Artikel Terbaru ke-2.236
Oleh: Dr. Adian Husaini
(Ketua Program Doktor Pendidikan Agama Islam – UIKA Bogor)
Dewandakwahjatim.com, Depok - Sebagai bangsa muslim terbesar di dunia, kita patut bersyukur. Bahwa, kita sudah merdeka selama 80 tahun. Banyak kondisi negeri kita yang belum menggembirakan. Tapi, kita tidak punya pilihan: tahun 2045 Indonesia harus menjadi bangsa muslim yang patut dijadikan teladan oleh bangsa-bangsa lain.
Sebab, umat Islam merupakan mayoritas penduduk negeri ini. Mereka sebenarnya merupakan umat yang sangat beruntung. Sebab, mereka dikaruniai model kehidupan yang lengkap dan abadi, yaitu Nabi Muhammad saw. Pendidikan Nabi terbukti berhasil melahirkan satu generasi terbaik, yang beliau sebut “khairun naas” – sebaik-baik manusia.
Para sahabat atau para murid Nabi Muhammad saw adalah produk pendidikan ideal yang rumusnya dikatakan oleh Umar bin Khathab r.a.: “Taaddabuu tsumma ta’allamuu!” (Beradablah kalian, kemudian berilmulah!).
Mereka menjadi manusia terbaik, karena menjalani model pendidikan terbaik. Gurunya terbaik, yaitu Rasulullah saw. Kurikulum pendidikannya terbaik, karena senantiasa dibimbing oleh wahyu.
Nah, rumus pendidikan ideal itulah yang kemudian dijabarkan, dikontekstualisasikan, dan diaplikasikan oleh ulama-ulama berikutnya. Ribuan kitab adab ilmu telah ditulis. Rumusnya pun sama: beradab dan berilmu.
Ibnul Mubarak menyatakan: “Porsi adab dalam agama Islam adalah dua pertiganya.” Imam Syafii menyatakan, “Aku mencari adab seperti seorang ibu yang mencari anak satu-satunya yang hilang.” Abdullah bin Wahab – murid Imam Malik – mengatakan, “Kami lebih banyak belajar adab dari Imam Malik ketimbang belajar ilmunya.”
Konsep pendidikan yang mengutamakan proses “penanaman adab dalam diri seseorang” (ta’dib) ini telah dirumuskan dengan sangat jelas oleh Prof. Syed M. Naquib al-Attas dalam Konferensi Pendidikan di Makkah tahun 1977.
Dr. Muhammad Ardiansyah (Mudir Pesantren At-Taqwa Depok) telah menulis konsep tersebut beserta aplikasinya di Pendidikan Tinggi dalam disertasinya di Universitas Ibn Khaldun Bogor. Saya telah menulis konsep tersebut di sejumlah buku dan ribuan artikel, seperti buku Pendidikan Islam: Mewujudkan Generasi Gemilang Menuju Negara Adidaya 2045.
Dan alhamdulillah, konsep atau rumus pendidikan ideal itu pun telah kami coba terapkan untuk para santri dan anak-anak kami di Pesantren At-Taqwa Depok. Hasilnya, bisa disimak langsung. Sebanyak enam kali telah kami adakan “Kursus Singkat Guru Beradab” (KSGB) di Pesantren At-Taqwa Depok.
Dalam KSGB, para peserta yang terdiri dari guru dan pimpinan lembaga pendidikan mengkaji langsung konsep pendidikan ideal, melihat langsung penerapannya, hasil-hasilnya, juga tantangan dan solusinya dalam pendidikan.
Dalam sejarah pendidikan Islam pun, kita memiliki bukti-bukti keberhasilan pendidikan yang telah melahirkan ulama dan pemimpin hebat, seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, Hamka, M. Natsir, dan sebagainya. Pakar Pendidikan Islam, Dr. Majid Irsan al-Kilani telah menggambarkan keberhasilan pendidikan yang dimotori para ulama dalam melahirkan generasi
Shalahuddin al-Ayyubi.
Jadi, yang dilahirkan dari madrasah-madrasah ketika itu bukan seorang Shalahuddin, tapi satu generasi yang hebat, yaitu generasi Shalahuddin al-Ayyubi. Begitu juga alam pendidikan di Sumatera Barat sekitar abad ke-19 dan awal abad ke-20, telah melahirkan begitu banyak ulama dan pemimpin bangsa, seperti Haji Agus Salim, Mohammad Hatta, M. Natsir, Hamka, Rahmah el-Yunusiyyah, dan sebagainya.
Jadi, pendidikan itu ada rumusnya. Bukan spekulasi! Sayang sekali jika anak-anak dijadikan sebagai bahan percobaan kurikulum spekulatif dan dididik oleh guru-guru yang tidak mumpuni ilmu dan akhlaknya.
Aneh sekali, misalnya, anak-anak muslim tingkat SMP, tidak diajar buku-buku adab ilmu, seperti Ta’limul Muta’allim, Adabul Alim wal-
Muta’allim, dan sebagainya. Akibatnya, mereka tidak tahu adab terhadap guru, adab sebagai murid, adab dalam majelis ilmu, adab memilih teman, tidak tahu kemuliaan dan ketertiban (maratib) ilmu, dan sebagainya.
Padahal, sebagai kaum muslim Indonesia, kita punya konstitusi yang secara tegas menyatakan: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia…” (pasal 31 ayat 3 UUD 1945).
Nabi kita diutus untuk menyempurnakan akhlak! Beliau menjadi teladan terbaik dalam pendidikan akhlak. Akhlak beliau begitu agung. Akhlak beliau adalah al-Quran. Begitu kata Aisyah r.a.
Kata Ibnu Hajar al-Asqalani, adab adalah “al-akhdzu bi-makaarimil akhlaq!” Kita punya konsep pendidikan akhlak yang sangat jelas. Dimulai dari pembersihan jiwa (tazkiyyatun nafs) dan diikuti dengan keteladanan dan pembiasaan.
Aneh sekali, jika banyak yang bersekolah dan kuliah selama bertahun-tahun, tapi hasilnya menjadi orang-orang yang malas, tidak jujur, serakah dunia, lemah, penakut, munafik, tidak cinta ilmu, malas belajar, bakhil ilmu (tidak mau mengajarkan ilmu), tidak penyayang pada sesama, dan sejenisnya! Jika pendidikan banyak melahirkan manusia-manusia seperti itu, berarti salah ilmu dan salah adab!
Semoga anak-anak kita terhindar dari salah paham dan salah didik. Jangan sampai anak-anak kita — sebagai amanah Allah — kita sia-siakan pendidikannya! Akibatnya mereka menjadi generasi yang lemah, bingung dan bengong! Na’udzubillahi min dzalika! (Depok, 4 Juni 2025).
Adm8n: Kominfo DDII Jatim
Editot: Sud9n9 Syueb