Thaghut, Perampas Kemerdekaan terhadap setiap insan

Oleh: M. Hidayatullah
Wakil Ketua Bid. Pengembangan Studi Al-Qur’an DDII Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Thaghut dari akar kata yathgha yang bermakna sewenang-wenang, berbuat lalim, menekan. Imam Ibnul Qayim menjelaskan tentang thaghut dalam kitab I’lam Al-Muwaqqi’in:

الطَّاغُوتُ: كُلُّ مَا تَجَاوَزَ العَبْدُ بِهِ حَدَّهُ مِنْ مَعْبُودٍ, أَوْ مَتْبُوعٍ, أَوْ مُطَاعٍ

Thaghut adalah segala sesuatu yang dengannya seorang hamba melampaui batasnya, baik berupa sesembahan, yang diikuti, atau yang ditaati.

Jadi Thaghut adalah prilaku seseorang yang melampui batas sehingga merampas hak asasi orang lain. Padahal hak asasi merupakan anugrah Allah bagi seiap umat manusia. Sehingga dalam setiap diri manusia terdapat hak asasi yang wajib dihormati oleh orang lain, dan menghormati hak asasi orang lain ini merupkan kewajiban asasi bagi setiap insan.
Jadi setiap insan memiliki hak asasi dan sekaligus kewajiban asasi ini. Keduanya haruslah dijalankan dengan seimbang dan itulah manusia yang memahami akan nilai-nilai kemanusian sebagai makhluk yang mendapatkan amanah kekhalifahan di muka bumi ini.
Manusia yang merampas hak asasi manusia lainnya itulah kemudian disebut thaghut. Manusia yang memiliki karakter demikian dan disebut di dalam al Quran adalah Firaun, dia adalah seoran raja yang dhalim dan merasa berkuasa penuh sehingga ia bertindak sewenang-wenang.

ٱذۡهَبَآ إِلَىٰ فِرۡعَوۡنَ إِنَّهُۥ طَغَىٰ ٤٣ فَقُولَا لَهُۥ قَوۡلٗا لَّيِّنٗا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوۡ يَخۡشَىٰ ٤٤

Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. Thaha: 43 – 44

Tiada perbuatannya kecuali justru menyengsarakan orang lain, kata-kata yang keluar dari mulutnya begitu mudahnya menyakiti hati dan menyinggung perasaan orang lain. Dan semua itu menjadi kebiasaan dan kebanggaannya. Padahal setajam-tajamnya pisau hanya melukai kulit, tapi setajam-tajamnya mulut dapat menggores ke dalam hati orang lain.

Dalam ayat di atas sangat jelas, bahwa perintah Allah kepada Nabi Musa dan Harun agar berkata yang dengan perkataan yang lemah lembut kepada Firaun, padahal Firaun merupakan tokoh yang super dhalim dan menjadi thaghut. Tetapi bagi orang-orang yang yang terjangkiti penyakitnya Firaun kadang berkatanya kasar dan tanpa mempertimbangkan dampaknya, padahal lawan bicaranya bukanlah orang yang sedhalim Firaun.

Semua Rasul di utus dalam rangka mengajak umat kepada beribadah kepada Allah dan menjauhi tahghut. Tentu menjauhi thaghut ini juga jangan sampai seseorang itu bertindak layaknya thaghut tersebut. Seberapa besarpun kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang suatu saat akan berakhir juga. Maka jangan sampai kemudian hal itu mencederai kepada banyak orang dengan prilaku dan perkataanya.

وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنۡهُم مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَيۡهِ ٱلضَّلَٰلَةُۚ فَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ ٣٦

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). An Nahl: 36

Begitulah manusia, jika ia merasa lebih dari lainnya kerap ia bertindak melampui batas kepada orang lain. Merendahkan dan meremehkan orang lain adalah hobinya, seolah ia menjadi ikut rendah jika tidak meremehkannya. Perasaanya begitu sensitive terkait harga dirinya yang dianggapnya lebih dari orang lain. Sifat inilah yang disebut takabbur, yang merasa dirinya besar, tetapi itu hanya merasa saja padahal tidak besar, karena Yang Maha Besar itu hanyalah Allah Subanahu wa Ta’ala. Kalimat takbir selalu ia dibaca tetapi sangat tidak membekas dalam jiwanya.

كَلَّآ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَيَطۡغَىٰٓ ٦ أَن رَّءَاهُ ٱسۡتَغۡنَىٰٓ ٧

Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Al Alaq : 6 – 7

فَأَمَّا مَن طَغَىٰ ٣٧ وَءَاثَرَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا ٣٨ فَإِنَّ ٱلۡجَحِيمَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ ٣٩

Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). An Nazi’at : 37 – 39

Dengan alasan apapun sifat takabbur itu tidak diperkenankan, karena sifat itu yang layak hanyalah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedankan manusia, apapun posisi dan jabatannya hanyalah menjalankan amanah. Posisi dan jabatan dan semua perangkat yang melekat dalam dirinya hanyalah amanah dari Allah dan bukan karena kehebatan dirinya. Itulah yang seringkali dilupakan oleh orang-orang yang mendapatkan amanah berupa kelebihan dari orang lain, cenderung menjadikan hawa nafsunya menjadi tuhannya.

أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلۡمٖ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمۡعِهِۦ وَقَلۡبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةٗ فَمَن يَهۡدِيهِ مِنۢ بَعۡدِ ٱللَّهِۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ ٢٣

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? Al Jatsiyah: 23

Allah memerdekakan setia insan

Setiap insan sesungguhnya telah dimerdekkan oleh Allah dari belenggu thaghut, baik yang ada dalam dirinya berupa ambisi duniawi maupun tahghut dari luar dirinya yaitu penguasa yang sombong. Ambisi dunia adalah setiap aktifitasnya yang karena tendensi keduniawiayaan entah berupa harta, berupa kemuliaan, berupa kehormatan dan lain sebaginya.

Isyarat Rasululla orang yang sombong itu adalah bahtarul haq wa ghamtunnas, yakni menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain. Mengapa ia menolak kebenaran? Karena ia beranggapan bahwa kebenaran atau representasi dari kebenaran itu adalah dirinya, representasi pintar itu adalah dirinya, representasi hebat itu adalah ketika seseoran menjabat ini dan itu atau memiliki gelar ini dan itu, selain itu tidak perlu dianggap atau diangap biasa-biasa saja. Bahkan adakalanya dianggap tidak level dengan dirinya yang lebih hebat.
Dengan apa Allah memerdekaan setiap insan? Hanya dengan kalimat tauhid Allah memerdekaan setiap hamba-Nya. Jiwa dan semangat tauhid yang menjadikan setiap insan akan menjadi merdeka dari belenggu penjajah nafsunya dan nafsu orang lain.

Setiap insan yang berjiwa dan bersemangat tauhid orientasi dalam hidupnya hanya karena Allah semata, ia selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya karena Allah dan bukan karena tendensi duniawinya, apalagi dengan bertopeng agama tetapi lebih kearah tendensi duniawi. Semua kebaikan yang dilakukannya dalam rangka untuk ibadah kepada Allah, sehingga tidak akan menuntut fasilitas ini dan itu ketika menjalankannya, apalagi berharap mendapatkan sesuatu, termasuk bersikap jaim atau jaga image supaya tetap dihormati dan dimuliakan. Ia sudah merasa cukup dan selalu bersyukur telah mendapatkan fasilitas kehidupannya dengan segala karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Pertanyaannya adalah apakah benar-benar kita telah merdeka dengan sebenar-benarnya? ataukah hanya merasa merdeka tanpa memahami makna merdeka yang hakiki? Diri kita masing-masinglah yang dapat menjawabnya. [*]

Admin: Kominfo DDII Jatim

SS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *