SUKSES RAMADHAN:BANGSA KITA JADI “SINGA” BUKAN “KECOA”

(Amanah Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia,
menyambut Idul Fithri 1446 Hijriah)

Dewandakwahjatim.com, Depok –
Alhamdulillah, kita telah menyelesaikan ibadah Ramadhan 1446 H. Semoga amal ibadah kita semua diterima Allah SWT, dan kita menjadi manusia-manusia yang semakin bertaqwa. Itulah tujuan kita berpuasa Ramadhan: la’allakum tattaqun!

Kita yakin, dengan taqwa kita jadi mulia. Hanya dengan tunduk dan patuh kepada Allah secara ikhlas dan sungguh-sungguh, kita menjadi manusia paling mulia. Allah sudah menjanjikan, bahwa yang paling mulia diantara kita adalah yang bertaqwa. (QS al-Hujurat: 13).

Orang yang bertaqwa juga akan diberikan jalan keluar dari persoalan yang dihadapinya dan diberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka: “… barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan jalan keluar dan memberi rizki dari arah yang tidak disangkanya.” (QS At-Thalaq: 2-3).
Sebagai satu bangsa, jika mau beriman dan bertaqwa, maka pasti Allah akan menurunkan barokah dari langit dan dari bumi: “Andaikan penduduk suatu wilayah mau beriman dan bertaqwa, maka pasti akan Kami buka pintu-pintu barokah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ajaran-ajaran Allah), maka Kami azab mereka, karena perbuatan mereka sendiri” (QS Al A’raf:96)

Penegasan Allah SWT itu begitu jelas, bahkan sangat jelas, dan teramat jelas. Jika ingin jadi mulia, jadilah manusia bertaqwa. Orang mulia tidak akan menjadi hina. Merekalah orang-orang yang menang. Jika ingin menjadi bangsa mulia, jadilah bangsa yang taqwa.

Alhamdulillah, kata “taqwa” pun telah resmi masuk dalam Konstitusi kita. Disebutkan, bahwa: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.” (Pasal 31 ayat 3, UUD 1945).

Jadi, bisa dikatakan, bangsa Indonesia telah bersepakat dan berkomitmen menjadikan taqwa sebagai nilai ideal yang harus kita raih, agar bangsa kita menjadi bangsa yang mulia. Kita tidak mungkin menjadi bangsa yang mulia jika masih terjebak dalam pola pikir sekularisme-materialisme.

Jadi, sangatlah tegas dan jelas! Taqwa adalah buah ibadah Ramadhan yang ikhlas dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kata “Taqwa” bukanlah kata biasa. Kata ini mudah diucapkan tapi sangat tidak mudah diaplikasikan.

Kata “taqwa” inilah yang telah mengubah bangsa Arab, dari bangsa yang dipandang rendah, menjadi bangsa yang hebat. Di zaman kebodohan (jahiliyah), bangsa Arab memiliki cara pandang yang salah terhadap kemuliaan. Karena itu, mereka menjadi bangsa yang rendah. Saat itu, mereka memandang dan menyikapi serta memuliakan seseorang, hanya berdasarkan aspek materinya saja. Orang dimuliakan karena banyak harta, banyak pengikut, kecantikannya, kepandaian menghibur, keturunan bangsawan, dan lain-lain.

Rasulullah saw membawa pesan wahyu tentang taqwa yang mengubah cara pandang bangsa Arab dan umat manusia yang memeluk Islam. Cara pandang taqwa ini memuliakan seseorang dari segi ketaqwaan bukan dari segi kekayaan, ketampanan, atau keturunan.

Nilai kemuliaan yang baru ini berbasis pada konsep: “inna akramakum ‘indallaahi atqaakum.” Mulai dari sinilah, kemuliaan tidak lagi dinisbatkan pada Abu Lahab dan Abu Jahal, melainkan kepada Ammar bin Yasir, Bilal bin Rabah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah ibn Abbas, dan orang-orang yang beriman lainnya.
Lihat juga QS Ali Imran: 139. Bahwa: “Janganlah kalian merasa hina dan janganlah kalian berduka cita, karena kalian adalah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kalian beriman.”

Berdasarkan konsep inilah Rasul saw mendidik para sahabatnya menjadi orang yang bertaqwa, yang bukan hanya pintar. Rasul dan para sahabat berhasil menjadikan bangsa Arab dan Negeri Madinah khususnya, menjadi negara adidaya yang mampu mengalahkan bangsa superpower, yang punya banyak pengalaman perang, dan yang jumlahnya 10 kalinya dari kaum muslimin, yaitu pasukan Romawi (dalam perang Yarmuk). (Lihat: QS Al-Anfal ayat 65).

Jadi, ketika kata “Taqwa” dijadikan sebagai asas dan tujuan pembangunan masyarakat dan bangsa, maka masyarakat dan bangsa itu akan menjadi masyarakat dan bangsa yang unggul dalam seluruh aspek kehidupannya.

Kita menyambut baik tekad dan semangat Presiden Prabowo Subianto untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kuat dan disegani. Disamping cukup sandang, pangan, dan papan, bangsa kita pasti akan menjadi bangsa yang mulia jika para pemimpin dan rakyatnya bertaqwa.

Jadi, rumusnya sederhana! Jika kita ingin menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang paling mulia, maka jadikan konsep taqwa sebagai asas dan tujuan pembangunan. Itu saja! Tapi, jangan hanya slogan atau hanya omon-omon! Nilai-nilai taqwa itu benar-benar diwujudkan dalam seluruh aspek kehidupan.

Saatnya kita berani membuat konsep pembangunan yang baru, bahwa keberhasilan kinerja pemerintah diukur dari keberhasilannya meningkatkan ketaqwaan masyarakat. Misalnya, dalam kurun waktu tertentu, jumlah orang muslim yang shalat lima waktu, shalat tahajud, shalat dhuha, dan sebagainya, meningkat. Jumlah yang buta huruf al-Quran semaknin berkurang. Indeks kejujuran meningkat. Dan sebagainya.

Saatnya kita berani menerapkan konsep pendidikan berbasis konstitusi yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketaqwaan. Janganlah terus-menerus kita mengekor konsep penentuan ranking sekolah dan universitas dengan menafikan aspek iman, taqwa, dan akhlak mulia.

Sekolah terbaik adalah sekolah yang indeks ketaqwaannya tertinggi. Begitu juga kampus-kampus terbaik adalah kampus-kampus yang para dosen dan mahasiswanya berkomitmen menjadikan ketaqwaan sebagai indikator terpenting menentukan prestasi manasiswa dan ranking universitas.
Benarlah apa yang dikatakan penyair besar Pakistan, Mohammad Iqbal:

“Biarlah cinta membakar.
Semua ragu dan syak wasangka.
Hanyalah kepada Yang Esa kau tunduk.
Agar kau menjadi singa.”

Jadi, hanya dengan taqwa bangsa kita akan menjadi “singa”, menjadi “pemimpin peradaban”. Pasti kita tidak mau menjadi bangsa yang durhaka kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebab, kita tidak mau jadi bangsa yang kalah, jadi pecundang; tidak mau menjadi bangsa yang hina. Kita tidak mau menjadi “kecoa” atau “tikus-tikus peradaban”! Semoga Allah menolong dan memuliakan kita semua. Amin.

Selamat Idul Fithri 1446 Hijriah. Taqabbalallaahu minna wa-minkum… (Dr. Adian Husaini)

Admin: Kominfo DDII Jatim

Editor: Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *