Oleh Edy Wirastho, pengurus Dewan Da’wah Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Ustadz Aris Munandar Lc, Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) – Jawa Tengah, wafat pada Senin 26 Desember 2022. Kabar duka itu, bakda subuh, sebarkan cepat di banyak grup WA.
Saya tersentak, sedih. Almarhum guru saya dan banyak orang lainnya. Almarhum, ustadz pembimbing kami. Beliau pergi menghadap Rabb yang dicintainya.
Jejak Panjang
Ustadz Aris Munandar, sosok da’i teladan. Beliau lahir pada 1971. Meninggal dalam usia 51 tahun, beliau begitu lekat di hati saya.
Saya mengenal beliau sekitar 20-an tahun lalu di Gedung Islamic Center – Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Jawa Tengah. Kala itu saya masih aktif kuliah di Solo. Beliaulah sosok yang mengenalkan kami, saya dan banyak orang lainnya, dengan aneka ragam persoalan dakwah. Tidak hanya di ranah lokal dan nasional, bahkan internasional.
Kiprah beliau di berbagai medan dakwah dan kemanusiaan, terentang luas. Sekadar menyebut, jejak dakwahnya antara lain ada di Ambon dan Poso. Bahkan, hingga ke Afganistan.
Atas kiprah dakwahnya itu, sempat memunculkan tudingan miring dari beberapa pihak yang tidak suka. Bahwa beliau terlibat jaringan tertentu yang melanggar hukum. Namun sampai detik ini tak ada satupun bukti atas tuduhan itu.
Almarhum tampak tidak pernah Lelah. Almarhum terlihat tak takut memperjuangkan apapun jika itu bersentuhan dengan kepentingan ummat.
Meskipun sibuk luar biasa, beliau tidak melupakan untuk membina kader dan pendidikan. Tidak kurang dari lima puluhan ma’had aly atau pondok pesantren yang berdiri atas wasilah beliau. Itu, mulai dari Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga Jawa Barat. Misal, antara lain, Ma’had Isy Karima di Jawa Tengah, Ma’had Abdul Fatah di Jawa Timur, dan Ma’had al-Furqon di Jawa Barat. Semua, tak lepas dari tangan dingin beliau.
Beliau aktif di Dewan Da’wah Jawa Tengah. Namun beliau selalu mengingatkan bahwa dakwah tidak mengenal teritorial wilayah.
Sampai Dihentikan
Secara pribadi saya menyaksikan kegigihan beliau di medan dakwah. Tak jarang saya melihat beliau-rahimahullah-keluar dari kantor untuk tugas dakwah sebelum subuh dan kembali ke kantor jelang tengah malam. Hal ini, sungguh teladan nyata bagi kami semua muridnya untuk tak lekas lelah dalam mengemban dakwah.
Beliau juga sangat toleran/tasamuh dalam menyikapi perbedaan. Terkait ini, beliau seringkali disalahpahami oleh mereka yang tak mengenalnya secara dekat.
Sekeras apapun perbedaan kami dalam rapat-rapat syura dakwah, tak pernah sekalipun kami mendapati beliau marah atau menghujat secara pribadi kepada mereka yang berbeda. Ukhuwah islamiyah selalu beliau kedepankan dengan siapa saja. “Satu yang penting, masih ummat Islam,” kata beliau.
Dalam keadaan sakit pun, beliau tetap tak meninggalkan dakwah. Saya pernah mendapati beliau pascaoperasi di siang hari, untuk kemudian mengisi taklim di malam hari demi menunaikan sebuah amanah. Atas kinerja dakwahnya itu, tak heran jika beliau beberapa kali drop atau kelelahan pascamengisi sejumlah acara.
Performa beliau yang kuat dalam berdakwah, sebagian terinspirasi dari Syaikh Dr. Abdullah Azzam – rahimahullah. Beliau sering bercerita, bahwa Syaikh Abdullah Azzam pernah ditanya muridnya tentang apa yang dimaksudkan dengan batas kemampuan dalam ayat: “Bertakwalah kalian semampu kalian”.
Kemudian, sang syaikh menjawabnya dengan cara mengajak murid-muridnya berlari berkeliling. Larilah mereka, dalam beberapa waktu, hingga sang syaikh jatuh pingsan. Lalu di saat terbangun, sang syaikh berucap, “Inilah makna semampu kalian. Artinya, berusahalSeah semaksimal mungkin hingga Allah yang menghentikannya”.
Sebuah Tekad
Hari ini saya benar-benar merasa kehilangan Ustadz Aris Munandzar, di saat Allah menghentikan langkah dakwahya. Pekan lalu saya berusaha menemui beliau langsung, namun tidak terlaksana karena masih di ICU sebuah Rumah Sakit. Takdir Allah berkehendak lain, Allah memanggil beliau terlebih dahulu.
Rahimahullah, yaa Ustadz. Semoga kami bisa mengikuti jejak Antum, aamiin. []
Admin: Sudono Syueb