Oleh Dr. Slamet Muliono Redjosari
dewandakwahjatim.com – Allah memberi jaminan akan membantu terwujudnya keinginan agung para hamba-Nya selama berada di dalam ketaatan dan kebaikan. Apa yang dialami Nabi Muhammad untuk kembali ke kampung halamannya, bisa dijadikan potret dan sandaran terwujudnya keinginan besar itu
Kalkulasi manusia tidak mungkin Kota Makkah bisa jatuh ke tangan Islam tanpa melalui peperangan yang berarti. Permusuhan yang demikian gigih dan dan kekuatan dari kaum kafir yang begitu besar di satu sisi dan jumlah kaum Muslimin sangat kecil dan lemah di sisi lain, merupakan faktor yang tidak memungkinkan bagi Nabi Saw untuk kembali ke Kota Makkah.
Faktanya, karena pertolongan Allah yang muncul setelah adanya upaya dan kegigihan Nabi Muhammad Saw dalam menjalankan perintah Allah, maka mimpi besar itu bisa terealisasi. Realitas ini menegaskan bahwa ketika kaum Muslimin menegakkan nilai-nilai Al-Qur’an, maka Allah membantu mewujudkan apapun kebaikan yang diimpikannya.
Al-Qur’an dan Keagungan
Allah menunjukkan visi besar Nabi Muhammad yang menginginkan kembali ke kampung halamannya dan bisa berdakwah secara leluasa. Perlawanan yang begitu besar dan tindak kejahatan terhadap orang-orang lemah yang merespon dakwah Nabi, tercatat dalam sejarah pra-Islam.
Allah mengabadikan kegigihan hati dan usaha-usaha tak mengenal lelah dari Nabi Muhammad untuk kembali ke Kota Makkah, sehingga bisa jatuh ke genggamannya. Allah mewujudkan janji-janji-Nya kepada seorang hamba yang serius dan gigih dalam menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata. Hal ini dinarasikan Allah, dalam firman-Nya: “Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan engkau (Muhammad) untuk (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qurān,
benar-benar akan mengembalikanmu ke tempat kembali. Katakanlah (Muhammad), ‘Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang berada dalam kesesatan yang nyata’.” (QS Al-Qashash 85). Allah menunjukkan bahwa Nabi Muhammad berdakwah dengan membawa petunjuk dan menjadikannya sebagai sumber nilai dalam menjalani kehidupan. Sebagai utusan Allah, Nabi Muhammad menyadari bahwa apa yang disampaikan pada umatnya tidaklah mudah begitu saja diterima. Bahkan tidak sedikit harus menghadapi perlawanan bahkan pengusiran. Tetapi Allah menjamin akan datangnya pertolongan yang tidak pernah diduga-duga. Nabi Muhammad sendiri menyadari bahwa berdakwah dan menyebarkan petunjuk ini bukan keinginannya, tetapi merupakan rahmat besar yang harus diwujudkan ke tengah-tengah manusia yang terombang-ambing dalam kebodohan. Allah menunjukkan musuh terbesar dalam dakwah adalah dari orang kafir yang secara tersembunyi maupun terbuka ingin menutup jalan atau setidaknya menghalangi jalan mulia ini. Terkait ini, Allah pun mengingatkan Nabi untuk berhati-hati dan tidak masuk perangkap orang kafir untuk bersekongkol membantunya. Hal ini ditegaskan lewat firman-Nya: “Dan engkau (Muhammad) tidak pernah mengharap agar Kitab (Al-Quran itu diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) sebagai rahmat dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali engkau menjadi penolong bagi orang-orang kafir” (QS Al-Qashash 86).
Allah menunjukkan bahwa orang kafir cenderung menolak campur tangan dan kekuatan ghaib (dari Allah) dan sangat bangga dengan akal dan pikiran yang dimilikinya. Kalaupun terdesak dalam kesulitan, bukannya mendekatkan diri pada Allah dan kebenaran, tetapi justru lari kepada jin dan setan. Di sinilah puncak kesyirikan yang harus dijauhi oleh para Nabi dan Rasul. Allah mengingatkan hal itu dengan firman-Nya: “Dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali wajah-Nya (Allah). Segala keputusan menjadi wewenang-Nya, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan” (QS Al-Qashash 88).
Perjuangan Nilai Tauhid
Dalam mewujudkan impian besar, Allah membantu namun dengan syarat tidak mengakui kekuatan kepada selain Allah. Termasuk untuk mendapatkan kekuasaan besar, Allah juga memberikan jaminan akan menolong dan mewujudkannya. Allah menunjukkan kekuasaan-Nya bahwa orang yang berbuat kebaikan akan memperoleh pertolongan. Puncak kebaikan perbuatan seorang hamba adalah mengagungkan Allah dan menjauhkannya dari perbuatan syirik. Hal ini ditegaskan Allah lewat firman-Nya: “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai bagi mereka, dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS An-Nur 55).
Allah menunjukkan kiprah dan usaha-usaha orang-orang kafir dalam melakukan penyimpangan dan mengajak kaum Muslimin untuk melakukannya. Ketika kaum Muslimin melakukan perbuatan mempersekutukan Allah itulah maka Allah akan berlepas diri. Allah akan membiarkan kekuasaan yang ada di dalam genggamannya akan runtuh.
Kemusyrikan merupakan jalan yang menjadi pilihan setan dan akan terus-menerus dibisikkan kepada manusia. Sementara dalam pandangan Allah, kemusyrikan merupakan pintu masuk bagi manusia untuk berbuat maksiat secara berkelanjutan hingga membuat dirinya binasa.
Berbagai tindak kejahatan seperti korupsi atau menipu merupakan rentetan atas tidak hadirnya Allah di tengah-tengah mereka. Artinya, ketika seseorang berbuat kejahatan, seperti korupsi atau menyalahgunakan jabatannya karena dia tidak menyadari bahwa perbuatannya diawasi Allah dan akan diminta pertanggungjawaban di hadapan-Nya. Sebaliknya, ketika pada seorang hamba tertanam nilai-nilai tauhid maka dia akan terselamatkan karena berhasil menahan diri dari penyimpangan. Hal akan membuat dirinya diagungkan Allah dan kebaikan yang diimpikannya terwujud. []
Surabaya, 8 September 2021
Ke ddj.com