Antara “Politik Identitas” dan “Politisasi Identitas”

Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Pengurus DDII, Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Tayangan adzan di televisi swasta yang menampilkan Ganjar Pranowo, dalam durasi 30 detik, membuat wacana “politik identitas” kembali memanas. Publik pantas meramaikan hal ini karena sebelumnya, politik identitas senantiasa dikecam, dan kalau bisa disingkirkan. Namun menjelang pemilihan presiden (Pilpres), Ganjar justru melakukan politisasi identitas, dimana dalam tayangan adzan itu, Ganjar sangat terlihat kesalehannya. Bola politik identitas memanas karena selama ini PDI-P senantiasa mempersoalkan pihak-pihak yang menggunakan identitas agama, namun saat ini capres yang diusungnya sedang mempolitisasi identitas Islam.

Ganjar dan Adzan

Ganjar Pranowo sedang menjadi perbincangan karena dirinya tampil di televisi swasta yang menayangkan dirinya sebagai sosok yang saleh. Tayangan ini menyorot aktivitas capres dari PDI-P mulai dari wudhu, masuk masjid, shalat hingga salam sehingga tergambarkan bahwa Ganjar merupakan sosok yang agamis. Namun pihak PDI-P yang direpresentasikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen), Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa “Bukan (politik identitas), karena dari sisi Pak Ganjar Pranowo merupakan sosok yang religius, religiusitasnya tidak dibuat-buat” Sabtu (9/9/2023). Hasto menilai ajakan Ganjar kepada masyarakat untuk taat beribadah, merupakan hal yang positif. Untuk itu, dia meminta tampilan spiritualitas sebagai bangsa tak langsung dikaitkan dengan politik identitas. Dia menegaskan bahwa “Kalau untuk mengajak masyarakat dengan senyum, untuk berdoa bersama untuk menjalankan shalat lima waktu, itu merupakan hal yang positif. Bagi umat Kristen mengajak ke gereja, bagi umat Hindu di pura, itu merupakan sesuatu yang bagus. Karena itu jangan menampilkan identitas yang menunjukkan spritualitas sebagai bangsa, lalu kemudian dikatakan politik identitas” Ia kembali menuturkan bahwa politisasi identitas justru merupakan politik yang tidak mencerdaskan bangsa. Hasto menilai sosok religiusitas Ganjar tidak perlu diragukan, karena terlihat dari pribadinya yang rajin beribadah dan santun. https://news.republika.co.id/berita/s0ptpj436/ganjar-muncul-dalam-video-adzan-pdip-bukan-politik-identitas

Sementara itu, komentar publikpun sangat tajam. Mereka menyatakan bahwa Ganjar yang berstatus bacapres sedang melakukan politik identitas melalui tayangan adzan yang disiarkan televisi. Mereka pun mempertanyakan apakah tayangan adzan yang menampilkan Ganjar tengah berwudhu kemudian shalat jamaah di sebuah masjid, dengan memakai baju koko berwarna putih, peci hitam, dan sarung bermotif garis, bukan politik identitas ? https://www.kompas.com/tren/read/2023/09/09/203000865/ramai-soal-ganjar-pranowo-muncul-di-tayangan-azan-tv-ini-tanggapan-bawaslu?page=all.

Komentar dalam bentuk pernyataan di atas menunjukkan bahwa Capres PDI-P itu sedang melakukan politisasi identitas. Karena dalam tayangan itu, Ganjar dieksploitasi tampil sebagai sosok yang beridentitas muslim yang saleh. Dia disorot kamera dengan fokus mulai dari mengambil air wudhu, tampil di shaf pertama, melakukan sujud, hingga salam. Kalau tidak dikatakan sedang melakukan politisasi identitas, kemudian disebut apa dalam tayangan adzan di televisi itu. Publik sedang dipertontonkan sosok capres yang sangat saleh dengan menegakkan shalat di masjid, dan semua itu disorot oleh media televisi.

Politisasi Identitas Muslim

Apa yang dilakukan Ganjar Pranowo sedikit banyak dipandang sebagai upaya untuk mengidentifikasi dirinya sebagai seorang muslim yang taat. Disini menegaskan bahwa politik identitas sedang dipertontonkan dengan kesalehan diri yang menegakkan shalat. Padahal selama ini, politik identitas selalu diupayakan untuk disingkirkan dari panggung politik.

Padahal dalam sejarah perjuangan di Nusantara, umat Islam memiliki identitas dan kontribusi yang jelas. Pada saat itu, umat Islam membuat sejarah dimana melakukan perlawanan kolonial yang berjuang mengusir penjajah. Dalam konteks ini, identitas Islam dipergunakan untuk mengusir penjajah Belanda yang melakukan eksploitasi yang dimonopoli VOC. Dalam konteks perjuangan mengusir penjajah, umat Islam menunjukkan identitas sebagai simbol perlawanan terhadap para kolonial yang mengancam eksistensi bangsa.
Politik identitas muslim saat itu dipergunakan untuk menegakkan keadilan bagi Nusantara. Kalimat jihad dengan pekik takbir (Allahu Akbar) menjadi simbol perjuangan hingga menggetarkan musuh. Sementara apa yang dilakukan Gajnjar saat ini adalah menunjukkan identitas Islam yang lekat dengan kesalehan dengan beribadah di masjid.


Kalau memang Ganjar bisa menunjukkan identitas dia sebagai sosok nasionalis tulen, sebagaimana yang sering diucapkan para politisi PDI-P, maka dia bisa menunjukkan identitas aslinya sebagai partai “Wong Cilik.” Dia bisa menampilkan dirinya sebagai sosok pejuang yang menyuarakan penderitaan masyarakat Rempong yang saat ini sedang mengalami penggusuran dan pengusiran dari tanah kelahirannya. Sebagai the ruling party, kenapa PDI-P tidak mengambil peran sebagai sosok partai yang berupaya mengusir imperialisme dan kolonialisme yang saat ini sedang mengeksploitasi kekayaan alam, termasuk perampasan hak tanah milik warga Rempong.

Kalau selama ini politik identitas senantiasa ingin disingkirkan, bahkan ada upaya melarang umat Islam berbicara politik di masjid, namun mereka justru membuat konten adzan untuk kepentingan politik praktis. Oleh karenanya, sudah selayaknya bagi siapapun untuk tidak mempersoalkan politik identitas ketika dirinya justru melakukan politisasi identitas.

Apa yang dilakukan oleh Ganjar dengan tampil dalam adzan di televisi bisa dikatakan sebagai politisasi identitas. Sebagai capres sedang dieksploitasi dan digambarkan sebagai sosok orang saleh dengan menegakkan ajaran Islam, yakni shalat di masjid. Apa yang dilakukan Ganjar, dengan politisasi identitas, bersifat jangka pendek, bukan genuine. Hal ini semata-mata untuk mendapatkan simpati agar bisa memenangkan dalam Pilpres 2024, bukan sedang menunjukkan identitas asli sebagai sosok muslim yang memang sejak awal menegakkan nilai-nilai Islam. Politik identitas tidak haram, tetapi yang diharamkan adalah politisasi identitas untuk mengeksploitasi dirinya untuk mengidentikkan dirinya sebagai sosok yang saleh.

Surabaya, 10 September 2023

Admin: Kominfo DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *