MENGHORMATI KEBEBASAN TANPA KEBABLASAN

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat

Dewandakwahjatim.com, Depok – Sejumlah kalangan di Indonesia berulang kali menuntut adanya kebebasan dalam berbagai hal. Merujuk kepada pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), mereka menuntut kebebasan untuk menganut dan menyebarkan aliran keagamaan apa saja. Tidak boleh ada pihak yang dinyatakan salah atau disesatkan.

Mereka menyatakan bahwa kebebasan beragama, beribadah dan berkeyakinan adalah hak dasar dan hak konstitusi setiap warga negara RI. Pemerintah harus mengakui, menghormati, menghargai, dan menjamin hak kebebasan beragama dan berkeyakinan setiap warga negara secara murni dan tanpa diskriminasi dalam bentuk dan dengan cara apa pun. Pemerintah juga diminta melayani seluruh kelompok, golongan, agama, keyakinan, dan komunitas dan dengan menetapkan kebijakan yang non-diskriminatif dalam semua aspek kehidupan beragama di seluruh Indonesia.

Misalnya, mereka meminta agar pemerintah tidak menetapkan bahwa aliran Ahmadiyah sebagai ajaran sesat dan menyesatkan. Begitu juga dengan komunitas Eden. Pemerintah diminta memulihkan seluruh hak-hak dasar dan hak-hak konstitusi warga Ahmadiyah dan komunitas lainnya termasuk Komunitas Eden serta kelompok atau keyakinan atau agama lainnya secara sejajar dan setara dengan agama-agama lainnya yang selama ini diakui dan dilayani oleh pemerintah.

Tuntutan kebebasan beragama tanpa batas semacam itu tidaklah mungkin diterima secara logika. Coba kita pikirkan! Jika pihak-pihak yang mengkampanyekan kebebasan beragama secara mutlak itu konsisten, mereka mestinya juga memperjuangkan kebebasan keyakinan jutaan kaum Muslim yang tidak dapat dilaksanakan, karena terhalang oleh peraturan negara.

Jutaan kaum Muslim yakin, bahwa mereka wajib menjalankan ‘amar ma’ruf nahi munkar’. Konsep ini tidak dikenal dalam masyarakat sekular dan individualistis di Barat. Dalam keyakinan keagamaan kaum Muslim, membiarkan kemunkaran merejalela adalah sebuah kejahatan. Kaum Muslim yakin, azab Allah pasti turun jika mereka tidak berbuat apa pun untuk menghentikan atau mencegah kemunkaran. Dan kemunkaran (dosa) terbesar dalam pandangan dan keyakinan kaum Muslim adalah dosa syirik.

Al-Quran banyak menyebutkan adanya perintah Allah agar kaum Muslim menjalankan amar ma’ruf nahi munkar: “Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa Putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS al-Maidah: 78-79). Juga Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah dari satu kaum berbuat maksiat, dan diantara mereka ada orang yang mampu untuk melawannya, tetapi dia tidak berbuat itu, melainkan hampir-hampir Allah meratakan mereka dengan azab dari sisi-Nya.” (HR Abu Dawud,🎉🎉 at-Turmudzi, dan Ibnu Majah).

Inilah keyakinan kaum Muslim, yang mestinya juga diberikan tempat untuk pelaksanaannya. Jika mereka membela keyakinan Ahmadiyah dan Lia Eden, mengapa mereka tidak membela keyakinan kaum muslim yang mayoritas! Mereka menuduh kaum Muslim menghakimi, mengadili, dan menindas keyakinan Lie Eden, tetapi pada saat yang sama, tanpa sadar, mereka pun sedang menghakimi keyakinan kaum Muslim.

Paham kebebasan mutlak dalam agama yang diserukan berbagai pihak sebenarnya sudah sangat kebablasan dan membahayakan kerukunan umat beragama. Betapa tidak, di negara mana pun, tidak ada pemerintah yang tidak melakukan diskriminasi apa pun terhadap kelompok-kelompok agama atau kepercayaan yang ada. Di Indonesia sendiri, penyebaran paham komunisme tetap dilarang oleh MPR, meskipun negara tidak mungkin memaksakan kaum komunis meninggalkan keyakinannya.

Di Jerman, paham Naziisme dilarang disebarkan. Di AS, Inggris, dan negara-negara mayoritas Kristen lainnya, kaum Muslim jelas mendapatkan perlakuan yang berbeda dibandingkan dengan kaum Kristen. Kaum Muslim, misalnya, tidak mendapatkan hak untuk hari libur pada saat hari besar Islam. Hak-hak politik kaum Muslim juga dibatasi.

Keputusan dan fatwa yang menyatakan kelompok Ahmadiyah sesat sudah ditegaskan oleh berbagai lembaga Islam Internasional dan negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam. Pakistan sendiri menempatkan Ahmadiyah sebagai minoritas non-muslim. Mestinya kelompok ini juga menghormati keyakinan ratusan juta kaum Muslim yang meyakini Ahmadiyah adalah ajaran sesat.

Kelompok Lia Eden pun menghakimi keyakinan kaum Muslim, bahwa ajaran Lia Eden adalah sesat. Dalam buku, Ruhul Kudus (2003), sub judul ‘’Seks di sorga’’, diceritakan kisah pacaran dan perkawinan antara Jibril dengan Lia Eden: ‘’Lia kini telah mengubah namanya atas seizin Tuhannya, yaitu Lia Eden. Berkah atas namanya yang baru itu. Karena dialah simbol kebahagiaan surga Eden. Berkasih-kasihan dengan Malaikat Jibril secara nyata di hadapan semua orang. Semua orang akan melihat wajahnya yang merona karena rayuanku padanya. Aku membuatkannya lagu cinta dan puisi yang menawan. Surga suami istri pun dinikmatinya.’’
Bagi orang yang tidak peduli dengan agama, maka ajaran seperti Lia Eden itu dianggap tidak bermasalah dan harus diberikan kebebasan. Sebab, bagi mereka, agama atau aliran apa saja dianggap sama. Agama, bagi mereka adalah asesoris belaka. Kapan saja bisa ditinggalkan, bila tidak diperlukan. Maka, mereka menuntut agama Islam disamakan posisinya dengan agamanya Lia Eden, Gatoloco, Darmogandhul, komunisme, sekularisme, liberalisme, dan sebagainya.

Dalam buku Gatoloco terdapat ungkapan-ungkapan yang melecehkan ajaran Islam, seperti: “Allah, artinya olo yakni jelek, karena kemaluan lelaki atau perempuan itu jelek rupanya. Kalimat syahadat: ‘’Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah artinya “Aku menyaksikan bahwa hidupku dan cahaya Tuhan serta Rasa Nabi adalah karena bersetubuhnya bapa dan ibu. Karena itu saya juga ingin melakukan (bersetubuh) itu. Mekah artinya bersetubuh, yakni perempuan yang memegang kemaluan lelaki, kemudian ia mekakah berposisi untuk bersetubuh.”

Apakah ajaran Gatoloco seperti itu dapat diberikan ruang sama dengan agama Islam? Logika yang sehat tentu saja akan mengatakan, “Tidak!”. Karena itu, tuntutan kebebasan beragama yang berlebihan semacam itu justru akan merusak kerukunan beragama. Syukurlah, Indonesia masih tetap ada peraturan yang melarang penodaan dan perusakan agama. Umat Islam wajib menghargai perbedaan dan kebebasan dalam beragama, tetapi jangan sampai kebablasan.

Admin: Kominfo DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *