Inspirasi dari Isra’ dan Mi’raj Nabi Saw

Oleh: M. Anwar Djaelani

Wakil Ketua Bidang Pemikiran lslam dan Ghazwul Fikri DDII Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Peristiwa Isra’ dan Mi’raj adalah salah satu fragmen paling menentukan dalam sejarah kerasulan Muhammad Saw. Perjalanan Nabi Saw di sebagian malam itu, yaitu pergi-pulang dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha di Yerussalem dan naik ke Sidratul Muntaha, bukan saja dipenuhi oleh berbagai keajaiban tetapi –lebih dari itu- merupakan peristiwa yang teramat penting dalam perspektif keimanan dan dakwah.

Penawar Duka

Disebut “paling menentukan”, sebab peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang terjadi sekitar setahun sebelum Nabi Saw hijrah dari Mekkah ke Madinah itu, didahului oleh serangkaian kejadian yang mengundang duka. Kala itu, sebegitu banyak dan beruntun kedukaan yang dialami oleh Muhammad Saw, sampai-sampai muncul sebutan Tahun Duka untuk mengingat episode itu.

Serangkaian duka itu, seperti: 1).Abu Thalib meninggal. Dia adalah paman Nabi Saw. Sekalipun sampai akhir hayat Abu Thalib belum beragama Islam, namun dia adalah pembela Nabi Saw yang gigih. 2).Khadijah wafat. Bagi Nabi Saw, dia adalah wanita istimewa. Dia-lah orang pertama yang menyatakan keislamannya. Selain sebagai istri, dia pun adalah pendukung dan pembela utama perjuangan Nabi Saw. Dia –yang tergolong berada- rela mengorbankan hartanya bagi tegaknya Islam. 3).Ketika berdakwah di Thaif, Nabi Saw mengalami penghinaan dan penganiayaan. Rasulullah Saw disambut secara kasar, diusir, dan bahkan dilempari batu.

Pada saat-saat seperti itu, wajar jika Nabi Saw sempat merasa “sendirian”, lantaran orang-orang terkasih –yang biasa menghibur dan membelanya- telah tiada. Dalam suasana kejiwaan seperti itulah, Allah lalu “memerjalankan” Nabi Saw. Tujuannya, kepada Nabi Saw diperlihatkan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya. Perhatikanlah ayat ini: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS Al-Israa’ [17]: 1).

Perhatikanlah, di malam itu, Nabi Saw mengalami dan menyaksikan sejumlah hal yang luar biasa. Misalnya, Nabi Saw “menembus” langit hingga ke Sidratul Muntaha, berjumpa dengan ruh para Nabi. Nabi Saw juga menerima wahyu berupa kewajiban menegakkan shalat. Juga, kepada Nabi Saw diperlihatkan keindahan Surga.
Inti dari perjalanan Isra’ dan Mi’raj itu, Nabi Saw berkesempatan menyaksikan langsung bukti-bukti kebenaran, kebesaran, dan kekuasaan Allah. Nabi Saw semakin yakin bahwa alam dan seisinya adalah tanda-tanda kekuasaan-Nya. Maka, Nabi Saw-pun bertambah mantap keimanannya.

Berikutnya, Nabi Saw juga semakin paham bahwa semua skenario Allah akan terbukti, seperti tentang kepastian Janji Allah Swt bahwa yang haq bakal menang atas yang bathil. Perhatikanlah ayat ini: “Sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang bathil. Lalu yang haq itu menghancurkannya. Maka, dengan serta-merta, yang bathil itu lenyap” (QS Al-Anbiyaa’ [21]: 18). Artinya, jangan pernah bersedih hati dan apalagi sampai berputus-asa dalam berdakwah. Allah akan selalu bersama dan menolong orang-orang yang menolong agama-Nya.

Dengan pemahaman seperti itu, keyakinan Nabi Saw semakin mendalam, bahwa perjuangan menegakkan Islam harus terus dilanjutkan karena dengan izin Allah kemenangan pasti akan segera tiba.
Memang, sejarah mengabarkan kepada kita, bahwa Isra’ dan Mi’raj merupakan semacam titik tolak bagi keberhasilan dakwah Nabi Saw terutama setelah terlaksananya hijrah Nabi Saw dari Mekkah ke Madinah. Dengan demikian, pelajaran berharga dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj bagi umat Islam adalah bahwa kunci untuk meraih sukses (terutama dalam hal berdakwah) adalah dimilikinya iman yang kuat, seperti yang telah diteladankan Nabi Saw.

Sebagaimana yang telah dialami Nabi Saw, maka kita-pun dapat memertebal iman dan sekaligus merawat iman, dengan cara sering memerhatikan dan memelajari alam seisinya. Perhatikanlah ayat ini: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri. Sehingga, jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS Fushshilat [41]: 53).

Hikmah lain dengan adanya ajaran agar kita selalu memerhatikan dan memelajari alam semesta, adalah terus berkembangnya ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Sebab, dengan bantuan ilmu pengetahuan itulah manusia bisa memiliki kekuatan, sebuah syarat yang ditetapkan Allah agar kita dapat “menembus” langit dan bisa “menerabas” bumi. Perhatikanlah ayat ini: “Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu tidak dapat menembusnya, melainkan dengan kekuatan” (QS Ar-Rahmaan [55]: 33).

Jika iman telah mantap maka menjadi kewajiban tiap pribadi Muslim untuk terus merawatnya, sedemikian rupa hendaknya kita janganlah sampai termasuk orang yang disindir Allah Swt lewat ayat berikut ini. “Katakanlah: ‘Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-Rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman” (QS Yunus [10]: 101).

Terkait hal di atas, agar selamat, teladanilah Abu Bakar Ra yang memiliki iman yang kukuh. Lihatlah sikapnya terhadap kabar tentang peristiwa Isra’ dan Ma’raj. Di saat berita itu tersiar, banyak orang yang tak memercayainya dan bahkan ada yang menganggap Muhammad Saw gila. Tapi, sikap Abu Bakar Ra sangat berbeda dengan kebanyakan orang. Justru, Abu Bakar Ra adalah orang yang paling awal mengimani Isra’ dan Mi’raj lewat kalimat ini: “Jika memang Beliau (Muhammad Saw) yang mengucapkan, maka sungguh itu berita benar, sesuai yang Beliau ucapkan. Hal itu karena Beliau adalah orang yang jujur.”

Rawat, Rawat!

Jadi, pelihara terus iman kita. Kukuhkan terus keyakinan kita atas seluruh yang datang dari Allah Swt dan Nabi Saw. Contohlah keimanan Abu Bakar Ra yang selalu siap membenarkan apa saja yang berasal dari Nabi Saw. Lalu, berbekal iman yang kuat, tetaplah istiqomah untuk berdakwah! []

Admin: Kominfo DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *