DISKUSI TENTANG UNIVERSITAS IDEAL UNTUK LAHIRKAN ULAMA HANDAL

Artikel Terbaru ke-1.971
Oeh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Dewandakwahjatim.com, Depok -
Pada hari Kamis, 22 Agustus 2024, saya mendapat kehormatan untuk menyampaikan presentasi tentang konsep Universitas Islam Ideal dan aplikasinya di Indonesia. Acara ini khusus untuk jajaran dosen Universitas YARSI Jakarta. Ini diskusi berat. Sebab, pesertanya sangat istimewa. Ada wakil rektor, dekan, dan dosen-dosen Pendidikan Agama Islam.
Acara dibuka oleh pendiri Universitas YARSI Prof. Dr. Jurnalis Uddin. Beliau sosok yang istimewa dan inspiratif. Dalam umurnya yang sudah 87 tahun, masih tampak sehat dan aktif dalam dunia pendidikan dan kesehatan. Kami beberapa kali bertemu dalam rapat Pembina YARSI Sumatera Barat.
Dalam diskusi internal tersebut, saya menyampaikan pentingnya tema “universitas Islam ideal” dan aplikasinya. Sebab, di era serba internet dan kecerdasan buatan, tantangan eksistensi universitas semakin besar. Di berbagai negara prediksi kebangkrutan perguruan tinggi formal sudah diprediksi oleh para ahli.

Sejak 27 November 2017, laman Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (www.aptisi.or.id) memuat satu berita berjudul: “Perguruan Tinggi Terancam Bangkrut Akibat Pendidikan Online”. Berita itu mengutip buku Clayton Christensen berjudul ‘The Innovative University’ dan penulis terkenal Henry Eyring.


Menurut analisis mereka, pendidikan online akan menjadi pilihan pendidikan yang efektif, dan membuat pendidikan dengan model bisnis tradisional tertinggal.


Christensen memperkirakan 50 persen dari 4.000 perguruan tinggi di AS akan bangkrut dalam 10 hingga 15 tahun yang akan datang. Pendapat itu juga diamini Departemen Pendidikan AS dan proyek Moody’s Investros Service.


Tantangan kontemporer ini perlu dipahami dengan cermat oleh Perguruan Tinggi Islam. Oleh karena itu, masih sangat banyak Perguruan Tinggi Islam yang mengandalkan operasionalnya dari sumbangan mahasiswa SPP. Padahal, ancaman banyaknya universitas yang akan mengalami kesulitan operasional sudah di depan mata.


Namun hingga kini, minat kalangan umat untuk mendirikan Universitas Islam masih terus bertambah. Sejumlah pesantren, sekolah, atau ormas Islam terus berupaya membangun Universitas Islam. Kepada beberapa pimpinan lembaga Islam, saya menyarankan agar berpikir masak-masak sebelum memutuskan membangun atau membeli ijin kampus tertentu.
Inilah pentingnya diskusi tentang Universitas Islam Ideal di era serba internet atau era kecerdasan buatan. Jangan sampai kampus Islam terjebak dalam formalisme dan linierisme sempit. Juga, jangan sampai terjerat konsep universitas ala kapitalis yang hanya menempatkan universitas sebagai institusi bisnis semata.


Jika seperti itu kondisinya, berarti universitas Islam telah menafikan tujuan mulia pendirian universitas Islam. Yakni, untuk melahirkan manusia-manusia unggul yang akan menjadi calon-calon pemimpin di tengah masyarakat.
Memang, dalam sejarahnya, pendirian universitas Islam yang pertama – yakni Sekolah Tinggi Islam (STI) — sejatinya merupakan upaya perjuangan dari para tokoh Islam dan tokoh bangsa untuk melepaskan diri dari cengkeraman penjajahan, dalam berbagai bentuknya. Pendirian STI merupakan amanah dari para tokoh umat Islam yang tergabung dalam Masyumi, tahun 1944.


STI resmi dibuka 8 Juli 1945 (41 hari sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI – 17 Agustus 1945. Mohammad Hatta (Bung Hatta) sebagai ketua pendirian STI menggariskan bahwa tujuan universitas Islam adalah: “… untuk membentuk ulama yang berpengetahuan dalam dan berpendirian luas serta mempunyai semangat yang dinamis. Hanya ulama seperti itulah yang bisa menjadi pendidik yang sebenarnya dalam masyarakat.”


Sejalan dengan cita-cita Bung Hatta tersebut, saya mengusulkan agar Universitas YARSI juga memiliki program kaderisasi ulama yang sekaligus seorang dokter. Sebab, Universitas YARSI saat ini dipandang sebagai salah satu universitas Islam yang memiliki Pendidikan Kedokteran yang terbaik dan banyak diminati.
Apalagi, saat ini begitu banyak para lulusan SMA yang unggul memiliki kecerdasan tinggi dan berminat menjadi dokter. Sayang sekali jika dengan tingkat kecerdasan mereka yang tinggi, para mahasiswa itu hanya dididik menjadi praktisi kedokteran dan mengabaikan ilmu-ilmu lain yang diperlukan untuk menjadi kader-kader pemimpin umat yang unggul.


Diakui oleh para dosen agama, bahwa prinsip-prinsip yang membentuk ulama yang dokter itu sangat tidak mudah untuk diterapkan. Sebab, perkuliahan di Program Kedokteran memang sangat padat. Tetapi, pengalaman saya kuliah di Kedokteran IPB tetap saja ada kesempatan untuk mengkaji berbagai bidang keilmuan lain dan juga aktif dalam kegiatan keagamaan dan kemahasiswaan.


Hanya saja, patut dicatat, untuk melahirkan cita-cita ulama sebagaimana dicita-citakan oleh Bung Hatta, tidak cukup hanya dengan memperbanyak pembelajaran tentang ilmu-ilmu keislaman. Yang lebih penting adalah program pembimbingan secara individual dan intensif. Universitas YARSI dan universitas-universitas Islam lainnya saat ini perlu memiliki para pelatih kaderisasi ulama intelektual yang mumpuni.


Jika untuk menjadi atlet bola atau bulu tangkis saja diperlukan pelatih yang handal, maka untuk melahirkan ulama intelektual yang handal pun memerlukan pelatih handal yang berpengalaman dalam bidang pendidikan kader ulama. Walhasil, diskusi di Universitas YARSI Jakarta hari itu berlangsung dengan hangat sampai memakan waktu sekitar tiga jam. Semoga bermanfaat. Amin. (Depok, 26 Agustus 2024).

Admin: Kominfo DDII jatim

SS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *