Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Dewandakwahjatim.com,Bandung - Pada hari Jumat (10/12/2021) ada acara istimewa di Masjid al-Furqan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia. Sebagai Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) saya diminta melepas 108 dai DDII ke berbagai pelosok wilayah Indonesia, mulai Aceh sampai Papua. Mereka adalah angkatan ke-11 para sarjana dakwah lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir. Hingga kini, STID Mohammad Natsir telah meluluskan 718 sarjana dakwah.
Para sarjana itu akan ditugaskan untuk berdakwah selama dua tahun. Tugas mereka bukan hanya mengajar atau berceramah, tetapi juga membantu kegiatan perekonomian masyarakat. Mereka itulah para dai peradaban, yang membantu masyarakat setempat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, lahir dan batin.
Kami bersyukur, bahwa setiap tahun, kami bisa mengirimkan dai-dai peradaban itu sekitar 100 orang. Permintaan para dai begitu besar. Ada satu propinsi yang meminta dikirim dai sebanyak 41 orang. Sebagian besar para dai itu masih dibiayai penghidupan mereka oleh DDII, selama masa pengabdian. Namun ada juga yang dibiayai oleh lembaga-lembaga lain.
Kepada para dai itu saya menyampaikan pesan, bahwa tugas utama mereka adalah menyampaikan dakwah bil-hikmah. Mereka harus menjadi teladan dan memberikan solusi bagi kehidupan masyarakat. Jangan sampai menambah masalah atau menimbulkan masalah baru.
Para dai itu juga saya pesankan agar bersyukur dan bangga berkesempatan terjun ke tengah masyarakat. Sebab, aktivitas dakwah adalah aktivitas paling mulia. Itulah misi utama para nabi. Menjadi pejuang-pejuang dakwah dijamin oleh Allah akan diberikan pertolongan, sebab mereka sedang menolong agama Allah.
Pada kesempatan itu, saya menegaskan kembali, bahwa dengan dikirimnya dai-dai peradaban itu, maka semakin mengokohkan kampus STID Mohammad Natsir sebagai salah satu kampus terbaik di Indonesia. Sebab, 100 persen lulusannya menjadi dai. Mereka tidak bingung dengan pekerjaan yang akan ditekuni. Sejak semester ke-5, mereka sudah diterjunkan ke masjid-masjid selama dua tahun, tidur di masjid, membantu memakmurkan masjid.
Model pendidikan di STID Mohammad Natsir ini sejatinya mendahului konsep “Kampus Merdeka” yang diluncurkan pemerintah sejak Desember 2020. STID Mohammad Natsir sudah berkiprah sejak tahun 1999 dengan mengirim para dai ke berbagai pelosok tanah air. Kini, STID Mohammad Natsir pun sudah diperkuat dengan jaringan kampus Akademi Dakwah Indonesia (ADI) di 25 kota.
Patut disyukuri dalam beberapa tahun terakhir, kampus STID Mohammad Natsir dibanjiri pendaftar. Tahun 2020, dari sekitar 1200 pendaftar, hanya 230 mahasiswa yang diterima. Tahun 2021 pun hampir sama. Kini, ada 885 mahasiswa STID Mohammad Natsir yang sedang menjalani proses kaderisasi dai setingkat S-1. Mereka diberikan beasiswa penuh dan dipesantrenkan di kampus STID.
Dengan kiprahnya selama ini, kita bisa menyatakan, bahwa Kampus STID Mohammad Natsir bisa diisebut sebagai ”Kampus Terbaik”. Sebab, di sinilah dididik manusia-manusia terbaik. Yakni, manusia yang sejak awal berkomitmen untuk menjadi pejuang dan orang-orang yang bermanfaat pada sesama. InyaAllah mereka akan menjadi kader-kader pemimpin masyarakat.
Selama masa pendidikan, para mahasiswa STID Mohammad Natsir ditekankan agar mereka bangga menjadi dai. Allah SWT sudah mengabarkan, bahwa: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim!” (QS Fushshilat: 33).
Karena begitu mulianya kedudukan dai, maka logisnya, anak-anak muslim berebut dan bangga menjadi dai dan kuliah di kampus-kampus dakwah. Sebab, berdakwah dan menjadi dai adalah pekerjaan utama dari ummat Muhammad saw.
Saat ini DDII mengelola sekitar 50 pesantren dan juga puluhan sekolah. DDII telah berkomitmen untuk menetapkan bahwa semua pendidikan dalam lingkungan DDII, harus bertekad: ”melahirkan dai sejak dini.”
Dengan demikian, maka sepatutnya, semua kampus Islam pada hakikatnya adalah ”kampus dakwah”. Apa pun jurusan atau program studinya. Pendidikan Islam harus melahirkan para pejuang atau dai. Pesan utama para orang tua dan para dosen kepada para mahasiswa muslim adalah: ”jadilah kamu pejuang yang memiliki keahlian bidang tertentu!”
Era Kampus Merdeka sebenarnya memberi peluang kepada kampus-kampus Islam untuk menerapkan konsep universitas secara utuh. Para mahasiswa muslim tidak boleh dididik berpikiran sempit dan terbelenggu hanya pada prodinya saja. Mahasiswa diarahkan bukan hanya menguasai ilmu dalam prodinya saja, tetapi ia didorong untuk menguasai berbagai bidang keilmuan.
Dan jauh sebelum era kebijakan ”Kampus Merdeka” ini, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Mohammad Natsir telah memberikan berbagai ketrampilan kepada para lulusannya, agar mereka siap terjun ke masyarakat. Karena itulah, STID Mohammad Natsir merupakan contoh satu bentuk ”universitas” yang sebenarnya dalam perspektif pendidikan Islam.
Selama ini, para dai lulusan STID Mohammad Natsir telah dibekali dengan berbagai keilmuan dan ketrampilan agar mereka bisa hidup mandiri di tengah masyarakat. Mereka harus memiliki jiwa kemandirian. Mereka harus menjadi manusia merdeka.
Soal rizki, saya sampaikan kepada para dai, bahwa Allah sudah menjamin rizki para pejuang di jalan Allah: “Jika kamu menolong agama Allah, pasti Allah akan menolong kamu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS Muhammad: 7). Wallahu A’lam bish-shawab. (Bandung, 10 Desember 2021).
Editor: Sudono Syueb