SEJARAH GERHANA

Oleh Prof. Dr. Priyono, alumni lTB Bandung

Dewandakwahjatim.com, Bandung- Gerhana telah terjadi di Bumi sejak lama sebelum manusia menghuni planet ini. Sepanjang sejarah, manusia memiliki interpretasi dan reaksi yang berbeda-beda terhadap fenomena langit yang menakjubkan ini.

Gerhana tertua yang tercatat dalam sejarah manusia kemungkinan terjadi pada 30 November 3340 SM.

Serangkaian petroglif berbentuk spiral dan melingkar ditemukan di Monumen Megalitikum Loughcrew di County Meath, Irlandia. Petroglif adalah ukiran batu yang dibuat dengan mematuk batu.

Sekitar 1200 SM, juru tulis di Anyang, Cina, mencatat gerhana pada tulang belikat lembu dan cangkang kura-kura, yang disebut tulang orakel. Dalam catatan gerhana ini, juru tulis berkata, “Matahari telah dimakan.”

Lebih dari 3.000 tahun setelah catatan ini dibuat, pada tahun 1980-an dan 1990-an M, tim astronom di Laboratorium Propulsi Jet NASA mempelajari catatan gerhana ini untuk meneliti perubahan rotasi Bumi.

Menentukan kapan tepatnya gerhana terlihat dan di mana bayangan Bulan jatuh di Bumi membantu mereka menghitung laju putaran Bumi.

Gerhana yang mereka gunakan untuk penelitian ini terjadi pada tahun 1226 SM, 1198 SM, 1172 SM, 1163 SM, dan 1161 SM.

Jika Bumi berputar dengan kecepatan yang sama seperti sekarang, gerhana ini akan terjadi ribuan mil dari Anyang.

Karena kita tahu kejadiannya di Anyang, para ilmuwan menyimpulkan bahwa rotasi Bumi telah melambat 47 per seribu detik per hari dalam 3.200 tahun terakhir.

Suku Maya menyimpan catatan peristiwa astronomi yang sangat teliti, didokumentasikan dalam hieroglif yang diukir di batu, dilukis di atas tembikar dan mural, serta ditulis di atas buku kulit kayu yang dilipat seperti akordeon yang disebut kodeks.

Catatan astronomi Maya mencakup dokumentasi gerhana. Dalam buku mereka “Astronomy in the Maya Codices”, Harvey dan Victoria Bricker menunjukkan bahwa suku Maya meramalkan gerhana matahari pada bulan Juli 1991.

Pengetahuan tentang astronomi sebagaimana diterapkan pada pertanian tradisional, penyusunan kalender Maya, dan praktik upacara berlanjut melalui tradisi lisan di banyak komunitas Maya di Mesoamerika hingga saat ini.

Gerhana telah berkontribusi pada kemajuan besar dalam sejarah sains. Albert Einstein pertama kali mengajukan teori relativitas umum pada tahun 1916.

Namun, baru pada tahun 1919 hasil ekspedisi sains gerhana yang dipimpin oleh Sir Arthur Eddington memvalidasi teori tersebut – dan Einstein pun menjadi terkenal.

Einstein berhipotesis bahwa gravitasi adalah lengkungan ruang dan waktu, yang mendistorsi struktur alam semesta.

Sebuah objek besar – seperti Matahari – dapat mendistorsi ruang-waktu sedemikian rupa sehingga gravitasinya dapat membelokkan cahaya.

Jadi, saat gerhana pada 29 Mei 1919, para ilmuwan melihat bahwa beberapa bintang muncul di tempat yang salah – menunjukkan bukti teori Einstein.

Sumber: science.nasa.gov

Penyebutan pertama gerhana bulan ditemukan dalam kitab Zhou-Shu, sebuah kitab dari Dinasti Zhou, Tiongkok .

Kitab tersebut ditemukan pada tahun 280 M, di sebuah makam seorang raja atau bangsawan. Gerhana yang disebutkan dalam kitab ini terjadi berabad-abad sebelumnya.

Profesor SM Russell berpendapat bahwa gerhana yang dijelaskan dalam kitab tersebut mungkin merujuk pada peristiwa yang terjadi pada tanggal 29 Januari 1137 SM (-1136).

Gerhana bulan 28 Agustus 425 SM terjadi selama Pertempuran Sirakusa Kedua. Tepat ketika orang Athena bersiap untuk berlayar pulang, terjadi gerhana bulan, dan Nicias, yang digambarkan oleh Thucydides sebagai orang yang sangat percaya takhayul, bertanya kepada para pendeta apa yang harus dia lakukan.

Para pendeta menyarankan agar orang Athena menunggu selama 27 hari lagi, dan Nicias setuju. Orang Sirakusa memanfaatkan ini, dan 76 kapal mereka menyerang 86 kapal Athena di pelabuhan.

Orang Athena dikalahkan dan Eurymedon terbunuh. Banyak kapal didorong ke pantai, tempat Gylippus menunggu. Dia membunuh beberapa awak dan menangkap 18 kapal yang terdampar, tetapi pasukan Athena dan Etruria memaksa Gylippus kembali.

Plutarch menggambarkan gerhana ini dan tanggapan takhayulnya:

Dan ketika semua sudah bersiap, dan tidak ada satupun musuh yang memerhatikan mereka, karena tidak menduga hal seperti itu, maka terjadilah gerhana bulan di malam hari, yang sangat menakutkan bagi Nicias dan yang lainnya, yang karena kurangnya pengalaman, atau karena takhayul, merasa khawatir dengan penampakan seperti itu.

Gerhana bulan parsial 22 Mei 1453 terlihat selama Kejatuhan Konstantinopel (penaklukan ibu kota Kekaisaran Bizantium ), selama pengepungan yang berlangsung dari Kamis, 5 April 1453 hingga Selasa, 29 Mei 1453), yang kemudian kota itu jatuh ke tangan Ottoman. Gerhana bulan ini dianggap memenuhi ramalan kehancuran kota tersebut.

Sumber: Wikipedia

Catatan paling awal tentang gerhana bulan berasal dari Mesopotamia kuno. Bangsa Sumeria dan Babilonia kuno, yang dikenal karena pengamatan astronomi mereka yang tajam, telah mendokumentasikan gerhana bulan pada lempengan tanah liat sejak 2300 SM.

Catatan-catatan ini bukan hanya untuk keingintahuan para ahli langit, tetapi juga berkaitan erat dengan mitologi dan astrologi mereka, memprediksi pertanda dan peristiwa berdasarkan kejadian gerhana.

Orang Tiongkok juga memiliki sejarah panjang dalam pengamatan gerhana. Salah satu pengamatan paling awal yang tercatat di Tiongkok berasal dari tahun 1136 SM, sebagaimana tercantum dalam teks sejarah “Shujing”.

Para astronom Tiongkok ditugaskan untuk memprediksi dan mencatat gerhana, dan kegagalan dalam melakukannya dianggap sebagai pertanda nasib buruk atau pemerintahan yang buruk. Catatan-catatan ini telah terbukti sangat berharga dalam studi sejarah rotasi Bumi dan astronomi.

Di Yunani kuno, filsuf dan ilmuwan Aristoteles menggunakan bayangan Bumi di Bulan saat terjadi gerhana bulan sebagai bukti bahwa Bumi berbentuk bulat.

Hal ini merupakan kontribusi penting bagi bidang astronomi dan membantu membentuk studi serta pemahaman masa depan tentang planet kita dan tempatnya di kosmos.

Masyarakat adat di Amerika juga mengamati gerhana bulan, seringkali menafsirkannya melalui sudut pandang mitos dan legenda budaya mereka.

Suku Inca, misalnya, percaya bahwa gerhana bulan terjadi ketika seekor jaguar menyerang bulan. Mereka akan berusaha menakuti jaguar tersebut dengan membuat suara sekeras mungkin.

Pada Abad Pertengahan, interpretasi gerhana bulan berubah menjadi lebih menyeramkan di Eropa, sering kali dianggap sebagai pertanda buruk atau peringatan dari langit. Ketakutan ini sebagian disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang mekanisme alami di balik gerhana.

Di Mesopotamia, gerhana dianggap sebagai pertanda buruk bagi raja dan bangsa. Masyarakat Mesopotamia percaya bahwa para dewa mengirimkan pesan melalui peristiwa-peristiwa langit ini, dan mereka sering melakukan ritual untuk menenangkan para dewa saat terjadi gerhana.

Bangsa Mesir kuno juga memandang gerhana bulan dengan rasa takjub sekaligus takut. Mereka percaya bahwa gerhana tersebut terjadi karena seekor babi betina menelan bulan.

Hal ini berkaitan erat dengan interpretasi mitologis mereka tentang langit dan benda-benda langit. Kuil-kuil akan mengadakan ritual untuk melindungi bulan dan memulihkan cahayanya.

Dalam mitologi Hindu, iblis bernama Rahu konon bertanggung jawab atas penelanan bulan, yang menyebabkan terjadinya gerhana bulan. Hal ini dijelaskan dalam teks-teks India kuno seperti Purana.

Umat Hindu akan melakukan upacara keagamaan dan melantunkan mantra untuk melindungi diri dari dampak buruk yang mereka yakini dapat ditimbulkan oleh gerhana.

Bagi orang Yunani kuno, gerhana bulan juga merupakan momen keajaiban dan kekhawatiran. Mereka percaya bahwa para dewa sedang menunjukkan ketidaksenangan mereka atau menandakan datangnya malapetaka.

Namun, dengan munculnya filsuf seperti Aristoteles, takhayul ini mulai dibantah oleh penjelasan ilmiah.

Dalam budaya Mesoamerika, seperti Maya dan Aztec, gerhana bulan dipandang sebagai pertempuran antar kekuatan langit.

Bangsa Maya, misalnya, menafsirkan gerhana bulan sebagai konflik antara bulan dan matahari. Bangsa Aztec percaya bahwa gerhana merupakan pertanda potensi bencana, yang mungkin meramalkan kematian seorang penguasa atau malapetaka lainnya.

Secara ilmiah, gerhana bulan masih sangat penting. Gerhana bulan memungkinkan para astronom untuk mempelajari atmosfer Bumi.

Selama gerhana bulan, sinar matahari yang menembus atmosfer Bumi dapat memberikan petunjuk tentang komposisinya.

Misalnya, atmosfer yang lebih tercemar akan menyebabkan gerhana yang lebih gelap, sehingga memberikan data tidak langsung tentang perubahan lingkungan.

Gerhana juga menawarkan kesempatan unik untuk mengamati dan mempelajari permukaan bulan.

Pergerakan bertahap bayangan Bumi di permukaan bulan memungkinkan para ilmuwan mengukur perubahan suhu dan perilaku tanah bulan, yang memberikan wawasan tentang sifat termalnya.

Informasi ini penting untuk rencana eksplorasi dan kolonisasi bulan di masa mendatang.

Dampak gerhana bulan terhadap teknologi modern juga merupakan area relevansi. Misalnya, selama gerhana bulan, satelit yang mengorbit bulan dapat beroperasi tanpa gangguan sinar matahari langsung, sehingga memungkinkan berbagai macam pengukuran dan eksperimen ilmiah.

Gerhana ini memadukan yang lama dengan yang baru, menghubungkan kita dengan masa lalu kita yang kuno sekaligus mendorong kita menuju masa depan penemuan dan eksplorasi ilmiah.

Dari sumber ketakutan dan keajaiban di zaman kuno hingga simbol pencarian kita akan pengetahuan dan pemahaman di zaman modern, gerhana bulan terus menjadi bagian yang memikat dan penting dalam sejarah dan budaya manusia.

Sumber: eclipse23.com

Adm8n: Kominfo DDII Jatim

Editor: Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *