Artikel ke-1.788
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat
Dewandakwahjatim.com, Depok – Ada buku kecil yang ditulis oleh Mohammad Natsir berjudul “Di Bawah Naungan Risalah”. Buku ini merupakan panduan dakwah ringkas yang menyentuh pikiran serta perasaan. Ada satu paparan singkat Pak Natsir tentang perbedaan antara dai dan politisi.
Paparan itu berawal dari kisah permintaan Pak Natsir kepada seseorang untuk menyumbang kain sarung bagi para tahanan eks-PKI. Orang tersebut enggan membantu, dengan alasan, orang-orang eks PKI itu tentu shalatnya hanya pura-pura.
Pak Natsir menjelaskan, bahwa seorang ahli politik biasanya melihat teman-teman separtainya baik semua. Sedangkan yang di luar partainya dilihat selalu buruk dan tidak bisa berubah.
Hal itu berbeda dengan dai.
Begini uraian Pak Natsir: “Tetapi kalau seorang dai mencoba menumbuhkan benih kebaikan, yang sedang ditutup oleh kejahatan yang berlapis itu. Dengan harapan mudah-mudahan benih-benih kebenaran yang kecil itu akan mekar, bertambah lama bertambah kuat, untuk menaklukkan apa yang jahat yang ada di sekelilingnya, ibarat ujung-ujung urat pohon beringin yang walaupun bagaimana halusnya, sanggup membelah batu karang.”
Paparan singkat Pak Natsir itu mengindikasikan bahwa seorang dai harus senantiasa berpegang kepada kebenaran dan keadilan. Yang benar dan baik harus dikatakan benar dan baik, meskipun itu dilakukan oleh orang yang berbeda organisasi atau partainya. Tentu saja diperlukan cara-cara yang bijak dalam menyampaikan kebenaran kepada berbagai pihak yang berbeda.
Para dai juga harus senantiasa menegakkan keadilan. Allah SWT memerintahkan kita semua berlaku adil, kepada siapa saja. Allah SWT memperingatkan: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang😎 yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Maidah: 8)
Betapa indahnya panduan al-Quran ini. Biasanya manusia cenderung berlaku tidak adil karena kebencian atau ketidaksukaan terhadap seseorang atau suatu kelompok. Rasa benci atau kepentingan pribadi dan kelompok bisa menghalangi seseorang untuk berlaku adil. Karena itulah, Allah memperingatkan: Janganlah kebencianmu kepada suatu kaum menyebabkan kamu berlaku tidak adil!
Peringatan ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman! Ayat ini berlaku untuk semua orang beriman, baik rakyat maupun pejabat. Berlaku adillah! Sebab, adil itu lebih dekat pada taqwa. Dalam Tafsir Jalalain, disebutkan, bahwa dalam menegakkan kebenaran Islam, maka umat Islam tetap harus berlaku kepada adil, meskipun kepada orang-orang kafir.
Kita patut merenungkan benar ungkapan Pak Natsir, bahwa ahli politik biasanya melihat teman-teman separtainya baik semua. Sedangkan yang di luar partainya dilihat selalu buruk dan tidak bisa berubah.
Ungkapan ini menyiratkan betapa beratnya menjadi seorang politisi muslim yang tugas utamanya adalah berdakwah menegakkan kebenaran dan keadilan. Mengakui kebenaran lawan politik memerlukan jiwa besar dan bersih. Maknanya, yang diperlukan adalah keikhlasan tingkat tinggi.
Bisa dibayangkan, ketika seorang politisi opisisi mengkritisi kebijakan pemerintah dengan tujuan untuk menjatuhkan citra lawan politiknya itu. Ternyata, kemudian dibuktikan bahwa kritiknya itu salah. Maka, seyogyanya, secara etika, sang politisi oposisi itu meminta maaf dan meralat pendapatnya. Begitu juga sebaliknya, jika membuat kebijakan yang salah, pemerintah jangan malu-malu untuk melakukan revisi atas kebijakannya yang salah.
Betapa indahnya jika politik kita diisi dengan para politisi yang berjiwa dai dan mengutamakan kebenaran serta keadilan. Dan sudah sepatutnya partai-partai Islam memiliki politisi-politisi yang lebih mengutamakan keselamatan di akhirat. Politik adalah medan dakwah yang penting dan strategis, sehingga medan ini pun sangat berat, sehingga memerlukan manusia-manusia yang hebat secara ilmu, akhlak, dan fisik.
Gambaran Pak Natsir tentang dakwah dan dai ideal juga penting untuk kita renungkan. Inilah ungkapan yang penuh hikmah. Dakwah tak boleh menyerah dan putus harapan, meskipun hambatan tampak begitu besar. Sebab, hidayah adalah urusan Allah. Kita hanya menjalankan kewajiban.
Simaklah kembali ungkapan berikut ini: “Tetapi kalau seorang dai mencoba menumbuhkan benih kebaikan, yang sedang ditutup oleh kejahatan yang berlapis itu. Dengan harapan mudah-mudahan benih-benih kebenaran yang kecil itu akan mekar, bertambah lama bertambah kuat, untuk menaklukkan apa yang jahat yang ada di sekelilingnya, ibarat ujung-ujung urat pohon beringin yang walaupun bagaimana halusnya, sanggup membelah batu karang.”
Semoga kita bisa mengambil hikmah dari penjelasan Pak Natsir tentang dai dan politisi. Amin. (Depok, 29 Januari 2024).
Admin: Kominfo DDII Jatim/ss