M. Anwar Djaelani
Oleh: M. Anwar Djaelani,
Wakil Ketua Bidang Pemikiran Islam DDII Jatim
dewandakwahjatim.com – Cermatilah berita-berita ini: “Jadi Korban Fitnah Pegiat Medsos, Ustadz Adi Hidayat Ngadu ke Kabareskrim” (www.okezone.com 11 Juni 2021). “Profil Natalius Pigai, Tokoh Papua yang Jadi Korban Rasisme di Media Sosial” (www.kumparan.com 26 Januari 2021). Kedua berita itu menunjukkan sisi buruk media sosial (medsos) jika tak digunakan secara benar.
Celoteh Miring
Mari perhatikan khusus masalah yang disebut pertama. Ustadz Adi Hidayat (UAH), nama yang harum setidaknya bagi sebagian orang. Banyak yang percaya bahwa beliau amanah. Terbukti, saat beliau berinisiatif mengumpulkan dana kemanusiaan untuk Palestina, dalam enam hari terkumpul Rp. 30 M. Tapi, atas hal itu, lewat medsos ada juga yang berkata-kata dalam nada negatif.
Memang, Palestina perlu dibantu (terutama sebagai akibat aksi brutal Zionis Israel di sekitar pekan terakhir Ramadhan 2021). Lalu, hasil pengumpulan dana oleh UAH itu membanggakan karena dalam waktu relatif singkat mendapatkan jumlah yang besar. Tentu, bagi banyak orang, capaian itu bisa menerbitkan rasa syukur. Sayang, ternyata ada yang memandangnya “secara lain”.
Seperti apa kasusnya? Simaklah berita ini: “Kronologi Ustadz Adi Hidayat Difitnah Gelapkan Bantuan Palestina” (www.okezone.com 06 Juni 2021). Berikut ini petikannya, dalam dua paragraf:
Pada 25 Mei 2021, Eko Kuntadhi memposting cuitan tentang donasi Palestina yang berhasil dikumpulkan UAH. “Alhamdulillah. Terkumpul Rp 60 M. Diserahkan Rp 14 M.,” tulis Eko Kuntadhi. Eko Kuntadhi kemudian merevisi bahwa donasi yang terkumpul 30 miliar.
Lalu, di 02 Juni 2021, UAH bereaksi atas kasus fitnah yang menimpa dirinya. Ia mengatakan akan segera melaporkan para pembuat fitnah tersebut ke pihak Kepolisian.
Bak Pisau
Komputer dan handphone (HP) itu alat. Lewat keduanya, kita bisa mendapatkan manfaat yang sangat besar. Tapi, kedua alat itu bisa juga mendatangkan mudharat atau keburukan. Artinya, sebagaimana alat-alat pada umumnya, tergantung kepada niat dan siapa yang memakai.
Dalam hal manfaat, komputer dan HP antara lain bisa menjadi alat yang memudahkan komunikasi. Lewat apa yang disebut medsos, misalnya, sekarang antar-individu seperti tak berjarak. Kapanpun, bahkan jika mau, dalam 24 jam sehari kita bisa berkomunikasi dengan siapapun yang kita inginkan.
Kini, nyaris semua orang aktif ber-medsos. Banyak sisi positif bisa kita peroleh. Antara lain, lewat sarana itu saudara dan/atau teman yang jauh menjadi serasa dekat. Juga, ilmu dan informasi bisa dengan mudah kita dapatkan.
Sementara, ada sisi lain, yaitu saat komputer dan HP dipakai secara negatif. Misalnya, dipakai untuk menyebar berita bohong dan fitnah. Contohnya, seperti apa yang dialami UAH di atas.
Waspadalah, komputer atau HP itu sekadar alat. Sebagai alat posisinya serupa pisau. Maksudnya, seperti ilustrasi ini. Di tangan seorang ibu yang shalihah, misalnya, saat di dapur pisau bisa menjadi alat dalam menghasilkan makanan yang halal dan baik. Tapi, di tangan seseorang yang berperangai buruk, pisau dapat dipakai untuk aksi kriminal.
Hoax, Buruk!
Terkait kemudahan mendapatkan informasi atau berita, berhati-hatilah dalam membaca dan menyebarkannya. Kita harus kritis. Kita harus menyeleksi, apakah yang kita baca itu berita yang benar atau hoax (baca: hoks).
Hoax adalah berita bohong, informasi palsu, atau fakta yang dipelintir. Maka, selalu berhati-hatilah. Saringlah semua berita yang masuk.
Dalam menerima berita, pedomanilah QS Al-Hujuraat [49]: 6, ini: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
Membuat dan/atau menyebarkan hoax itu perilaku yang sangat tercela. Bahkan, dulu, serangkaian ayat turun untuk meluruskan berita bohong yang hampir merusak keharmonisan rumah-tangga Rasulullah Saw.
Berita bohong yang sempat tersebar menyangkut Aisyah Ra, istri Nabi Muhammad Saw. Beliau dikabarkan secara “tak sedap”. Sampai sekitar sebulan kabar palsu itu berhembus di Madinah dan ayat tak segera turun untuk “memberikan penjelasan” atas masalah itu.
Setelah sempat mengganggu kehidupan rumah-tangga Nabi Saw, turunlah QS An-Nur [24]: 11-26. Enam belas ayat itu membersihkan nama Aisyah Ra. Kemudian, kata Nabi Saw: “Bergembiralah Aisyah, sesungguhnya Allah membersihkanmu.”
“Harimau” Itu
Sekali lagi, hoax adalah berita bohong, informasi palsu, atau fakta yang dipelintir atau direkayasa untuk berbagai tujuan. Terkait ini, menyedihkan sekali bahwa seiring dengan semakin berkembangnya teknologi, tebaran hoax semakin sering terjadi.
Hoax jika diniati untuk menjatuhkan orang bisa digolongkan sebagai fitnah. Jika membuat dan/atau menyebarkan hoax itu terlarang, maka membuat dan/atau menyebarkan fitnah jauh lebih terlarang. Cermatilah ayat ini: “Berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh” (QS Al-Baqarah [2]: 217).
Berhati-hatilah dengan mulut kita. Ada pepatah yang kapanpun masih relevan: “Mulutmu harimaumu!” Bahwa, segala perkataan yang diucapkan akan dapat merugikan-bahkan mencelakakan-diri sendiri apabila tidak dipikirkan terlebih dahulu.
Di sekitar kita, banyak orang yang menyesali perkataan yang pernah dikeluarkan lewat mulutnya. Menyesal, karena setelah dipikirkan dengan jernih, perkataannya bernilai buruk dan berpeluang menyakiti orang. Menyesal, karena perkataannya membuat dia harus berurusan dengan aparat penegak hukum.
Sekarang, di aktivitas ber-medsos, fungsi mulut bisa diwakili jari-jari tangan. Lewat jari-jari tangan, di medsos mudah saja kita “berbicara” tentang apa saja. Oleh karena itu, jangan tergelincir! Jangan membuat dan/atau menyebar hoax.Terebih lagi, jangan membuat dan/atau menyebar fitnah lewat jari-jari kita. Sungguh, di masa kini, “Jari-jarimu harimaumu”.(Sudono Syueb)