Oleh: Adian Husaini
(www.adianhusaini.id)
dewandakwahjatim.com – Situs berita CNBC Indonesia (7/5/2021) menulis bahwa ratusan umat Islam terluka menyusul serangan Israel ke Masjid al-Aqsha, Jumat malam (7/5/2021). Laporan paramedis menyebut 200 warga Palestina luka dalam kejadian itu. Mereka dirawat ke rumah sakit setelah terkena peluru karet oleh Bulan Sabit Merah Palestina.
Salah satu warga harus kehilangan matanya dan dua orang lain cedera serius di kepala. Ada pula yang mengalami retak tulang rahang. Menyikapi serbuan Israel itu, AS dan Eropa menyerukan kedua belah pihak menahan diri. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut Israel sebagai negara teroris. “Israel, negara teroris yang kejam, menyerang Muslim di Yerusalem dengan cara yang biadab tanpa etika,” kata Erdogan.
Presiden Turki tentu saja sangat geram dengan tindakan biadab polisi dan tentara Zionis Israel itu. Sebab, itu sudah berulangkali terjadi. Dunia internasional pun menonton kebiadaban dan kezaliman yang berulang kali dilakukan oleh Zoonis Israel.
Apa pun pemicu serbuan Israel tersebut, yang jelas, akar masalahnya adalah “penjajahan dan kekejaman Israel”.
Berdasarkan hukum internasional, Israel tidak punya hak untuk menduduki wilayah Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Kota Jerusalem. Tetapi, AS justru mendukung klaim Israel atas Kota Jerusalem. Tahun 2017, di masa pemerintahan Presiden Donald Trump, AS memindahkan Kedubesnya dari Tel Aviv ke Jerusalem.
Tindakan AS itu tidak didukung oleh sekutu-sekutunya sendiri. Tetapi, kaum Kristen fundamentalis AS yang mendukung Donald Trump, justru mendukung penguasaan negara Zionis itu terhadap Jerusalem. Padahal, tindakan itu jelas melanggar hukum internasional. AS memberi contoh buruk dalam merusak tatanan internasional.
Kini, dunia menyaksikan secara langsung kekejaman Zionis Israel, yang menyerbu masjid, menembaki orang-orang muslim yang sedang beribadah. Dan seperti biasa, pemerintah Zionis Israel tidak peduli dengan semua kecaman internasional. Ini sudah berulang kali terjadi.
Tahun 2009 lalu dan beberapa kali sesudahnya, milyaran pasang mata di seluruh dunia menyaksikan sebuah drama pembantaian manusia oleh pasukan Zionis Israel. Jet-jet tempur Israel, disokong tank-tank, kapal laut serta pasukan darat, dengan semena-mena membunuhi penduduk Gaza. Wanita dan anak-anak pun tak terkecuali. Raungan dan jerit tangis anak-anak Gaza yang ditayangkan berbagai stasiun TV internasional tak mampu menghentikan hasrat kaum Zionis dalam menumpahkan darah warga Palestina.
Dunia berteriak.
Dewan Keamanan PBB, Dewan HAM PBB, dan berbagai komunitas internasional – Muslim dan non-Muslim – mengutuk tindakan Israel. Dan seperti biasa, Israel tidak peduli dengan semua bentuk imbauan dan ”tekanan di atas kertas”.
Bahkan, sejumlah aksi kebiadaban yang di luar peri kemanusiaan pun dilakukan. Seorang dokter di Gaza, Abu Aukal, misalnya, menceritakan kisah memilukan yang menimpa Shahd (4 tahun). Tubuh anak ini terkoyak-koyak akibat dimakan oleh anjing (milik) Zionis Yahudi.
Puluhan jenazah wanita dan anak-anak Palestina korban kebiadaban kaum Zionis sudah ia tangani. Tapi, kondisi jenazah Shahd sungguh mengerikan. Menurut saksi mata, tubuh anak itu dibiarkan selama bebarapa hari menjadi santapan anjing-anjing bawaan tentara Yahudi Israel. Keluarga tak sanggup mengambilnya, karena ditembaki oleh tentara Israel begitu berusaha mendekati jenazah sang bocah. (Republika, 15/1/2009).
Tentu saja kebiadaban semacam ini sudah tersiar ke seluruh penjuru dunia. PBB sudah mengecam kebiadaban Israel. Umat manusia yang waras dan masih mempunyai hati nurani pun pasti tersengat hatinya menyaksikan kebiadaban Israel, yang tiap hari membantai penduduk Gaza. Dalih Israel bahwa serangannya untuk mempertahankan diri tidak dapat diterima akal sehat. Dewan HAM PBB memutuskan bahwa Israel telah melakukan pelanggaran HAM massal terhadap warga Palestina.
Presiden Majelis Umum PBB, Miguel d’Escoto Brockmann, di Markas PBB (14/1/2009) menyatakan, PBB bertanggung jawab terhadap kejadian di Timur Tengah. Karena PBB-lah (melalui resolusi 181 tahun 1947) yang memberi jalan terbentuknya negara Israel, dengan mengusir penduduk Palestina. ”Warga Palestina telah diperlakukan tidak manusiawi beberapa dekade terakhir, dan [agresi Israel] akan membuatnya menjadi lebih buruk,” ujarnya.
Sejak merampas tanah Palestina dan mendirikan negara Yahudi, 14 Mei 1948, kaum Zionis Israel ini tak henti-hentinya menebar teror dan kekejaman. Pada 10 November 1975, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 3379 (xxx) yang menyatakan: “Zionisme adalah sebentuk rasisme dan diskriminasi rasial.” Tahun 1955, Indonesia memelopori Konferensi Asia-Afrika, yang salah satu jiwa pokoknya jiwa anti-Zionisme. Mantan Menlu RI, Roeslan Abdulgani, menulis, dalam konferensi tersebut Zionisme dikatakan sebagai “the last chapter in the book of old colonialism, and the one of the blackest and darkest chapter in human history”. Menurut Roeslan, “Zionisme boleh dikatakan sebagai kolonialisme yang paling jahat dalam jaman modern sekarang ini.”
Dr. Israel Shahak, cendekiawan Yahudi, dalam bukunya, Jewish History, Jewish Religion (1994) menulis: “In my view, Israel as a Jewish state constitutes a danger not only to itself and its inhabitants, but to all Jew and to all other peoples and states in the Middle East and beyond.”
Jadi, menurut Shahak, keberadaan negara Israel yang sangat rasis memang merupakan ancaman bagi perdamaian dunia.
Dengan segala kekuatannya, kaum Zionis Yahudi memang masih bisa berbuat semaunya. Dulu mereka bisa menyembunyikan kekejamannya dari mata dunia. Selama puluhan tahun, Israel mencitrakan dirinya sebagai “david kecil” yang dikepung oleh “raksasa goliath”.
Tapi, kini dunia semakin terbuka matanya akan kekejaman kaum Yahudi Zionis. Penyerbuan tentara dan polisi Israel ke Masjid al-Aqsha disaksikan oleh milyaran umat manusia di seluruh dunia. Jagad media sosial dipenuhi dengan tayangan kebiadaban bangsa Yahudi terhadap Palestina. Kritik dan kecaman terhadap mereka terus mengalir.
Meskipun dari Indonesia kita hanya mampu menyampaikan duka, kecaman, dan doa, tetapi insyaAllah kita tidak akan berhenti berusaha untuk terus memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan pembebasan Masjid al-Aqsha dari cengkeraman Zionis Israel. Allahummanshuril mujaahiddiin di Filistin wa fii kulli makaan. Aamiin. (Jakarta, 9 Mei 2021).
Editor: Sudono Syueb