Oleh M. Anwar Djaelani, Wakil Ketua bidang Pemikiran Islam dan Ghazwul Fikri
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Pantaskah seorang tokoh, terlebih yang sedang mengikuti kontestasi Pemilihan Presiden, berkata-kata kasar? Masih adakah posisi yang patut bagi orang yang terbiasa mengumpat?
Sungguh, etika umum melarang kita mengumpat terlebih lagi jika itu disampaikan di depan umum. Agama, Islam, sangat melarang kita mengumpat. Ada ayat yang secara khusus melarang kita mengumpat. Bentuk larangannya, bahkan dalam nada ancaman: “Kecelakaaan besar bagi tiap-tiap pengumpat, pencela”.
Beberapa Kali
Debat Pertama Capres Pemilu 2024 yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU), berlangsung pada Selasa 12/12/2023. Setelah itu, ada kejadian tak sedap pada 15/12/2023. Di tanggal itu, Prabowo-salah satu capres-berpidato di depan ribuan kadernya.
Kala itu Prabowo menirukan lawannya dalam debat tiga hari sebelumnya yang bertanya soal etika. “Bagaimana perasaan Mas Prabowo, soal etik, etik, etik. Ndasmu etik,” ujar Prabowo dengan ekspresi dan intonasi yang meremehkan.
Aneh, tepuk tangan langsung membahana begitu Prabowo mengucapkan kata “ndasmu” di depan banyak kadernya itu. Teriakan “Hidup Prabowo” juga ramai terdengar.
Padahal yang diucapkan Prabowo tak simpatik, jauh dari adab. “Ndasmu” yang berarti “kepalamu” adalah sebentuk umpatan dalam bahasa Jawa. Umpatan atau pisuhan itu ditujukan kepada lawan (bicara).
Tak sekali ini saja Prabowo mengeluarkan umpatan seperti itu. Bacalah berita ini: Prabowo Pernah Ucapkan ‘Ndasmu’ untuk Klaim Presiden Jokowi soal Pertumbuhan Ekonomi. Disebutkan, Prabowo melontarkan pisuhan dengan kata “ndasmu” untuk menepis klaim Jokowi tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 2018 mencapai 5,17 persen.
Jejak digital mencatat Prabowo pernah mengeluarkan pisuhan “ndasmu” pada masa kampanye Pilpres 2019. Saat itu Prabowo merupakan rival Jokowi yang menjadi capres petahana.
Alkisah, Jokowi berpidato di sebuah acara pada 7/2/2019. Di situ dia menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 mencapai angka 5,17 persen.
Atas hal itu, Prabowo dalam kampanyenya di Stadion Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada 29/3/2019, menampik klaim itu. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah lima persen. Lima persen ndasmu!” ujar Prabowo di depan pendukungnya.
Prabowo mengulangi pisuhan yang sama dalam kampanye di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada 7 April 2019. “Katanya ekonomi Indonesia baik, pertumbuhan lima persen. Lima persen ndasmu?” ucap Prabowo saat itu (https://www.jpnn.com/news/prabowo-pernah-ucapkan-ndasmu-untuk-klaim-presiden-jokowi-soal-pertumbuhan-ekonomi#google_vignette).
Setidaknya, kita punya catatan, telah tiga kali Prabowo mengumpat di depan umum dengan kata “ndasmu”. Dua di antaranya hanya berselang beberapa hari.
Bisa Mencelakakan
Jika sebuah sikap atau perbuatan dilakukakan lebih dari sekali, maka itu adalah kebiasaan. Jika hal baik yang diulang-ulang, itu kebiasaan positif. Tapi, jika yang diulang-ulang adalah hal yang buruk, maka itu kebiasaan yang patut disesali.
Mengumpat temasuk kelakuan yang sangat dilarang Islam. Pelakunya, mendapat ancaman azab yang pedih. Perhatikanlah ayat pertama QS Al-Humazah. Untuk itu, bisa kita buka Tafsir Al-Azhar karya Hamka (1982: 262-263).
Nama Surat adalah Al-Humazah (Seorang Pengumpat). Ayat pertama, terjemahannya adalah: “Kecelakaan besar bagi tiap-tiap pengumpat, pencela”.
“Pengumpat,” kata Hamka, “Ialah orang yang suka membusuk-busukkan orang lain dan merasa bahwa dia saja yang benar. Kerapkali keburukan orang dibicarakannya di balik pembelakangan orang itu, padahal kalau berhadapan dia bermulut manis. Tiap-tiap pekerjaan orang betapapun baiknya, namun bagi dia ada saja cacatnya, ada saja celanya. Dia lupa memperhatikan cacat dan cela yang ada pada dirinya sendiri”.
Agar Selamat
Berkata-kata itu mudah, tapi jika tak berhati-hati dalam menyampaikannya kita bisa dirundung masalah. Berbicara itu harus ditata, sebab dari perkataan seseorang bisa dinilai posisi budi-pekertinya.
Islam meminta agar kita hanya berbicara tentang hal yang baik saja dan dengan cara yang baik pula. Perhatikanlah hadits ini: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam” (HR Bukhari – Muslim).
Terkait ini, Hasan Al-Bashri memberi nasihat berharga. Ulama Besar itu mengatakan, “Siapa yang tidak bisa mengendalikan lidahnya, berarti tidak bisa memahami agamanya”.
Di negeri ini ada pepatah: “Berkata peliharakan lidah”. Maknanya, “Hendaklah berhati-hati mengeluarkan perkataan”.
Di sekitar kita, ada pepatah Jawa: Ajining diri soko lathi. Bahwa, kepribadian kita dihargai dari kemampuan kita dalam bertutur kata.
Mari, Introspeksi!
Jadi, sebagai pribadi, masih beranikah kita secara tanpa kontrol berkata-kata buruk apalagi mengumpat di depan khalayak ramai? Masihkah kita, sebagai masyarakat, mau memberi tempat bagi seseorang yang terbiasa mengumpat? []
Admin: Kominfo DDII Jattim/ss