Dewandakwahjatim.com, eLKISI-Mojokerto – Pembelajaran terjemah Al Qur’an bagi dai adalah sebuah kebutuhan. Apalagi terjemahan Al Qur’an itu bukan hanya terjemah bahasa Indonesia saja, tapi juga Jawa dan Inggris. Ada pun pandu cara ini dilakukan oleh ust. Sudono Sueb di dampingi ust. Hidayatullah.
Adapun konsep dan metode terjemahan Al Qur’an dari bahasa Arab ke bahasa Jawa ada kemiripannya. Sedangkan untuk bahasa Inggris dan bahasa Indonesia akan ada konsep lain yang kadang tidak lengkap sesuai yang dikehendaki dalam bacaan Al Qur’an. Pola struktur bahasa Indonesia dan lnggris dalam kalimat verba sama yaitu subyek baru predikat, sedang bahasa Arab sebaliknya, demikian jelas Sudono Sueb.
Adapun khusus dalam terjemahan bahasa Jawa ada kesamaan tanda seperti mubtada dalam bahasa Jawa disebut utawi . Dan masih banyak lagi hal sebagai pertanda nahwu shorof dalam bahasa Jawa, jelasnya .
Adapun jika penterjemahan memakai bahasa Inggris maka akan terjadi perubahan konteks. Karena dalam bahasa Inggris tak ada tanda-tanda khusus yang terkait nahwu shorof.
“Kalau terjemahan Al-Qur’an perkata baik bahasa lndonesia dan lnggris itu mengikuti pola terjemahan bahasa Jawa dengan menyertakan lambang-lambang nahwu-shorofnya maka akan mempermudah memahami kandungan Al-Qur’an”, papar Sudono.
Misalanya, lanjut Sudono, lambang utawi untuk lafadz yang jadi mubtada dalam bahasa Jawa bisa ditransfer jadi adapun dalam bahasa lndonesia dan as for dalan bagasa lnggris. Lambang iku untuk lafadz yang jadi khabar bisa ditransfer ke bahasa lndonesia jadi adalah dan bahasa lnggris jadi to be (am, is dan are)
Adapun ust. Hidayatullah menyampaikan metodologi bahasa Arab dengan pelatihan ‘irob yang dimudahkan. Demikian juga pembelajaran nahwu shorof yang praktis dan mudah.
Pembelajaran praktis tata bahasa Arab dengan pendekatan bahasa Jawa sangat dimudahkan, ujar ust. Hidayatullah. Karena bahasa Jawa itu unik dan mempunyai sifat-sifat bahasa yang hampir mirip sama dengan bahasa Arab.
Jadi sesungguhnya manakala belajar terjemah memakai bahasa apa saja, harus diikuti dengan kemampuan dalam menguasai nahwu shorof. Dan belajar Al Qur’an itu bisa mencairkan pikiran menjadi jernih dan menambah keimanan. Akbar Muzakki, Waket. Bidang Pembinaan Daerah & Dai
Admin: Sudono Syueb