Oleh: Muhammad Hidayatullah, Wakil Ketua Bidang Pengembangan Studi al-Qur’an (PSQ) Dewan Da’wah Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya –
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ. رواه الترمذي وابن ماجه، وحسنه الألباني في “صحيح الترمذي” رقم ٣٥٥٠
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: “Usia umatku berkisar antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun, dan sangat sedikit yang melebihi batas itu.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi No. 3550)
Makna A’maar
Kata A’maar (أَعْمَار) adalah bentuk jamak dari ‘umur (عمر) yang berarti usia. Hadis di atas menjelaskan bahwa rata-rata usia umat Nabi Muhammad ﷺ berkisar antara 60 hingga 70 tahun, lebih pendek dibandingkan dengan umat-umat terdahulu yang memiliki usia lebih panjang. Hal ini merupakan bentuk kasih sayang Allah ﷻ kepada umat Islam, yang meskipun usianya lebih pendek, namun diberikan kesempatan untuk meraih pahala besar dengan amal yang berkualitas.
Hakikat Usia
Dalam Islam, panjang atau pendeknya usia bukanlah hal yang utama. Yang lebih penting adalah bagaimana seseorang memanfaatkan hidupnya untuk tujuan yang benar. Allah ﷻ berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ. سورة الذاريات: ٥٦
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Oleh karena itu, segala aktivitas manusia harus bernilai ibadah kepada Allah ﷻ. Ibadah dalam Islam tidak hanya terbatas pada shalat dan ritual lainnya, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan jika dilakukan dengan niat yang benar.
Shalat sebagai Indikator Kualitas Hidup
Dalam Islam, shalat adalah barometer utama kualitas ibadah seseorang. Shalat merupakan bentuk shilah (hubungan) dengan Allah ﷻ. Jika seseorang menjaga shalatnya dengan baik, maka diharapkan seluruh aktivitasnya pun tetap terhubung dengan nilai-nilai ketakwaan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ، فَإِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ سَائِرُ عَمَلِهِ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ
رواه الترمذي، رقم ٤١٣
“Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka baik pula seluruh amalnya, dan jika shalatnya rusak, maka rusak pula seluruh amalnya.” (HR. At-Tirmidzi No. 413)
Ketidakpastian Usia dan Kesiapan Menghadap Kematian
Tidak ada seorang pun yang mengetahui dengan pasti kapan ajalnya akan tiba. Ada yang diberikan usia panjang, ada pula yang hidupnya singkat. Oleh karena itu, Islam mengajarkan agar setiap Muslim selalu dalam keadaan siap menghadapi kematian dengan amal yang terbaik.
Allah ﷻ berfirman:
لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ. سورة الأعراف: ٣٤
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (ajal); maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al-A’raf: 34)
Dan di ayat lain:
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ. سورة النساء: ٧٨
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An-Nisa: 78)
Dunia Hanya Sementara
Hidup di dunia adalah perjalanan sementara menuju kehidupan yang abadi. Rasulullah ﷺ mengingatkan dalam sabdanya:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. رواه البخاري، رقم ٦٤١٦
“Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau seorang musafir.” (HR. Bukhari No. 6416)
Seorang Muslim harus memahami bahwa dunia dan isinya hanya bersifat sementara. Orang yang keliru dalam menentukan tujuan hidupnya akan terjerumus dalam kesalahan dalam menjalani kehidupan, sementara orang yang sabar dan istiqamah akan meraih kebahagiaan abadi di akhirat.
Niat yang Benar dalam Beribadah
Islam mengajarkan bahwa niat adalah hal utama dalam setiap amal. Ibadah bukanlah sekadar ritual, tetapi penghambaan total kepada Allah ﷻ, bukan untuk mendapatkan keuntungan dunia semata. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. رواه البخاري ومسلم
“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah ﷻ juga berfirman:
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا ۗ وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا ۚ وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ. سورة آل عمران: ١٤٥
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali ‘Imran: 145)
Hadis ini mengajarkan bahwa usia manusia adalah anugerah yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Usia bukanlah tentang panjang atau pendeknya, tetapi tentang bagaimana seseorang mengisi kehidupannya dengan amal shaleh dan ibadah kepada Allah ﷻ.
Seorang Muslim harus senantiasa mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat dengan menjaga ibadah, niat yang lurus, dan menjadikan dunia sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan di akhirat. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang diberi keberkahan dalam usia dan amal kita. Wallahu a’lam bish-shawab.
Admin: Kominfo DDII Iatim
Editor: Sudono