tetapi wajib ditunjukkan dengan memberi contoh dengan menjalankan ajaran Islam. Hal ini seiring dengan kekhawatiran beberapa pihak yang melarang menggunakan politik identitas yang membawa-bawa agama dalam urusan politik. Islam sendiri mengajarkan kepada siapapun untuk berbuat baik, baik dalam konteks internal (individu-keluarga) maupun eksternal (masyarakat-negara). Islam justru melarang untuk beridentitas ganda, dimana ketika berkumpul dengan komunitas internal sangat jujur dan amanah, tetapi saat bergaul dengan pihak eksternal justru culas dan rakus. Islam melarang pribadi yang Machiavelis, dimana menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Yang demikan ini merupakan identitas munafik, dimana penampilannya muslim tapi praktek politiknya tak mengenal halal-haram.

Perbedaan Identitas : Kompetisi Kebaikan

Islam sejak awal memerintahkan kepada umatnya untuk berbuat baik dan memproduksi kebaikan. Alih-alih merusak tatanan yang baik, umat Islam justru memperbaiki tatanan kea rah yang lebih baik. Identitas Islam memang harus ditunjukkan dengan kontribusi umat Islam yang memperbaiki keadaan dan memberi keteladanan. Di tengah pluralitas etnis, dan suku bangsa yang beragam, Al-Qur’an memerintahkan untuk berbuat mulia. Hal ini sebagaimana diperintahkan Allah sebagaimana firman-Nya :

يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَا رَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat : 13)

Identitas muslim tidak menghalangi untuk berbuat baik kepada siapapun, meski beda agama atau beda status sosial. Menolong orang lain tidak harus menanyakan identitas agama atau suku apa, tetapi berbuat baik kepada sesama manusia yang diciptakan oleh Tuhan yang sama. Identitas sosial-politik atau identitas agama-keyakinan yang berbeda hanya untuk menunjukkan jati diri, bukan untuk saling meremehkan atau merendahkan yang lain. Dengan kata lain, identitas apapun berpeluang sama untuk menciptakan kebaikan. Sehingga adanya identitas yang berbeda justru menciptakan suasana berkompetisi saling menguatkan, bukan saling menghancurkan.

Di dunia politik bukan sebagai panggung untuk mempertontonkan kesenangan dan memamerkan identitas untuk menindas orang yang beridentitas lain. Islam mendorong kepada umat Islam untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan berkhidmat dalam berbuat kebenaran. Al-Qur’an juga mengakui adanya sekelompok manusia dengan karakter dan beridentitas merusak yang mengorientasikan dirinya untuk memperturutkan kesenangan dan hidup berfoya-foya. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :

ذَرْهُمْ يَأْكُلُوْا وَيَتَمَتَّعُوْا وَيُلْهِهِمُ الْاَ مَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُوْنَ

“Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong) mereka, kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya).” (QS. Al-Hijr : 3)

Perbuatan yang memperturutkan keinginan sesaat bukan hanya lalai untuk memperhitungkan dampak buruk, tetapi tidak menyadari terciptanya kerusakan besar yang ditimbulkan atas tindakannya. Oleh karenanya Allah pantas bila mengganjarnya dengan menyiapkan neraka Jahannam. Identitas kafir inilah yang hidupnya dipenuhi dengan kesesatan dan salah jalan, sehingga kehidupannya menjadi musuh bersama di tengah masyarakat. Maka sangat pantas bila mereka menjadi sasaran amarah kolektif, sehingga mereka mendapatkan siksaan yang nggak pernah padam. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :

وَمَنْ يَّهْدِ اللّٰهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ ۚ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ اَوْلِيَآءَ مِنْ دُوْنِهٖ ۗ وَنَحْشُرُهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ عَلٰى وُجُوْهِهِمْ عُمْيًا وَّبُكْمًا وَّصُمًّا ۗ مَأْوٰٮهُمْ جَهَـنَّمُ ۗ كُلَّمَا خَبَتْ زِدْنٰهُمْ سَعِيْرًا

“Dan barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, dialah yang mendapat petunjuk, dan barang siapa Dia sesatkan, maka engkau tidak akan mendapatkan penolong-penolong bagi mereka selain Dia. Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari Kiamat dengan wajah tersungkur, dalam keadaan buta, bisu, dan tuli. Tempat kediaman mereka adalah Neraka Jahanam. Setiap kali nyala api Jahanam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi mereka.” (QS. Al-Isra’ : 97)

Lalai Akherat : Akar Kejahatan Kolektif

Al-Qur’an menggambarkan akar kejahatan orang-orang yang berbuat sehendak hatinya, karena tidak percaya adanya hari pembalasan atas perbuatan baik atau buruknya. Mereka hanya percaya bahwa kehidupan hanya sekali di dunia ini saja. Mereka menolak hari hari kebangkinan yang akan membalas kebaikan atau kejahatan. Tidak percaya adanya hari kebangkitan itu didasarkan oleh ketidakpercayaannya atas bersatunya jasad yang sudah hancur lebur. Hal iniabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :

ذٰلِكَ جَزَآ ؤُهُمْ بِاَ نَّهُمْ كَفَرُوْا بِاٰ يٰتِنَا وَقَا لُوْۤا ءَاِذَا كُنَّا عِظَا مًا وَّرُفَا تًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَ خَلْقًا جَدِيْدًا

“Itulah balasan bagi mereka, karena sesungguhnya mereka kafir kepada ayat-ayat Kami dan (karena mereka) berkata, “Apabila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk baru?”” (QS. Al-Isra’ : 98)

Mereka sangat yakin bahwa hidup ini sekali saja dan setelah kematian tidak ada lagi kehidupan. Pantas apabila mereka mengekploitasi dirinya untuk menikmati hidup dan tidak peduli atas baik-buruk, atau halal-haram. Sehingga mereka bebas untuk memfitnah, menteror atau menyiksa dan bahkan membunuh siapapun yang menghalangi kepentingannya.
Oleh karena itu, Al-Qur’an mengingatkan kepada utusan-Nya untuk mengajak manusia untuk sadar adanya hari penyesalan. Pada hari itu siapapun yang pernah melakukan kejahatan akan mendapatkan balasan sesuai dengan perbuatan yang pernah dilakukan ketika merugikan orang lain. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :

وَاَ نْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ اِذْ قُضِيَ الْاَ مْرُ ۘ وَهُمْ فِيْ غَفْلَةٍ وَّهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ

“Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus, sedang mereka dalam kelalaian dan mereka tidak beriman.” (QS. Maryam : 39)

Pada hari ini, orang yang beridentitas kafir akan menyesali segala perbuatannya karena mendapatkan balasan atas kejahatannya. Dan bagi orang muslim akan menjadi hari yang membahagiakan karena memanen amal kebaikan ketika di dunia. Puncak penyesalan orang kafir karena melihat orang-orang beridentitas Islam mendapatkan balasan amal kebaikan yang telah disemai ketika hidup di dunia.

Surabaya, 2 Desember 2022

Admin: Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *