Oleh: Dr. Adian Husaini
Ketua Umum Dewan Dakwah
Dewandakwahjatim.com, Depok - ldul Fithri 1443 H, bertepatan dengan 2 Mei 2022. Pagi hari itu saya menyampaikan khutbah Idul Fithri di lapangan Masjid al-Azhar asy-Syarf Bumi Serpong Damai (BSD) City. Shalat Id hari itu dihadiri ribuan jamaah. Alhamdulillah, situasi Pandemi Covid-19 sudah semakin mereda.
Dalam khutbah sekitar 30 menit, saya menekankan pentingnya terus merawat prestasi Ramadhan. Sebab, pasca Ramadhan, tantangan iman dan akhlak semakin berat. Pasca Ramadhan, setan jenis manusia dan setan jenis jin akan semakin aktif dalam upaya mereka menyesatkan manusia. Karena itulah, ada tiga langkah yang perlu dilakukan untuk mengawal iman dari kesesatan, agar prestasi Ramadhan kita tetap terjaga bahkan semakin meningkat.
Pertama, menjaga pergaulan. Pilih teman-teman yang baik dalam kehidupan sehari-hari, baik teman di dunia nyata maupun teman di dunia maya (online). Untuk memahami seseorang, lihat saja teman kepercayaannya. Dengan melecak jejak digital seseorang, kita bisa memahami seseorang, dengan melihat teman-teman akrabnya.
InsyaAllah, jika seseorang merasa nyaman berteman dengan orang-orang baik, ia akan terjaga dalam lingkungan yang baik. Bahkan, salah satu obat hati yang sangat terkenal adalah “Berkumpullah dengan orang-orang shaleh.”
Kedua, perbanyak doa tentang keselamatan agama. Misalnya, doa yang sering kita baca sehari-hari: “Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba’da idz hadaitanaa…”… “Allahumma inna nas’aluka salaamatan fid-diin…” … “Allahumma ya muqallibal quluub, tsabbit quluubanaa ‘alaa diinika…”… “Allaahumma arinal haqqa haqqan war-zuqna ittibaa’an.” Dan sebagainya.
Doa-doa seperti itu perlu terus dipanjatkan kepada Allah, dengan tanpa henti. Doa adalah senjata orang mukmin. Di tengah-tengah tantangan dan godaan dunia yang begitu kuat di zaman disrupsi ini, maka doa pun perlu dikuatkan. Mungkin saja seseorang tahu bahwa suatu tindakan itu tidak baik, tetapi karena tarikan nafsu terlalu kuat, bisa saja seseorang terjatuh dalam kesalahan. Jika ia tidak segera bertobat, maka ia bisa terseret makin jauh ke jalan kesesetan.
Ketiga, terus gigih mencari ilmu, khususnya tentang hal-hal yang dapat mengawal pemikiran dan keimanannya. Pasca Ramadhan ini, dunia media online dan media sosial semakin aktif dalam manarik pembaca, pemirsam atau pelanggan. Berbagai cara dilakukan untuk mengajak kepada kebaikan. Pada saat yang sama, para penyeru kebatilan pun berlomba-lomba mempromosikan gagasannya. Bahkan secara terbuka menarik orang-orang muslim ke jurang kesesatan.
Para penyeru kebatilan juga tak jarang menggunakan dalil-dalil al-Quran untuk menyesatkan manusia. Berbagai tawaran gagasan atau konsep-konsep yang memukau dikampanyekan di tengah masyarakat. Inilah yang dilakukan setan-setan dari jenis manusia dan setan-sesetan dari jenis jin.
“Demikianlah kami jadikan untuk setiap Nabi ada musuh, yaitu setan dari jenis manusia dan setan dari jenis jin. Mereka menyebarkan kata-kata yang indah dengan tujuan untuk menipu.” (QS 6:112).
Untuk menghadapi upaya penyesatan semacam ini, maka diperlukan ilmu yang memadai. Seorang muslim bukan hanya wajib tahu tentang keimanan, tetapi juga wajib tahu tentang hal-hal yang membatalkan iman. Karena itu, sesuai perintah Nabi Muhammad saw, mencari ilmu adalah wajib dilakukan, sepanjang hayat.
Tahun 1973, Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, menerbitkan bukunya berjudul: Risalah untuk Kaum Muslimin. Buku ini memuat pemikiran-pemikiran penting dan mendasar tentang Islam dan tantangan yang dihadapi umat Islam di era modern.
Begini pesan Prof. Naquib al-Attas kepada umat Islam: “Seperti juga dalam ilmu peperangan kau harus mengenali siapakah dia seterumu itu; di manakah letaknya kekuatan dan kelemahan tenaganya; apakah helah dan tipu muslihatnya bagi mengalahkanmu; bagaimanakah cara dia menyerang dan apakah yang akan diserangnya; dari jurusan manakah akan serangan itu didatangkan; siapakah yang membantunya, baik dengan secara disedari mahupun tiada disedari – dan sebagainya ini, maka begitulah kau akan lebih insaf lagi memahami nasib serta kedudukan Islam dan kau sendiri dewasa ini apabila penjelasan mengenai seterumu itu dapat dipaparkan terlebih dahulu.” (Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, (Kuala Lumpur: ISTAC, 2001).
Itulah sebagian isi khutbah Idul Fithri yang saya sampaikan pada 2 Mei 2022. Pesan lain yang penting setiap memasuki Idul Fithri adalah pentingnya terus meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
Setelah kita berjihad melawan hawa nafsu selama Ramadhan, kita berharap, meningkatlah derajat taqwa kita. Secara pribadi, ketaqwaan ditunjukkan dengan sikap meningkatnya semangat kita dalam ibadah. Misalnya, kita makin bergiat dalam aktivitas thalabul ilmi, meningkatkan keilmuan kita, sehingga makin memahami ayat-ayat Allah SWT dan semakin meningkat pula kecintaan untuk beribadah kepada Allah SWT.
Salah satu indikator orang taqwa adalah keyakinan yang mendalam terhadap kehidupan akhirat (wabil-aakhirati hum yuuqinuun). Orang yang taqwa pasti yakin bahwa hidup di dunia ini hanya sebentar saja. Akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya. Karena itu, orang yang taqwa pastilah orang yang bahagia hidupnya, sebab ia tidak akan bersedih yang berlebihan saat tertimpa musibah atau bersenang-senang di dunia sehingga lupa diri gara-gara mendapatkan satu kenikmatan duniawi.
Dunia ini hanya sementara. Manusia mengalami keresahan karena dua hal saja. Resah karena apa yang sudah terjadi, dan kedua, resah karena apa yang kemungkinan akan terjadi, yang dibayangkannya akan menyusahkan dirinya. Karena itulah, kita disuruh banyak-banyak berzikir kepada Allah, jika kita ingin memiliki hidup yang tenang, hidup yang bahagia. Yang lalu, dan sudah terjadi, pastilah terjadi karena izin Allah. Yang belum terjadi, masih belum tentu terjadi. Jika itu terjadi, pasti atas izin Allah jua. Jadi, untuk apa dibuat susah secara berkepanjangan!
Orang Muslim bisa menjadi taqwa, di mana saja dan kapan saja; baik ia hidup di dalam sebuah negara yang menerapkan sistem Islam atau tidak. Yang akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat nanti adalah masalah iman dan amal ibadah seseorang; bukan soal dia ikut organisasi apa dan berapa besar kelompoknya!
Janganlah kita berhenti berjuang untuk terus meningkatkan kualitas ketaqwaan kita. Jangan merasa sudah sampai di tujuan, sehingga kita lalai dan lengah. Semoga Allah menolong kita semua. Aamiin. (Bojonegoro, 3 Mei 2022).
Editor: Sudono Syueb