Artikel Terbaru (ke-1.621)
Oleh: Dr. Adian Husaini(www.adianhusaini.id)
Ketua Umum Dewab Da’wah lslamiyah lndonosia
Dewandakwahjatim.com, Makkah - Di media online beredar luas petikan pernyataan Anies Baswedan yang berbunyi sebagai berikut: “Pendidikan itu bukan spending, pendidikan itu bukan pengeluaran, bukan biaya, tetapi pendidikan itu investasi. Kalau kita membangun jalan tol, membangun bandara, membangun pelabuhan, kita pandang itu sebagai investasi, karena itu kita mau utang sebanyak-banyaknya. Karena itu investasi infrastruktur, kenapa kita tidak melihat pendidikan sebagai investasi?”
Pernyataan dari calon presiden dari Koalisi Perubahan itu tampaknya banyak mendapat apresiasi dan dukungan dari masyarakat, sehingga video itu terus disebarkan. Sebagai seorang akademisi yang pernah menduduki jabatan rektor dan menteri pendidikan, saya percaya bahwa Anies Baswedan sebenarnya memahami benar problematika pendidikan di Indonesia beserta solusinya. Apalagi, ia juga berasal dari keluarga yang sangat terdidik.
Hanya saja, bagi seorang muslim, video yang beredar itu perlu dilengkapi penjelasannya, agar pendidikan tidak dipandang dalam perspektif sekuler! Bahwa, pendidikan itu dipandang sebagai “sekolah” saja! Bahwa, pendidikan itu dipandang sebagai investasi duniawi saja. Jika berhenti sampai di sini, maka ini masih sebatas dimensi sekuler!
Dampak pemahaman ini bisa sangat serius dan berbahaya. Bahwa, orang tua yang membiayai pendidikan anak-anaknya harus memandang pendidikan itu sebagai investasi, sehingga ia berharap, biaya investasi itu akan kembali dalam bentuk materi.
Anak-anaknya diusahakan bisa kuliah di jurusan atau kampus yang memungkinkannya untuk mengembalikan biaya investasi itu dalam bentuk materi (gaji) atau jabatan tertentu. Karena itu tidak sedikit yang memandang pendidikan sebagai cara melakukan mobilitas sosial secara vertikal.
Misalnya, orang tuanya petani atau guru di kampus lalu merasa sukses karena anak-anaknya diterima di Fakultas Kedokteran. Menjadi dokter dianggap sebagai cara untuk “naik kelas”, dari profesi petani atau guru ke profesi dokter. Apakah cara pandang seperti ini yang dimaksudkan dengan “pendidikan sebagai investasi”?
Saya percaya, sebagai cendekiawan muslim, Anies Baswedan tentu tidak hanya berpikir sebatas itu. Dalam video itu tampaknya Anies mencoba mendialogkan pemikirannya dengan pihak-pihak yang masih memandang pendidikan sebagai “cost center” (spending) yang membebani anggaran negara, sehingga negara enggan mengeluarkan biaya besar-besaran untuk pendidikan.
Akibatnya, biaya kuliah di kampus negeri saja bisa lebih mahal dari biaya kuliah di universitas swasta. Padahal, kampus negeri itu sudah dibantu oleh APBN. Gedungnya, gaji dosennya, dan sebagainya, dibantu pembiayaannya oleh negara. Anehnya, tidak sedikit kampus negeri yang masih “jor-joran” menerima mahasiswa baru, sampai mahasiswanya berjumlah puluhan ribu.
Jika seperti itu bentuknya, maka banyak kampus negeri seharusnya sudah tidak perlu dibantu oleh negara lagi. Biarkan kampus itu mandiri. Jika masih mau dibantu negara, sebaiknya kampus negeri itu justru membatasi jumlah mahasiswanya, agar pendidikan di kampus itu bisa lebih berkualitas tinggi. Dosen-dosennya tidak kewalahan dalam mendidik (mengajar, membimbing, dan melatih) mahasiswanya agar menjadi sarjana profesional yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.
Kondisi itu berbeda dengan kampus swasta, yang seratus persen pembiayaanya mengandalkan pemasukan uang kuliah mahasiswa. Aneh sekali jika biaya kuliah di kampus swasta bisa lebih murah dibandingkan dengan biaya kuliah di kampus negeri. Kondisi seperti inilah yang tampaknya ingin dibenahi oleh Anies Baswedan.
Beredarnya video “pendidikan sebagai investasi” versi Anies Baswedan itu perlu segera diklarifikasi oleh Koalisi Perubahan. Investasi macam apa yang dimaksudkan? Sepatutnya, sebagai seorang muslim, “investasi” itu tidak berhenti di dunia ini saja! Tetapi, pendidikan merupakan investasi dunia dan akhirat!
Orang tua yang mendidik anak-anaknya menjadi guru-guru yang baik – meskipun gajinya di dunia ini relatif “kecil” – juga sedang melakukan investasi pendidikan. Jika anak-anaknya menjadi guru yang baik, mengamalkan ilmunya dengan benar, serta mengajarkan pula ilmunya itu kepada masyarakat, maka orang tuanya pun akan mendapatkan “pahala jariyah” yang terus mengalir, sampai kiamat. Inilah investasi yang hakiki, karena dapat menyelamatkan orang tuanya dari api neraka.
Jadi, konsep “pendidikan sebagai investasi” perlu dijabarkan lebih lanjut oleh Koalisi Perubahan. Kebenaran suatu konsep bukan hanya diukur dari aspek duniawi-materi saja. Yang terpenting adalah, apakah konsep tersebut sejalan dengan ajaran Rasulullah saw atau tidak, dan apakah Allah ridho atau tidak dengan konsep tersebut? Wallahu A’lam bish-shawab. (Mekkah, 12 Agustus 2023)
Admin: Kominfo DDII, Jatim