Didin Damanhuri : Perlunya Demokrasi Keluar Dari Cengkeraman Barat

Dewandakwahjatim.com, Jakarta – Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas) hari ketiga, 15 Januri 2024, menjelang sesi penutupan, Prof. Dr. Didin Syaifuddin Damanhuri menyatakan bahwa Piagam Madinah merupakan kesepakatan tertinggi yang diakui dunia, karena dalam kesepakatan itu melindungi bukan hanya kebebasan individu tetapi mengakui hak-hak kolektif dengan tidak mendzalimi hak orang lain. Hal ini jauh lebih tinggi daripada demokrasi yang diagungkan masyarakat Barat.

Demokrasi saat ini hanya mengakui human right seorang individu sementara dalam Islam yang diakui adalah social right. Artinya, dalam menentukan pemimpin, tidak hanya menekankan hak individu, tetapi memperhatikan hak-hak sosial kolektif. Dengan demokrasi ala Barat bisa jadi melahirkan seseorang yang kaya raya, namun perjuangannya telah menyingkirkan dan menganiaya hak-hak orang lain.
Namun dalam Islam, ketika melahirkan seorang pemimpin harus menghindarkan diri dari penganiayaan pihak lain yang berseberangan. Artinya cacatlah pemimpin yang dilahirkan melalui proses yang melukai hak orang lain seperti menyuap, mengancam, dan menganiaya Masyarakat yang mendukungnya.

Kalau merujuk pada sejarah peradaban Islam, kitab isa merujuk pada kesepakatan Piagam Madinah. Salah satu di antara butir perjanjian itu dijamin adanya kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, dan keselamatan harta benda serta larangan melakukan kejahatan.

Perumusan Piagam Madinah tidak lepas dari kebijakan Nabi Muhammad saat tiba di Madinah yang di dalamnya ada beragam Masyarakat. Di dalamnya ada Muhajirian-Anshar, orang Musyrik sisa-sisa Aus Khazraj, dan orang Yahudi (Bani Qunaiqa, Quraidzah, dan Nadzir).

Untuk Muhajirin-Anshar sudah ada solidaritas sebagai sesama muslim, sementara Aus-Khazraj rentan konflik. Dalam Piagam Madinah itu disebutkan bahwa “Orang-orang Yahudi Banu Auf adalah satu umat dengan orang-orang beriman.

Orang-orang Yahudi hendaknya berpegang pada agama mereka, dan orang-orang Islam pun hendaknya berpegang pada agama mereka pula, termasuk pengikut-pengikut mereka dan diri mereka sendiri, kecuali orang-orang tak melakukan perbuatan aniaya dan durhaka.”

Disini terdapat solidaritas sosial sesama antar anak bangsa, dimana disepakati bersama agar tidak terjadi konflik sosial. Nabi mengantisipasi perbedaan antara muslim, orang musyrik, dan Yahudi untuk cinta bangsanya. Di antara mereka cinta sesama bangsa dengan tidak berbuat aniaya sehingga terjalin hubungan sesama anak bangsa.

Hal ini berbeda dengan praktek demokrasi saat ini, dimana terjadi perbuatan saling aniaya, saling cemooh, hingga mengancam nyawa sesama anak bangsa. Oleh karenanya, Didin S. Damanhuri menyakini bahwa Piagam Madinah merupakan perjanjian yang jauh lebih mulia daripada praktek demokrasi yang saat ini berlaku di dunia. Dengan biaya sosial yang sangat mahal hingga membawa korban-korban sesama anak bangsa. Dan hal ini semata-mata ingin menerapkan demokrasi yang tidak disesuaikan dengan nilai-nilai Piagam Madinah yang pernah diterapkan era Nabi. (Slamet Muliono/DDII Jatim)
Jakarta, 15 Januari 2024

Admin; Kominfo DDII Jatim/ss

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *