IMAM AL-GHAZALI: YANG MENCINTAI DUNIA SANGAT BODOH

Oleh: Dr. Adian Husaini

Ketua Umum DDII

Dewandakwahjatim.com, Pontianak – Dalam kitabnya, al-Arba’iin fii Ushuuliddin, imam al-Ghazali menulis: ”Wa’lam anna hubba ad-dunya ra’su kulli khathiiatin.” (Ingatlah, sesungguhnya cinta dunia itu adalah pangkal segala kejahatan).


Di dalam sejarah peradaban Islam, penyakit inilah yang telah menghancurkan umat Islam di masa lalu. Rasulullah saw sudah banyak mengingatkan umat Islam akan bahaya penyakit ini. Kita patut waspada jika berbagai lembaga pendidikan dan berbagai lembaga lain, sudah terjangkit penyakit ini. Sebab, untuk meraih posisi jabatan atau kepegawaian tertentu, tak jarang kita mendengar adanya praktik-praktik suap dalam proses penerimaannya.


Orang yang mencintai dunia, kata Imam al-Ghazali, sebenarnya orang yang sangat bodoh. ”Ketahuilah bahwa orang yang telah merasa nyaman dengan dunia sedangkan dia paham benar bahwa ia akan meninggalkannya, maka dia termasuk kategori orang yang paling bodoh,” kata al-Ghazali.


Agama Islam tidak mengharamkan dunia. Bahkan, Islam memberikan kemerdekaan kepada umatnya untuk memiliki harta sebanyak-banyaknya, selama diperoleh dengan cara yang halal. Islam tidak mengharamkan kenikmatan dunia. Bahkan, umat Islam dipersilakan menikmatinya. Islam bukanlah agama yang mengajarkan spiritualisme ekstrim, yang mengajarkan bahwa seorang tidak dapat dekat dengan Tuhan jika dia masih menikmati kelezatan dunia.


Menurut paham ini, jika ingin dekat dengan Tuhannya, maka seseorang diharuskan meninggalkan wanita, tahta, atau harta; lalu pergi ke goa-goa atau belantara, menjauhi dunia dan mendekati Sang Maha Kuasa dengan bertapa. Islam tidak mengajarkan hal seperti itu. Seorang Muslim dapat menjadi orang yang takwa, dengan bergelimang harta dan hidup bersama istrinya. Seorang Muslim adalah seorang yang meletakkan harta dalam genggaman tangannya, dan bukan mencengkeram harta dengan hatinya, sehingga dia bersifat bakhil, pelit, dan takut kehilangan dunia.


Rasulullah saw pun sudah menegaskan, ”Apabila umatku sudah mengagungkan dunia maka akan dicabutlah kehebatan Islam.” (HR at-Tirmidzi)
Banyak hadits serupa ini bisa kita baca. Jika syahwat dunia sudah mencengkeram, maka tidak mungkin diharapkan akan muncul semangat perjuangan dan semangat pengorbanan. Bangsa yang sudah hilang semangat berkorbannya, tidak akan mungkin bangkit menjadi bangsa yang besar.


Kita berharap, pemimpin bangsa kita adalah orang-orang yang tidak terkena penyakit cinta dunia. Mereka akan mendapatkan siksaan yang pedih jika menelantarkan rakyatnya, sementara mereka hidup dalam gemerlap dunia dengan menggunakan uang negara. Orang yang terkena penyakit cinta dunia, biasanya akan enggan mengorbankan hartanya. Apalagi, jika dia berpikir, harta yang dia miliki adalah hasil keringatnya sendiri, dan tidak ada hubungannya dengan pemberian Allah. Padahal, dia mendapatkan harta itu, juga semata-mata karena izin Allah. Jika Allah menghendaki, terlalu mudah untuk memusnahkan hartanya, termasuk mencabut nyawanya.
Allah SWT sudah mengingatkan bahwa orang yang salah paham terhadap dunia, yang mencintai dunia, dan enggan menginfakkan hartanya, pasti akan menyesal di kala ajalnya tiba, dan kemudian dia meminta waktu sedikit saja agar bisa bersedekah di dunia. Allah SWT memperingatkan dalam al-Quran yang artinya:
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi. Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: ”Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih.” Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Munafiqun: 9-11).


Jiwa pengorbanan! Itulah yang ditekankan oleh Mohammad Natsir. Sikap cinta pengorbanan menjadi kunci kemajuan suatu bangsa. Syekh Amir Syakit Arsalan, dalam buku terkenalnya, Limaadzaa Taakkhkharal Muslimun, wa-Limaadza Taqaddama Ghairuhum, menunjukkan sejumlah contoh kemajuan bangsa – seperti Inggris, Italia, dan juga Yahudi – yang menjadi bangsa besar karena kecintaan sikap berkorban dari rakyatnya.
Jadi, umat Islam memang diperintahkan untuk menjadi umat terbaik, umat yang mulia. Mereka harus berusaha menaklukkan dunia, tapi tidak mencintainya. Sebab, mereka telah disiapkan Allah akan kehidupan abadi di akhirat. Wallahu A’lam bish-shawab. (Pontianak, 15 Maret 2022).

Editir: Sudono Syueb (Humas DDII Jatim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *