BERDAKWAH SAJA BISA, APA LAGI YANG LAIN


Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id), Jetua Umum Dewan Da’wah Pusat


Dewandakwahjatim.com, Depok - Dalam sebuah acara pelatihan penulisan di kalangan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir, muncullah ide membuat semboyan kampus dakwah. Yakni: “Berdakwah Saja Bisa, Apalagi yang Lain”.  Semboyan itu sangat tepat dan visioner!
Mungkin masih ada yang berpikir bahwa kerja-kerja dakwah bisa dilakukan dengan sambilan. Tidak perlu pemikiran serius. Jika ada waktu luang atau waktu sisa. Kerja utama adalah bekerja untuk mencari makan. Karena itu, ilmu dan ketrampilan dakwah pun kadang dianggap sebagai ilmu rendahan dan murahan. Berbeda halnya dengan ilmu kedokteran, IT, ekonomi, dan sebagainya.

Tentu saja hal itu keliru. Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin, bahwa aktivitas dakwah (amar makruf nahi munkar) adalah aktivitas penting yang menentukan hidup matinya atau jatuh bangunnya umat Islam. Jika aktivitas ini lemah, maka umat Islam akan menjadi umat yang lemah dan hancur. Amat banyak ayat-ayat al-Quran dan hadits Nabi saw yang menjelaskan pentingnya pelaksanaan amar makruf nahi munkar. (Lihat: QS Ali Imran: 104, 110, an-Nahl: 125, dan sebagainya).

Karena menyadari pentingnya aktivitas dakwah yang berkualitas, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), terus-menerus melakukan kaderisasi dai dengan sangat serius. Pekerjaan berdakwah merupakan aktivitas paling mulia (QS Fushilat: 33). Inilah aktivitas utama para Nabi yang memiliki sifat wajib untuk melakukan tabligh. 
Berdakwah bukan sambilan. Mengajak orang ke jalan Allah tidak lebih mudah dibandingkan dengan kerja merayu orang agar mau membeli barang dagangannya. Karena itulah, sejak didirikan tahun 1967, DDII terus-menerus mendidik para calon dai untuk bisa diterjunkan di berbagai pelosok Indonesia. Hingga kini, masih ada lebih dari 100 dai senior DDII yang tersebar di berbagai pelosok Indonesia. Mereka masih menerima “honor” bulanan, meskipun sangat kecil jumlahnya.

Sejak tahun 2006, DDII melakukan kaderisasi dai pada tingkat S2 dan S3. Sudah ada 80 doktor dan 250 master yang dilahirkan dari program ini. Sebagian besar mereka justru berkiprah di lembaga-lembaga dakwah di luar DDII. 
Sejak tahun 1999, DDII mulai memiliki lembaga kaderisasi dai nasional bernama STID M. Natsir. Ini program kaderisasi dai untuk tingkat S1. Program ini punya keunggulan. Para mahasiswa dididik selama enam tahun. Dua tahun mereka dididik di asrama mahasiswa. Dua tahun harus tinggal dan aktif di masjid sekitar kampus pusat di Bekasi, dan dua tahun lagi mereka diterjunkan ke tengah masyarakat. Hingga kini, sudah ada 1100 alumni STID M. Natsir.

DDII beruntung, karena memiliki tokoh-tokoh dai yang bisa menjadi panutan. Figur utamanya adalah Mohammad Natsir (1908-1993). Pak Natsir merupakan dai, guru, dan sekaligus negarawan teladan. Pemikirannya bisa kita kaji, karena ditulis dalam puluhan buku. Langkah-langkah dakwahnya spektakuler, sangat bijak dan cerdas. Lebih penting lagi, akhlaknya mulia dan bisa diteladani. 
DDII telah menjadikan Mohammad Natsir sebagai sosok utama dalam pelaksanaan dakwah. Mohammad Natsir bisa menjadi dai teladan karena proses pendidikannya. Ia sangat serius dalam mempelajari ajaran-ajaran Islam dan memahami problematika masyarakat dan mencarikan solusinya. 

Karena itulah, berdakwah merupakan hal yang serius dan sangat berat, sehingga memerlukan kader-kader dai yang berkualitas dalam berbagai bidang kehidupan. Dan sejak empat tahun lalu, STID Mohammad Natsir telah mengembangkan kelas baru bernama Kelas Jurnalistik dan Pemikiran Islam yang bernaung di bawah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Tahun 2024 lalu, program ini telah meluluskan sarjana dakwah tingkat S1. Lulusan pertama yang bernama Azzam Habibullah memiliki banyak prestasi. Setelah lulus, ia pun melanjutkan studi S2-nya di RZS CASIS-Universiti Teknologi Malaysia.     Azzam dinyatakan lolos S2 setelah melewati wawancara dan presentasi proposal tesis bersama jajaran pimpinan RZS-CASIS. (https://mediadakwah.id/mahasiswa-ddii-inovator-muda-dunia-ini-lanjut-kuliah-s2-di-universiti-teknologi-malaysia/).

RZS-CASIS merupakan pusat studi peradaban Islam berskala internasional di bawah naungan Universiti Teknologi Malaysia (UTM). Kampus ini didirikan oleh cendikiawan besar bidang pemikiran-peradaban Islam asal Malaysia, yaitu Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud. Di sini pula, Azzam bisa mendalami pemikiran Islam yang diampu oleh pakar-pakar kelas internasional.
Azzam sudah lama terlibat dalam kegiatan keilmuan dan dakwah Islam Di antara karya tulisnya adalah (1) Hikmah Sejarah Untuk Indonesia Berkah, (2) Negara Maju dalam Pandangan Tamaddun Islam; (3) Kritik Terhadap Konsep Netralitas Ilmu; dan (4) Pesan Dakwah kepada Pemimpin di Alam Melayu: Studi Kitab Nasihat bagi Segala Raja-Raja karya Haji Muhammad Tayyib al-Banjari (Abad ke-19), yang kemudian menjadi skripsinya demi memperoleh gelar sarjana dakwah di STID Mohammad Natsir.


Selain itu, pemuda berusia 23 tahun ini juga aktif menjadi pengajar di Pesantren At-Taqwa Depok dalam bidang literasi dan sejarah, serta menjadi narasumber kajian dan inisiator gerakan dakwah Islam di kalangan pemuda.


Lewat kegiatan sosialnya, ia pernah dianugerahi penghargaan “Pemuda Pembaharu Indonesia” dan “Inovator Sosial Top Dunia” oleh organisasi internasional Ashoka Foundation pada tahun 2021.

(https://mediadakwah.id/azzam-habibullah-sarjana-kampus-ddii-dengan-seabrek-prestasi/).
Karena dakwah itu aktivitas paling mulia, maka diperlukan kader-kader dai yang unggul. Itulah makna ungkapan: “Berdakwah saja bisa, apalagi yang lain.” Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 6 Maret 2025).

Admin: Kominfo DDII Jatim

Editor: Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *