PEMIKIRAN MENARIK SYEKH AL-QARADHAWI TENTANG PENCEGAHAN KEMUNKARAN

(Artikel ke-1.305)
Oleh: Dr. Adian Husaini
Ketua Umum Dewan Dakwah

Dewandakwahjatim.com, Depok – Ulama internasional Syekh Yusuf al-Qaradhawi baru saja (27 September 2022) dipanggil Allah SWT di Doha Qatar. Umat Islam di berbagai belahan dunia terus menyampaikan doa untuknya. Sebab, melalui ratusan bukunya, ia telah menebar manfaat yang begitu besar bagi kemajuan Islam dan umatnya.
Berikut ini sebagian khazanah pemikiran penting yang diwariskan kepada kita. Yakni, tentang kiat melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Rasulullah saw mengingatkan: “Apabila umatku sudah mengagungkan dunia maka akan dicabutlah kehebatan Islam; dan apabila mereka meninggalkan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar, maka akan diharamkan keberkahan wahyu; dan apabila umatku saling mencaci, maka jatuhlah mereka dalam pandangan Allah.” (HR Tirmidzi).

Imam al-Ghazali, dalam Ihya’ Ulumiddin, juga memperingatkan, jika amar ma’ruf nahi munkar tidak dijalankan, maka syiar kenabian akan hilang, agama rusak, kesesatan tersebar, kebodohan merajalela, satu negeri akan binasa. Begitu juga umat secara keseluruhan akan binasa.

Begitu pentingnya kedudukan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar ini, sehingga nilai-nilai pejuang itu harus ditanamkan dalam diri seorang muslim, sedini mungkin. Luqman al-Hakim mendidik anaknya, agar menegakkan shalat dan menjalankan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar. (QS Luqman: 17).

Rasulullah saw memerintahkan, siapa saja orang muslim yang melihat kemungkaran, maka ia harus berusaha mengubah dengan ’tangannya’, dengan lisannya, dan dengan hatinya. Inilah selemah-lemah iman. Karena itu, pada dasarnya, setiap muslim adalah dai dan pejuang penegak kebenaran dan pelemah kemunkaran.

Akan tetapi, seringkali aktivitas melemahkan atau mencegah kemunkaran itu bukan hal yang sederhana. Apalagi, jika kemunkaran itu didukung atau dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan. Para ulama pun memberikan panduan penting tentang pencegahan kemunkaran, sehingga meraih kesuksesan dalam pelaksanaannya.

Syekh Yusuf Qaradhawi termasuk ulama yang memberikan pemikiran penting tentang maslaah ini. Ia mengungkapkan sejumlah prasyarat untuk mengubah kemunkaran, sesuai dengan hadits Nabi “Barangsiapa diantara kamu yang melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan “tangannya” dan seterusnya.”
Pertama, kemunkaran itu adalah sesuatu yang diharamkan oleh Syari’ (Pembuat Syariat — Allah SWT) dengan pasti, bukan soal khilafiah. Tidak termasuk kategori “al-munkar” misalnya, soal fotografi, boneka mainan, soal cadar, penetapan puasa dengan hilal atau ru’yat. Seorang kelompok Muslim tidak boleh menganggap soal-soal yang masih menjadi perdebatan para fuqaha itu sebagai hal yang munkar.

Kedua, kemunkaran itu dilakukan secara terang-terangan. Kemaksiatan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi tidak boleh diintip, memasang alat perekam, atau kamera, untuk mengetahuinya.

Ketiga, adanya kemampuan untuk bertindak dan mengubah kemunkaran. Jika tidak mampu dengan “tangan”, maka dapat dilakukan dengan “lisan”. Biasanya yang mempunyai kemampuan mengubah dengan “tangan ” adalah penguasa. Bagaimana jika kemunkaran itu dilakukan oleh pemerintah atau pihak lain yang dilindunginya? Menurut Syekh Qaradhawi, para aktivis itu harus mempunyai salah satu dari tiga kekuatan (militer, suara di dalam majelis atau dewan perwakilan, dan kekuatan massa). Jika salah satu dari tiga kekuatan itu tidak dimiliki, Syekh Qaradhawi menganjurkan, hendaknya perlawanan terhadap kemunkaran tetap dilakukan dengan lisan, tulisan, dakwah, nasehat-nasehat, dan pengarahan-pengarahan, sehingga ia dapat menguasai opini publik yang kuat yang menuntut perubahan kemunkaran. Hendaknya menyiapkan generasi yang andal dan beriman kuat yang mampu mengemban tugas mengubah kemunkaran. Inilah yang diisyaratkan oleh hadits Abu Tsa’labah al-Husaini, ketika ia bertanya kepada Nabi SAW tentang ayat “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepada dirimu apabila kamu telah mendapat petunjuk” (QS al-Maidah:105).
Lalu, Nabi saw bersabda kepadanya: “Laksanakanlah amar ma’ruf dan nahi munkar; hingga jika kamu melihat kebakhilan sudah dipatuhi, hawa nafsu sudah diperturutkan, keduniaan lebih diutamakan, dan masing-masing orang mengunggulkan dan mengagumi pendapatnya sendiri, maka hendaklah kamu menjaga dirimu sendiri secara khusus dan biarkanlah orang banyak. Karena di belakang kamu nanti akan ada hari-hari yang pada waktu itu orang yang sabar bagaikan orang yang memegang bara api. Orang yang beramal saleh pada waktu itu mendapatkan pahala seperti pahala lima puluh orang yang beramal saleh seperti amal kamu.” (HR Tirmidzi).
Keempat, tidak dikhawatirkan akan menimbulkan kemunkaran yang lebih besar. Jadi, tindakan untuk mengubah kemunkaran, harus diperhitungkan, hendaknya tidak menimbulkan kemunkaran atau kemudharatan yang lebih besar. Misalnya, menjadi pemicu tertumpahnya darah orang-orang yang tidak bersalah, perusakan kehormatan, perampasan kekayaan, dan berakibat semakin kokohnya kemunkaran atau semakin sewenang-wenangnya orang yang sombong dan membuat kerusakan di muka bumi. Karena itu, para ulama mensyariatkan perlunya berdiam diri terhadap kemunkaran, jika dikhawatirkan menimbulkan kemunkaran yang lebih besar. (Yusuf al-Qaradhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer Jld. II, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998).


Menyimak syarat-syarat yang diajukannya tersebut, tampak Syekh al-Qaradhawi
sangat menekankan pada perlunya kecermatan dan kejituan dalam menyikapi suatu kemunkaran dan menyiapkan rencana perubahan dengan matang dan tidak gegabah atau sekedar main hantam kromo atau mengandalkan emosi semata. Dalam hal ini diperlukan ilmu dan hikmah, agar dakwah dalam hal pencegahan kemunkaran ini meraih sukses.
Artinya, untuk melawan al-munkar harus dilakukan dengan cara-cara yang “profesional”. Misalnya, mencegah kemunkaran dalam bentuk kurikulum pendidikan yang mengajarkan paham sekulerisme-materialisme, perlu dilakukan dengan berbasis kepada riset yang memadai. Kemunkaran ilmu harus dijawab dengan ilmu pula. Tidak cukup hanya mengandalkan kekuasaan. Wallahu A’am bish-shawab. (Depok, 27 September 2022).

Admin: Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *