Artikel ke-1.823
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum Dewan Da’wah Pusat
Dewandakwahjatim.com, Depok – Memasuki Ramadhan 1445 Hijriah umat Islam Indonesia lagi-lagi punya pilihan untuk memilih 1 Ramadhan pada hari Senin (11/3/2024) atau Selasa (12/3/2024). Sesama organisasi pengguna metode hisab, Muhammadiyah mengawali Ramadhan 1445 H pada 11 Maret 2024. Sedangkan Persatuan Islam (Persis), pada 12 Maret 2024.
Kondisi seperti ini tidak terjadi di negeri-negeri muslim lainnya. Ini keunikan Indonesia. Dan umat Islam Indonesia sudah terlatih untuk berbeda pendapat dalam soal ini. Terlepas dari adanya perbedaan, jika direnungkan lebih mendalam, sebenarnya umat Islam Indonesia tidaklah berbeda pendapat dalam penentuan awal Ramadhan. Semua umat Islam sepakat, bahwa puasa Ramadhan dimulai pada 1 Ramadhan. Tidak ada perbedaan sama sekali dalam masalah ini.
Sekedar perbandingan, meskipun sama-sama berpegang pada kalender Masehi, tidak semua kaum Kristen merayakan Natal pada 25 Desember. Ada yang merayakan pada 6 Januari atau 25 Maret. Dan bahkan ada yang menolak untuk merayakan Natal. Kaum Hindu Malaysia merayakan Hari Raya Deepavali dan Taipusam dengan semarak. Kaum Hindu di Malaysia tidak merayakan Hari Raya Nyepi seperti di Indonesia.
Jadi, pada hekikatnya, umat Islam seluruh dunia tetap berpuasa dan berhari raya di tanggal yang sama. Dalam soal Hari Raya, konsep Islam juga tidak pernah berubah, sejak zaman Nabi Muhammad saw sampai kiamat.
Kembali ke soal penentuan awal Ramadhan, para tokoh Islam Indonesia biasanya menyatakan, bahwa kita harus saling menghargai perbedaan pendapat. Yang berpuasa pada 11 Maret benar; yang berpuasa 12 Maret juga juga benar. Berarti menurut para tokoh Islam Indonesia, perbedaan penentuan awal Ramadhan dianggap masalah furu’iyyah, sehingga boleh berbeda pendapat, sebagaimana soal bacaan qunut shalat Subuh.
Mungkin, ada anak bertanya bapaknya, “Jika sama-sama benar, bukankah lebih baik jika bersatu! Apalagi, ini menyangkut ibadah tahunan. Ibadah pekanan saja, seperti shalat Jumat, puasa Senin-Kamis, umat Islam Indonesia bisa bersatu. Mengapa dalam ibadah tahunan belum bisa bersepakat untuk bersatu? Bukanlah ini masalah furi’iyah?”
Tapi, itu pertanyaan anak-anak. Mungkin saja, banyak tokoh umat yang merasa tidak perlu menjawab pertanyaan anak-anak itu. Diskusi, musyawarah, bahkan perdebatan sudah berkali-kali dilakukan. Tapi, hasilnya tetap banyak yang memilih kebebasan untuk berbeda.
Jika boleh usul, apa pun masalahnya, sebaiknya memang para tokoh dan pimpinan Ormas Islam tetap mengupayakan untuk penyatuan. Tujuannya agar umat Islam bisa bersama-sama dalam mengawali puasa Ramadhan dan ber-Idul Fithri serta ber-Idul Adha.
Ulama terkenal Dr. Yusuf al-Qaradhawi pernah menjawab panjang lebar keprihatinan seorang Muslim yang bersedih hati melihat kaum Muslim senantiasa berselisih dalam penentuan awal Ramadhan dan Hari Raya. Beliau menjawab, bahwa berusaha untuk mempersatukan kaum muslim mengenai pelaksanaan puasa dan hari raya mereka serta semua syiar dan syariatnya merupakan sesuatu yang senantiasa dituntut untuk dilakukan. Jika kaum Muslim tidak mampu mencapai kesepakatan untuk berbagai kawasan di seluruh penjuru dunia, maka menurut Qaradhawi, minimal wajib berobsesi untuk mempersatukan kaum Muslim dalam satu kawasan.
Hanya saja, Syeikh al-Qaradhawi menegaskan, tidak boleh terjadi di satu negara atau satu kota kaum Muslim terpecah-pecah, berbeda pendapat dalam masalah penentuan awal Ramadhan atau Hari Raya. Perbedaan dalam satu negara semacam itu, menurut Qaradhawi, tidak dapat diterima. Menurut Qaradhawi, kaum Muslim di negara itu, harus mengikuti keputusan pemerintahnya, meskipun berbeda dengan negara lain. Sebab, itu termasuk ketaatan terhadap yang makruf. (Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jld II (terj), Jakarta :GIP, 1995 , hal. 315).
Itulah pendapat Syeikh Yusuf al-Qaradhawi. Mungkin ada yang tidak sependapat dengan pendangan beliau. Pendapat Syeikh al-Qaradhawi itu sejatinya juga mengisyaratkan agar pemerintah – khususnya Kementerian Agama RI — bekerja lebih keras lagi untuk membangun kewibawaan dan melakukan upaya penyatuan pendapat para pemimpin umat Islam Indonesia.
Itulah tugas pemerintah, dalam hal ini Menteri Agama RI. Kita berharap, Menteri Agama melakukan upaya yang lebih efektif untuk penyatuan awal Ramadhan, Idul Fithri dan Idul Adha. Dalam sejarahnya, Kementerian Agama dibentuk untuk menampung aspirasi umat Islam dalam pelaksanaan agamanya.
Kita bersyukur, umat Islam Indonesia sudah terlatih untuk bertoleransi dalam menyikapi perbedaan. Maka, kita berharap, semoga para pemimpin umat bisa bekerjasama dengan Menteri Agama untuk mengupayakan terjadinya persatuan dalam ibadah tahunan ini. Sebab, di Indonesia, pemerintah tidak bisa begitu saja memaksakan pendapatnya dalam soal penetapan awal Ramadhan dan Hari Raya.
Sambil menunggu upaya para pemimpin, kita terus berdoa dan berusaha menciptakan kondisi yang kondusif memasuki Ramadhan 1445 Hijriah. Semoga kita bisa menjalani ibadah Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Amin. (Depok, 6 Maret 2024).
Admin: Komimfo DDII Jatim/ss