JILBAB PASKIBRAKA

Oleh; Prof. Bustami Rahman, Gubes Emeritus Sosiologi Universitas Bangka Belitung (UBB)

Dewandakwahjatim.com, Bangka Belitung – Geger lagi. Berita viral menyebutkan bahwa para paskibraka puteri tidak menggunakan jilbab pada saat pelantikan hari Selasa tanggal 12 Agustus 2024 kemarin. Padahal mereka dalam kesehariannya mengenakan jilbab. Semoga pada hari H upacara bendera 17 Agustus hari Sabtu besok, anak-anak kita yang berjilbab tersebut, kembali berpakaian seperti biasanya.

Saya bukan pakar agama untuk menjelaskan hukum atau syariat berpakaian khususnya bagi kaum muslimat. Saya hanya ingin mengingatkan dalil dalam ilmu sosial yang dikenal sebagai ‘counter culture’.

Budaya melawan atau counter culture akan terjadi jika satu pihak merasa valuesnys terancam oleh pihak yang dianggap mengancam. Alih-alih pihak yang terancam valuesnya itu tadi akan mengalah atau menyerah, justru sebaliknya, akan menentang dan melawan sehingga ada semacam resistensi. Uniknya lagi resistensi ini akan naik gradasi ancaman baliknya. Situasi ini akan terjadi secara berterusan dan akan mengancam solidaritas sosial di dalam masyarakat.

Contohnya, masyarakat di Malaysia lebih duluan menerapkan jilbab dibandingkan dengan masyarakat Indonesia. Sebagian komunitas di Malaysia merasa ‘terancam’ dan melakukan counter culture. Di tempat-tempat umum terlihat wanita dari komunitas yang berbeda valuesnya ‘melawan’ dengan sebaliknya membuka lebar pakaian mereka. Punggung terbuka, dada setengah terbuka, dan paha terbuka.

Lantas apa reaksi balik oleh pihak yang berjilbab? Sebagian mereka melawan dengan meningkatkan gradasi. Muncullah model hijab yg lebih tertutup yakni bercadar. Gegerlah Malaysia waktu itu dan mulai melarang ini dan melarang itu.

Inilah yang saya maksud tindakan atau kebijakan publik yang tidak perlu. Jika seandainya apa yang terjadi di dalam konteks upacara bendera 17 Agustus 2024 besok adalah ‘ide baru’ dari BPIP. Saya sungguh berpesan kepada adindaku Prof. Yudian Wahyudi. Abaikanlah niat ingin mem’pancasila’kan segala hal di bumi Indonesia ini. Terlalu banyak values yang ingin diseragamkan, dan itu tidak ada manfaatnya. Bhinneka Tunggal Ika telah cukup mengajarkan solidaritas dan soliditas keberagaman. Biarkan proses evolusi peradaban itu berjalan perlahan asal tidak mengganggu nilai-nilai Pancasila.

Salam,
(Bustami Rahman, Guru Besar Emeritus Sosiologi UBB, Universitas Bangka Belitung)

Admin: Kominfo DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *