Artikel ke-1.690
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat
Dewandakwahjatin. Com, Depok – Karl Marx – tak diragukan lagi – adalah salah stau tokoh dunia yang hebat. Pemikirannya digandrungi jutaan orang. Pengaruhnya sangat besar, meskipun akhirnya berujung kepada kesengsaraan jutaan umat manusia.
Meskipun banyak dijadikan idola, apakah Karl Marx bisa dijadikan sebagai ”suri tauladan yang baik” (uswah hasanah)? Kaum Komunis tidak mungkin menjadikan Karl Marx sebagai suri tauladan dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Mereka tidak akan mencontoh seluruh perilaku Karl Marx, yang memang dikenal sebagai seorang pemabok dan jarang mandi.
Paul Johnson, dalam bukunya, Intellectuals, (New York: Harper&Row Publisher, 1988), menulis sebuah artikel berjudul ”Karl Marx: ’Howling Gigantic Curse’. Dia menggambarkan sosok Karl Marx sebagai berikut: ”His angry egoism had physical as psychological roots. He led a peculiarity unhelthy life, took very little exercise, ate highly spiced food, often in large quantities, smoked heavily, drank a lot, especially strong ale, and as result had constant trouble with his liver. He rarely took baths or washed much at all.”
Jadi, Karl Marx memiliki kebiasaan hidup yang tidak sehat. Ia jarang olah raga, suka makanan-makanan pedas dalam jumlah besar, perokok berat, pemabok, dan akhirnya terserang penyakit liver. Ia jarang mandi atau membasuh muka.
Nah, apakah sosok Karl Marx yang seperti itu bisa dijadikan sebagai suri tauladan? Apalagi, beberapa pemikirannya pun sangat destruktif. Dalam buku kecil berjudul Tiga Dusta Raksasa Palu Arit Indonesia: Jejak Sebuah Ideologi Bangkrut di Pentas Jagad Raya, (Jakarta: Titik Infinitum, 2007), sastrawan Taufiq Ismail mengutip sejumlah ungkapan Karl Marx dan Lenin tentang agama, seperti: “Agama adalah madat (candu) bagi masyarakat. Menghujat agama adalah syarat utama semua hujatan…” Juga, ungkapannya: “Agama harus dihancurkan, karena agama mengilusi rakyat dalam memperoleh kebahagiaan sejati…”
Karena kebenciannya yang begitu besar kepada agama dan para tokoh agama, maka tak heran jika dalam sejarahnya, banyak ditemukan ungkapan-ungkapan kaum komunis yang menghina agama dan melecehkan Tuhan. Bahkan, susah terhitung lagi ulama-ulama yang menjadi korban kekejaman PKI.
Bahkan, Taufiq Ismail mencatat, kekejaman Komunis terhadap umat manusia pun sangat luar biasa. Dalam kurun 1917-1991 kaum komunis membantai 120 juta orang. (Itu sama dengan pembunuhan terhadap 187 nyawa/jam, atau satu nyawa/20 detik. Itu dilakukan selama ¾ abad (sekitar 75 tahun) di 76 negara. Karl Marx (1818-1883) berkata: “Bila waktu kita tiba, kita tak akan menutup-nutupi terorisme kita.”
Lenin, semasa berkuasa (1917-1923) membantai setengah juta bangsanya sendiri. Dilanjutkan Joseph Stalin (1925-1953) yang menjagal 46 juta orang; ditiru Mao Tse Tung (RRC) 50 juta (1947-1976); Pol Pot (Kamboja) 2,5 juta jiwa (1975-1979) dan Najibullah (Afghanistan) 1,5 juta nyawa (1978-1987).
Itulah bedanya komunisme dengan Islam. Islam sangat peduli dengan pembelaan terhadap kaum tertindas dan kaum yang lemah. Tetapi, kepedulian Islam diletakkan dalam perspektif kasih sayang pada sesama. Bukan karena kebencian.
Rasulullah saw memerintahkan kita untuk menolong orang yang zalim atau yang terzalimi. Jadi, pelaku kezaliman pun harus ditolong. Caranya, dengan mencegah ia melakukan kezaliman itu. Kasihan orang yang zalim. Di akhirat, ia akan membayar kezalimannya dengan amal-amalnya.
Islam memiliki suri tauladan yang baik dan abadi, yakni Nabi Muhammad saw. Beliau menjadi uswah hasanah dalam seluruh aspek kehidupan. Umat Islam tetap memegang teguh konsep ’uswatun hasanah’ terhadap seorang Nabi.
Mulai bangun tidur hingga tidur lagi, umat Islam berusaha meneladani Nabi Muhammad saw, karena beliau memang contoh teladan yang lengkap dan paripurna. Dalam soal makan, misalnya, Nabi Muhammad saw menjadi contoh yang baik. Bahan makanan yang dimakan oleh Nabi Muhammad saw adalah yang baik-baik. Begitu juga cara beliau makan. Hingga kini, ribuan dokter dan praktisi kesehatan yang sudah meneliti pola makan yang sehat mengikut Nabi Muhammad saw.
Rasulullah saw mengingatkan kita, bahwa mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Dalam hal ini, beliau langsung menjadi contoh yang paripurna. Rasulullah saw memiliki tubuh yang sehat, hebat, dan kuat. Umur 53 tahun beliau menempuh perjalanan Mekkah-Madinah sejauh ratusan kilometer. Setelah itu sampai akhir hayatnya, di umur 63 tahun, beliau memimpin perang sampai belasan kali..
Jadi, bersyukurlah kaum muslimin! Mereka tidak kehilangan pegangan hidup dan tidak akan tersesat hidupnya, selama mencontoh pribadi, kehidupan dan perjuangan Rasulullah saw. Bahkan, dijamin, mereka akan hidup bahagia dunia akhirat, jika dengan ikhlas meneladani Sang Nabi. Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 21 Oktober 2023).
Admin: Kominfo DDII Jatim