Oleh: Muhammad Hidayatullah, Wakil Ketua Bidang Pengembangan Studi al-Qur’an (PSQ) Dewan Da’wah Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya –
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَلِيٍّ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ جَيْشًا وَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ رَجُلًا، فَأَوْقَدَ نَارًا، وَقَالَ: ادْخُلُوهَا، فَأَرَادَ نَاسٌ أَنْ يَدْخُلُوهَا، وَقَالَ الْآخَرُونَ: إِنَّا قَدْ فَرَرْنَا مِنْهَا، فَذُكِرَ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: لِلَّذِينَ أَرَادُوا أَنْ يَدْخُلُوهَا لَوْ دَخَلْتُمُوهَا لَمْ تَزَالُوا فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَقَالَ لِلْآخَرِينَ: قَوْلًا حَسَنًا، وَقَالَ: لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ.
Dari Abu Abdurrahman, dari ‘Ali, bahwa Rasulullah ﷺ mengutus pasukan dan mengangkat seorang laki-laki menjadi komandan mereka. Kemudian komandan tersebut menyalakan api dan berkata: “Masuklah kalian ke dalamnya.” Sebagian orang hendak masuk, sementara yang lain berkata: “Kami menghindarinya.” Ketika hal ini disampaikan kepada Rasulullah ﷺ, beliau bersabda: “Bagi mereka yang hendak masuk ke dalamnya, maka mereka tidak akan keluar darinya hingga hari Kiamat.” Beliau juga bersabda kepada yang lain: “Itulah perkataan yang benar.” Kemudian Rasulullah ﷺ menegaskan: “Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan kepada Allah. Sesungguhnya, ketaatan itu hanya dalam kebaikan.” (HR. Muslim No. 1840)
Makna Ath Thaa’ah (Ketaatan)
Ath Thaa’ah berarti bakti atau taat. Dalam kehidupan, setiap manusia pasti melakukan ketaatan. Namun, pertanyaannya adalah kepada siapa kita memberikan ketaatan tersebut? Apakah kita tunduk kepada diri sendiri dengan menuruti hawa nafsu, atau kepada orang lain yang juga dikendalikan oleh nafsu mereka? Lalu, bagaimana cara berbakti yang benar dalam kehidupan ini?
Setiap ketaatan haruslah diperhatikan dengan cermat. Ketaatan yang benar adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketundukan kepada selain Allah dan Rasul-Nya bisa menjadi kesalahan besar. Sehebat apa pun seseorang, ia tidak berhak untuk ditaati kecuali jika ia mengikuti wahyu dan ajaran Rasulullah ﷺ.
Ketaatan dalam Kepemimpinan
Dalam hadis di atas, Rasulullah ﷺ memberikan ilustrasi tentang pentingnya kepemimpinan dalam sebuah pasukan. Setiap pasukan memerlukan seorang pemimpin, dan anggota pasukan wajib taat kepadanya. Namun, ketaatan ini memiliki syarat utama, yaitu harus selaras dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Jika perintah yang diberikan bertentangan dengan syariat, maka perintah tersebut batal dan tidak boleh diikuti.
Seorang pemimpin tidak boleh memanfaatkan kekuasaannya untuk memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan agama. Oleh karena itu, setiap pengikut juga harus memiliki pemahaman agama yang baik agar dapat membedakan antara perintah yang berlandaskan syariat dan yang tidak. Allah berfirman:
وَٱلَّذِينَ ٱجۡتَنَبُواْ ٱلطَّٰغُوتَ أَن يَعۡبُدُوهَا وَأَنَابُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ لَهُمُ ٱلۡبُشۡرَىٰۚ فَبَشِّرۡ عِبَادِ ٱلَّذِينَ يَسۡتَمِعُونَ ٱلۡقَوۡلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحۡسَنَهُۥٓۚ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَىٰهُمُ ٱللَّهُۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمۡ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ
“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira. Sebab itu, sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Az-Zumar: 17-18)
Pentingnya Ilmu dalam Ketaatan
Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim agar mereka memahami makna hidup ini dengan benar. Hidup di dunia bukan hanya untuk mengejar kesuksesan duniawi, tetapi untuk meraih kebahagiaan akhirat. Sebagaimana dalam ungkapan Ad-dunya mazra’atul akhirah (dunia adalah ladang akhirat), manusia akan merugi jika hanya mengejar kemuliaan dunia tetapi mengorbankan kemuliaannya di akhirat.
Terkadang, manusia bisa merasa dihina atau diperlakukan tidak adil oleh mereka yang memiliki kuasa. Namun, selama seseorang tetap menjalankan ketaatan kepada Allah dan berusaha bertakwa, di situlah letak kemuliaan sejati. Allah mengingatkan tentang bahaya mengikuti hawa nafsu:
أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلۡمٖ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمۡعِهِۦ وَقَلۡبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةٗ فَمَن يَهۡدِيهِ مِنۢ بَعۡدِ ٱللَّهِۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya, serta Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al-Jaatsiyah: 23)
Menjaga Ketaatan yang Benar
Seseorang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan akan memaksa orang lain untuk tunduk kepadanya. Ini menciptakan siklus di mana setiap individu menuruti hawa nafsu orang lain, tanpa menyadari bahwa mereka telah tersesat. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memastikan bahwa ketaatan mereka hanya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Hadis di atas juga mengajarkan bahwa pemimpin harus menjalankan tugasnya berdasarkan ketentuan Allah. Kepemimpinan tidak boleh didasarkan pada kepentingan duniawi atau prinsip sekuler yang jauh dari nilai-nilai agama. Dengan demikian, setiap orang yang dipimpin dapat memilah kapan harus taat dan kapan harus menolak perintah yang bertentangan dengan syariat.
Ketaatan bukanlah hal yang mutlak diberikan kepada siapa pun, kecuali kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, setiap Muslim harus senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam agar tidak terjerumus dalam ketaatan yang salah. Wallahu a’lam bish-shawab.
Admin: Kominfo DDII Jatim
Editor: Sudono Syueb