Zulhas dan Hilangnya Akal Sehat

Oleh: Dr. Slamet
Muliono Redjosari
Pengurus DDII Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Hilangnya akal sehat ketika berpolitik telah melahirkan sejumlah tindakan politik yang absurd. Betapa tidak, demi membela dan menjustufukasi kepentingan politiknya, hingga tanpa terasa melahirkan olok-olokpada agamanya. Kebanggaan atas capaian politik pun telah menghilangkan kesadaran agamanya, sehingga ketika terpeleset dalam menistakan agamnya, tak dirasakan. Hal ini tertuju pada Zulkifli Hasan (Zulhas) yang terpeleset dalam hingar politik hingga menjadi bullyan publik. Dia menuturkan secara canda bahwa saat ini Sebagian masyarakat pendukungnya. ketika shalat berjamaah, tidak mengucapkan “Amiin.” Bahkan dia menambah candaan itu dengan menunjukkan adanya jamaah yang tidak mengacungkan satu jari saat tahiyyat, tetapi justru mengacungkan dua jari. Zulhas tidak menunjukkan keprihatinan atas dua fenomena ini, tetapi dia justru terlihat menikmati dan senang atas fenomena itu. Tentu saja ini fenomena candaan atas agamanya demi kepentingan politik.

Olok-Olok Agama

Baru-baru ini Zulhas, ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) mengeluarkan pernyataan candaan yang berujung penistaan pada agamanya. Secara berkelakar, dia menceritakan bahwa ada sebagian masyarakat muslim yang tidak lagi mengucapkan “Amiin” saat imam mengakhiri kata “wa ladhollin.” Bahkan dia menambahkan bahwa sebagian daerah ada masyarakat muslim, saat bertahiyat, tidak mengacungkan telunjuknya, tetapi justru mengacungkan dua jari (jari telunjuk dan jari Tengah).
Dua candaan ini disampaikan saat bertemu dengan Asosiasi Pedagang Pasar Se-Indonesia (APPSI) (19/12/20323). Dia membawakan secara kelakar, dengan narasi bahwa masyarakat rela menghilangkan dua ritual itu, demi cintaya pada capres nomor dua, Prabowo-Gibran. Publik pun mulai menilai bahwa Zulhas telah mengolok-olok agamanya tanpa terasa. Akalnya sehatnya luntur karena tertutupi oleh euphoria politik kepentingan. Betapa tidak, sebagai seorang muslim mengungkapkan fenomena itu dan dengan bangga mengatakan bahwa jamaah yang dia jelaskan secara rela menghilangkan “Ritual” agamanya demi kecintaannya pada calon presiden yang dibangga-banggakan.
Sebagaimana menjadi sesuatu yang wajib bahwa mengucapkan “Amiin” merupakan doa dan hal itu merupakan tuntutan nabi. Kaum muslimin pun melakukan hal itu sebagai bagian dari ritual agamanya. Kalau pun dalam mengucapkan “Amiin” tidak ada implikasi apapun, serta bahwa menguntungkan mereka yang mengucapkan karena hal itu sebagai doa. Namun dengan adanya penghilangan kata “Amiin” dan mengganti jari telunjuk, publik pun sadar bahwa Zulhas tidak memiliki kepekaan dan hilang akal sehatnya. Seharusnya dia sadar dan tersinggung ketika dua ritual itu dihilangkan dan menasehatinya. Disinilah Zulhas melakukan blunder yang kemungkinan hilangkan simpati publik padanya.
Umat Islam sangat peka terhadap hal itu, dimana olok-olok agama dipandang sebagai sebuah pelecehan. Kalau Zulhas menganggap candaan itu sebagai guyonan politik, namun bagi umat Islam hal itu justru pelecehan agama. Betapa tidak ungkapan “Amiin” merupakan tuntunan dari langit. Namun demi kepentingan politik ritual itu boleh dihilangkan dan disampaikan secara candaan.

Blunder Politik

Apa yang diucapkan Zulhas memang sebuah fenomena adanya akselerasi politik untuk memenangkan Pilpres. Namun sebagai seorang tokoh muslim sangat tidak pantas melakukan hal itu. Sedemikian cintanya pada Prabowo-Gibran hingga membiarkan adanya penghilangan terhadap dua ritual agama yang sangat lazim dilakukan umat Islam. Alih-alih tersinggung, Zulhas justru tertawa lepas, seolah-olah rela dua ritual itu lenyap sebagai hal yang biasa. Sudah selayaknya dia menunjukkan sikap prihatin atas hilangnya dua hal itu. Apalagi basis konstituen Zulhas adalah kaum muslimin perkotaan yang kritis dan terdidik.

Kalau dikaitkan dengan agama bahwa apa yang dilakukan Zulhas merupakan bentuk olok-olok dan hal itu merupakan tanda hilangnya sense of crisis atas nilai-nilai agama. kaum muslimin sangat sensitif dan peka bilamana nilai-nilai agama mereka dinistakan. Etika dan akhlak sangat dikedepankan, sehingga apa yang dilakukan Zulhan jelas sebagaisebuah penistaan. Bahkan Al-Qur’an mensinyalir bahwa ungkapan seperti ini dipandang sebagai guyonan dan candaan untuk memecah ketegangan. Hal itu diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
ﻭَﻟَﺌِﻦ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢْ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟُﻦَّ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺨُﻮﺽُ ﻭَﻧَﻠْﻌَﺐُ ۚ ﻗُﻞْ ﺃَﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺁﻳَﺎﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻬْﺰِﺋُﻮﻥَ ﻟَﺎ ﺗَﻌْﺘَﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﺪْ ﻛَﻔَﺮْﺗُﻢ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧِﻜُﻢْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok ?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah berima [At Taubah : 65-66]

Apa yang dilakukan oleh Zulhas mewakili adanya sekelompok orang yang seringkali mengolok-olok agama. Demi kepentingan politik, apa pun dilakukan meskipun harus mengolok-olok agamanya. Akrobat politik Zulhas maunya menarik simpati publik, tetapi justru terpeleset yang berujung membangkitkan amarah umat Islam. Penghalalan segala cara, termasuk tertawa saat agamanya dipakai sebagai bahan candaan, jelas merendahkan nilai-nilai Islam. Inilah blunder politik yang akan menggilaspolitikZulhas dan koalisinya yang mengusung Prabowo-Gibran. Kecerdasan politik umat Islam mampu mengkritisi pihakmanapun yang menistakan nilai-nilai agamanya.
Surabaya, 21 Desember 2023

Admin: Kominfo DDII Jatim/ss

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *