Artikel Terbaru ke-1.993
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat
Dewandakwahjatim.com, Depok – Pada 25-27 September 2024, Pesantren At-Taqwa Depok menggelar acara unik, yaitu “KURSUS SINGKAT GURU BERADAB”. Acaranya hanya tiga hari. Pesertanya diutamakan untuk para pimpinan lembaga pendidikan, para guru dan juga praktisi pendidikan.
Kursus ini sangat penting untuk memberikan keyakinan bahwa kita – umat Islam — sejatinya memiliki konsep pendidikan yang unggul dan sudah terbukti hasilnya dalam sejarah. Pesantren at-Taqwa Depok, selama sembilan tahun telah berusaha merumuskan konsep dan menerapkan konsep tersebut dalam pendidikan sehari-hari. Empat angkatan lulusan sudah dihasilkan. Alhamdulillah, hasilnya mulai kelihatan.
Karena itulah, Pesantren At-Taqwa Depok memberanikan diri mengajak para praktisi dan pejuang pendidikan untuk menyimak langsung dan berdiskusi dengan pimpinan dan guru-guru di pesantren. Kami menyadari masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki. Tetapi, setidaknya, sudah ada konsep yang jelas dan hasilnya bisa dievaluasi.
Saya pernah mendengar nasehat Prof. Naquib al-Attas dari Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, bahwa jika memulai sesuatu, sebaiknya mulailah dari yang kecil, agar mudah diperbaiki jika ada kekeliruan atau kekurangan. Prof. Naquib al-Attas memulai pendirian ISTAC dengan lima orang mahasiswa dan mengontrak bangunan. ISTAC bukan mulai dengan bangunan megah dan ratusan atau ribuan mahasiswa. Saya bersyukur diberi kesempatan oleh Allah untuk menikmati S3 kuliah di ISTAC-IIUM.
Pesantren At-Taqwa Depok mulai beroperasi setelah saya melakukan penelitian selama tiga bulan di Center for Advanced Studies on Islam, Science, and Civilization (CASIS) Unversiti Teknologi Malaysia, Kuala Lumpur, pada tahun 2014. Selama tiga bulan, saya sering berdiskusi dan dibimbing oleh Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud untuk memahami pemikiran pendidikan Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas. Beliau kemudian merestui dan terus membimbing perjalanan Pesantren At-Taqwa Depok, hingga saat ini.
Pesantren At-Taqwa Depok memulai pendidikan tingkat SMP dengan sembilan santri pada tahun 2015. Juga, dengan mengontrak bangunan rumah toko tiga lantai. Setahun kemudian berpindah kontrakan. Barulah tahun depannya mendapatkan tawaran tanah wakaf di Cilodong Depok. Hingga kini, bangunan Pesantren At-Taqwa Depok masih sangat sederhana.
InsyaAllah, setelah sembilan tahun, kami ingin berbagi pengalaman dengan para aktivis pendidikan, agar apa yang baik bisa dibagikan dan juga dikoreksi jika ada kekurangan atau kesalahan.
Pengalaman kami, faktor kualitas pimpinan dan guru sangat penting dalam perjalanan pendidikan. Investasi untuk peningkatan kualitas guru perlu benar-benar dijadikan perhatian utama dalam pelaksanaan pendidikan.
Kita masih ingat benar kata-kata mutiara Pak Natsir: “Suatu Bangsa Tidak Akan Maju, Sebelum Ada Diantara Bangsa Itu Segolongan Guru Yang Suka Berkorban Untuk Keperluan Bangsanya.”
Kata-kata Pak Natsir itu dikutip dari seorang tokoh pendidikan Belanda bernama Dr. Niewenhuis. Ini kata-kata bermakna universal. Secara umum, kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas gurunya. Karena itu, setiap bangsa pasti berusaha meningkatkan kualitas pendidikan gurunya, untuk melahirkan guru-guru yang baik.
Di kalangan pondok pesantren, sangat dipahami, bahwa “guru lebih penting dari pada materi ajar dan metode pembalajaran. Tapi, jiwa guru lebih penting daripada guru itu sendiri!”
Karena itu, jika berpikir sebaliknya, jika ingin membunuh dan menghancurkan suatu bangsa, maka rumusnya sederhana: rusaklah gurunya! Dengan cara apa guru dirusak? Jawabnya: yang pertama kali adalah dengan merusak jiwa gurunya! Guru yang jiwanya rusak, akan menjadi guru yang berakhlak buruk! Guru yang rusak adalah guru yang dalam dirinya berjangkit aneka rupa penyakit jiwa, seperti penyakit malas, cinta dunia, sombong, dengki, penakut, tidak cinta ilmu, dan sebagainya.
Lebih hebatnya lagi, Pak Natsir menjadikan dirinya sebagai model guru ideal! Begitu lulus pendidikan SMA Belanda, ia langsung menerjunkan dirinya menjadi guru di SMP Belanda (MULO), tanpa dibayar. Natsir prihatin dengan kondisi anak-anak muslim yang bersekolah tanpa mendapat pendidikan agama. Maka, Natsir mengajar agama dan menulis sebuah buku berbahasa Belanda berjudul Komt tot het gebed (Marilah Shalat).
Sejarah perjuangan kemerdekaan kita tidak bisa dilepaskan dari peran guru-guru beradab, seperti HOS Tjokroaminoto, KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, A. Hassan, Haji Agus Salim, Syekh Ahad Soorkati, Mohammad Natsir, Hamka, Jenderal Sudirman, Syekh Arsyad Thalib Lubis, dan sebagainya. Dari para guru beradab itulah lahir murid-murid hebat yang melanjutkan perjuangan para guru beradab itu. Mereka terus berjuang mengangkat harkat dan martabat umat dan bangsa kita.
Kini, tugas kita melanjutkan perjuangan mereka dalam melahirkan guru-guru beradab! Kita harus berbuat sesuatu untuk melahirkan guru-guru beradab. Betapa pun berat tantangannya! Semoga Allah menolong kita semua! Amin. (Depok, 16 September 2024).
Admin: Kominfo DDII Jatim
SS