Mosi Integral Natsir Yang Menyelamatkan NKRI

Oleh M. Fuad Nasar

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Tanggal 3 April 1950 patut diperingati sebagai Hari Kembali Ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengutip pesan Bung Hatta (1951) hari peringatan bukanlah semata-mata-mata suatu hari yang diadakan sekali setahun untuk mengingat ke belakang, guna memperingati apa yang telah dilakukan. Hari peringatan hendaknya terutama dipahamkan sebagai suatu saat memandang ke hadapan, ke masa datang. Suatu saat untuk menginsyafkan diri tentang apa yang belum terlaksana daripada cita-cita. Saat untuk membarui tenaga dan memperkuat semangat, guna mencapai cita-cita itu.

Tujuh puluh empat tahun yang lalu Mosi Integral Mohammad Natsir berhasil mempersatukan Indonesia yang telah tercerai-berai menjadi beberapa Negara Bagian akibat rekayasa pihak Belanda yang ingin kembali menjajah Tanah Air kita. Belanda dengan bantuan para komprador-nya sejak lama memainkan politik devide et impera (pecah-belah dan taklukkan) di kepulauan Nusantara. Benih-benih “separatisme” yang bisa menjadi “bom waktu” bagi Indonesia, sengaja ditaburkan oleh pihak Belanda dengan cara yang halus dalam masa revolusi.

Sejarah mencatat pada tanggal 23 Agustus – 2 Nopember 1949 di Den Haag berlangsung perundingan antara utusan Republik Indonesia, utusan BFO ( Bijeenkomst voor Federaal Overleg ) yang beranggotakan para pemimpin negara federal dan utusan Kerajaan Belanda yang dikenal sebagai Konferensi Meja Bundar (KMB).

Sesuai hasil KMB, warisan diserahkan oleh Kerajaan Belanda kepada Pemerintah Nasional Federal Sementara dari Negara Indonesia Serikat (RIS). Pihak Indonesia menerima hasil perundingan yang maksimal bisa dicapai dalam perjuangan diplomasi demi kemenangan jangka panjang yang diharapkan. Negara Republik Indonesia dengan ibukota sementara di Daerah Istimewa Yogyakarta hanya salah satu dari Negara Bagian RIS. Sedangkan wilayah Republik Indonesia sendiri berada di sebagian pulau Jawa, Sumatera dan Madura.

Mosi Integral yang ditetapkan oleh Pemimpin Parlemen Masyumi Mohammad Natsir mendapat dukungan luas dan ditandatangani oleh seluruh fraksi di DPR-RIS pada waktu itu. Situasi dan gejolak di berbagai daerah mulai menunjukkan adanya keinginan untuk kembali bersatu, namun bagaimana caranya sampai saat itu belum ditemukan. Mosi Integral benar-benar sebuah terobosan brilian yang menjadi jalan bagi pemulihan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui jalan demokratis dan cara yang terhormat.

Mohammad Natsir melalui Mosi Integral mengajak semua pemimpin negara-negara bagian, waktu itu ada 15 (lima belas) “negara boneka bikinan Van Mook” yakni: Negara Dayak Besar, Negara Indonesia Timur, Negara Borneo Tenggara, Negara Borneo Timur, Negara Borneo Barat, Negara Bengkulu, Negara Biliton, Negara Riau, Negara Sumatera Timur, Negara Banjar, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatera Selatan, Negara Jawa Timur dan Negara Jawa Tengah, supaya membubarkan diri secara damai dan bersama-sama pula membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui prosedur parlementer.

Seorang wartawan dalam konperensi pers saat itu bertanya: apakah kita akan bisa menguasai keadaan ataukah akan hilang dalam peleburan itu?

Mohammad Natsir dengan penuh keyakinan dan optimis menjawab: “Bisa! Kan saling dan kepribadian juga menentukan. Siapa nanti yang akan bisa menandingi Soekarno sebagai Pemimpin Nasional. Siapa di antara mereka yang bisa menandingi Hatta sebagai Negarawan? Jadi apa yang ditakutkan? Mereka akan sama-sama memilih Soekarno-Hatta. Keduanya akan tetap duduk di pimpinan Negara Kesatuan Republik Indonesia itu.”

Pada tanggal 17 Agustus 1950 yang diawali oleh Mosi Integral Natsir di Parlemen (DPR-RIS) tanggal 3 April 1950 sebagai prolognya, Republik Indonesia untuk kedua kalinya diproklamirkan menjadi Negara Kesatuan oleh Presiden Soekarno dalam sebuah pidato kenegaraan di Istana Merdeka Jakarta. Itulah “Hari Proklamasi Kemerdekaan RI” yang kedua setelah Proklamasi 17 Agustus 1945. Semenjak itu resmi pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS). Dua hari sebelumnya, tanggal 15 Agustus 1950 Presiden Soekarno membacakan Piagam Pernyataan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia di muka rapat gabungan DPR-RIS dan Senat di Jakarta. Republik Indonesia Serikat hanya berumur tujuh bulan.

Seminggu kemudian, Presiden Soekarno menunjuk Mohammad Natsir menjadi formatur untuk membentuk Kabinet Republik Indonesia. Kabinet dibawah pimpinan Perdana Menteri Mohammad Natsir bekerja antara 6 September 1950 sampai 20 Maret 1951. Sebuah periode yang singkat, tetapi memberi arti dan makna penting bagi perjalanan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan segala hasil pemerintahan monumental yang dicapai di masa itu.

Mosi Integral Mohammad Natsir, sebuah fakta sejarah yang penting dan hampir dilupakan oleh generasi sekarang. Dalam buku-buku sejarah yang diterbitkan pemerintah pada masa Orde Baru, Mosi Integral Mohammad Natsir nyaris tak pernah disinggung.

Karena Mosi Integral itulah, dengan izin Allah, yang menyelamatkan kesinambungan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara yang diproklamirkan kemerdekaannya oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia pada Jumat 17 Agustus 1945, bulan Ramadhan, di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta dipersatukan kembali melalui Mosi Integral Mohammad Natsir.

Dalam hubungan ini, ada baiknya dikenang kedudukan kota Jakarta bagi bangsa Indonesia. Di samping merupakan ibukota negara dan pusat pemerintahan, Jakarta adalah Kota Proklamasi, kota tempat diumumkannya Kembali Ke Negara Kesatuan Republik Indonesia, kota tempat lahirnya rumusan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, kota yang terkait dengan riwayat lahir dan berdirinya negara Republik Indonesia, kota perjuangan yang sekaligus menjadi saksi jatuh-bangunnya Revolusi Indonesia.

Mohammad Natsir (1908 – 1993) sepanjang hayatnya dikenang sebagai ulama, pemikir, negarawan dan pejuang Islam yang berpengaruh dan disegani di dunia internasional. Semenjak hari-hari pertama Republik Indonesia, beliau menjadi Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Menteri Penerangan, Perdana Menteri RI, dan Anggota Majelis Konstituante RI. Di Dunia Islam, Mohammad Natsir dipercaya sebagai Wakil Presiden Muktamar Alam Al-Islami yang berpusat di Karachi Pakistan dan Anggota Majelis Ta’sisi Rabithah Alam Al-Islami yang berpusat di Mekkah, Saudi Arabia.

Sekitar tahun 1965, sebagaimana diungkapkan oleh K.H. Hasan Basri (mantan Ketua Umum MUI), sewaktu Wakil Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri, Ketua Badan Pusat Intelijen Dr. H. Soebandrio menunaikan ibadah haji, sesudah berupaya akhirnya dapat audiensi kepada Raja Faisal. Saat itu Mohammad Natsir dan sejumlah tokoh oposisi dipenjara dan mengalami karantina politik rezim Orde Lama. Soebandrio menyampaikan kepada Raja Saudi Arabia; Islam di Indonesia berkembang pesat. Tanggapan Raja Faisal, “Kenapa Saudara tahan Mohammad Natsir? Saudara tahu, Mohammad Natsir bukan saja pemimpin umat Islam Indonesia, tetapi pemimpin umat Islam dunia ini!”

Pengabdian terakhir Mohammad Natsir untuk umat adalah mendirikan dan memimpin Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Beliau aktif berdakwah membina umat, menulis, mendukung pendirian sejumlah masjid kampus, perguruan tinggi Islam, rumah sakit Islam di Tanah Air dan mengirim mahasiswa Indonesia untuk belajar pada universitas di Saudi Arabia atas beasiswa resmi dari Arab Saudi. Mohammad Natsir adalah tokoh di balik layar yang membantu normalisasi hubungan diplomatik Republik Indonesia dengan Malaysia yang pernah putus karena konflik politik luar negeri di era Presiden Soekarno yaitu politik “ganyang Malaysia”

Pahlawan sejati tidak membangga-banggakan jasanya. Kesan itu saya dapatkan dari pribadi Bapak Mohammad Natsir semasa hidupnya. Kejujuran, kesederhanaan dan keikhlasan menghiasi pribadi Pak Natsir sebagai tokoh panutan sampai akhir hayat. Tepat sekali yang disampaikan oleh Menteri Agama H. Alamsjah Ratuperwiranegara pada malam Tasyakur 70 Tahun Mohammad Natsir ketika itu bahwasanya M. Natsir adalah orang besar Indonesia.

Pada tanggal 7 November 2008 Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum Mohammad Natsir. Sebelumnya pada tanggal 6 November 1998 Pemerintah menganugerahkan Bintang Republik Indonesia Adipradana. Semua penghargaan tersebut tidak pernah ia saksikan, karena diberikan setelah beliau meninggal dunia.

Pada saat pemakaman allahu yarham Pak Natsir di TPU Karet-Jakarta, Ahad 7 Februari 1993, Wakil Ketua MPR/DPR-RI H. Ismail Hasan Metareum, SH, dalam pidatonya menyatakan, “Kita semua menjadi saksi bahwa ayahanda kita (Mohammad Natsir) adalah seorang muslim yang takwa. Seorang utusan yang ikhlas. Seorang yang telah mencakup seluruh dan tenaga untuk kepentingan umat, bangsa dan negara.”

Semoga Allah SWT meridhai perjuangan para pemimpin di masa lampau.

Semoga Ia memberi petunjuk dan bimbingan kepada bangsa Indonesia agar senantiasa bergerak di jalan yang benar dan lurus, di atas shirathal mustaqim serta tidak menyia-nyiakan perjuangan para founding fathers .

Sumber: https://fuadnasar.wordpress.com

Admin: Kominfo DDII Jatim

Editor: Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *