Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Wakil Ketua Bidang MPK DDII Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – lslam sering didengungkan sebagai agama mulia dan akan membawa kemuliaan bagi pemeluknya. Namun dalam realitas global, umat Islam sering dalam situasi marginal. Kalau merujuk pada Al-Qur’an bahwa umat Islam akan mulia ketika memegang teguh keimanan, bukan sekedar bangga dengan keislamannya. Al-Qur’an pun memastikan bahwa keunggulan dan kemenangan hakiki akan diraih orang-orang yang beriman, bukan orang yang secara verbal menyatakan dirinya sebagai muslim. Ketika keimanan menjadi identitas yang kuat, maka hal itu akan menggerakkan dirinya teguh menjalankan nilai-nilai kebenaran. Berdasarkan hal itu, umat Islam terpinggirkan di samping karena kosongnya keimanan dalam dada, tetapi juga banyaknya terjadi pelanggaran etika-moral.
Tertancapnya Keimanan
Umat Islam melahirkan peradaban besar karena keimanan bukan karena pengakuan beridentitas Islam. Artinya, Islam menjadi agama besar karena kekokohan iman yang terhunjam ke dalam dada-dada kaum muslimin, dan teraplikasi dalam kehidupan sosial. Sebaliknya, Islam akan terpuruk dan mengalami kehinaan ketika umat Islam hanya membanggakan diri dengan identitas keislamannya tanpa mengaplikasi dalam kehidupan.
Al-Qur’an telah memberi pelajaran bahwa orang-orang Badui sangat bangga dengan keislamannya. Mereka merasa dengan keislamannya, telah memberi kontribusi pada Islam. Namun Allah menegur bahwa mereka baru berislam, belum beriman. Keislaman memang dari sisi fisik dan lahiriyah, tetapi tidak banyak berbuat lebih banyak dan memberi manfaat yang luas. Sementara keimanan lah yang akan menggerakkan amal kebaikan seorang hamba, dan hal itu akan berkontribusi pada Islam. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
قَا لَتِ الْاَ عْرَا بُ اٰمَنَّا ۗ قُلْ لَّمْ تُؤْمِنُوْا وَلٰـكِنْ قُوْلُوْۤا اَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْاِ يْمَا نُ فِيْ قُلُوْبِكُمْ ۚ وَاِ نْ تُطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ لَا يَلِتْكُمْ مِّنْ اَعْمَا لِكُمْ شَيْئًــا ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Orang-orang Arab Badui berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah (kepada mereka), “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah “Kami telah tunduk (Islam),” karena iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 14)
Allah memastikan bahwa keislaman saja tidak cukup tetapi keimanan lah yang menjadi faktor utama tegaknya Islam. Pengakuan sebagai muslim tidak boleh berhenti, tetapi dilanjutkan dengan mukmin. Dengan keimanan itu, maka akan menggerakkan hatinya memperoduksi kebaikan. Al-Qur’an memberi contoh bahwa dalam memilih pemimpin, orang yang beriman tidak akan memilih orang musyrik sebagai pemimpin. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَلَوْ كَا نُوْا يُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ وَا لنَّبِيِّ وَمَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوْهُمْ اَوْلِيَآءَ وَلٰـكِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ فٰسِقُوْنَ
“Dan sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Muhammad) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak akan menjadikan orang musyrik itu sebagai pemimpin. Tetapi banyak di antara mereka, orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 81)
Orang yang beriman tidak akan memilih pemimpin yang hanya memikirkan dirinya sendiri, tetapi akan memilih sosok pemimpin yang benar-benar memberi manfaat bagi kaum muslimin secara umum. Sebaliknya, orang muslim seringkali memilih pemimpin tanpa memastikan keimanannya. Bahkan memilih orang kafir sebagai pemimpin. Hal ini lah yang membuat umat Islam mendapatkan efek buruk. Bahkan Allah tidak akan menolong dan membiarkan umat Islam dalam kehinaan. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُوْنَ الْكٰفِرِيْنَ اَوْلِيَآءَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ ۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللّٰهِ فِيْ شَيْءٍ اِلَّاۤ اَنْ تَتَّقُوْا مِنْهُمْ تُقٰٮةً ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللّٰهُ نَفْسَهٗ ۗ وَاِ لَى اللّٰهِ الْمَصِيْرُ
“Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman. Barang siapa berbuat demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apa pun dari Allah, kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu akan diri (siksa)-Nya, dan hanya kepada Allah tempat kembali.” (QS. Ali ‘Imran : 28)
Balasan Surga
Allah menjamin orang-orang yang beriman akan masuk surga, dan mengumpulkan seluruh keluarganya. Mereka bisa berkumpul di surga karena keimanan, bukan identitas keislaman semata. Orang-orang yang beriman akan tergerak untuk melakukan amalan-amalan mulia dan ibadah-ibadah yang berkualitas. Oleh karenanya, para penghuni surga yang memiliki keimanan saja yang bertemu. Dengan keimanannya, mereka di samping berbuat baik, juga berhasil meninggalkan maksiat dan dosa.
Bagi orang yang beriman akan tergerak menghindari perbuatan yang merusak dirinya. Allah menggambarkan begitu bahagianya para keluarga beriman yang berkumpul di surga karena kesamaan iman, bukan karena pengakuan beridentitas Islam. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَا لَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَا تَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِاِ يْمَا نٍ اَلْحَـقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَاۤ اَلَـتْنٰهُمْ مِّنْ عَمَلِهِمْ مِّنْ شَيْءٍ ۗ كُلُّ امْرِئٍ بِۢمَا كَسَبَ رَهِيْنٌ
“Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. At-Tur : 21)
Surga merupakan tempat yang suci dan aman. Di dalamnya hanya orang-orang yang spesial saja yang akan memasukinya. Keimanan menjadi persyarakatn utama, dimana mereka menikmati kebahagiaan dan dijauhkan dari kehinaan dan kenistaan.
Surabaya, 7 Mei 2024
Admin: KOMINFO DDII Jatim