Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Pengurus Dewan Dakwah Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Setelah mendapatkan masukan dan protes dari berbagai elemen umat Islam, akhirnya pihak Amerika Serikat (AS) membatalkan kunjungan Jessica Stern. Jessica Stern adalah utusan khusus AS untuk memajukan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk LGBTQI+ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer, dan lainnya) ke Indonesia. Pembatalan itu disampaikan Sung Kim Duta besar AS untuk Indonesia. Ketidakpekaan terhadap perasaan dan suasana batin umat Islam menjadi akar ngototnya pihak-pihak tertentu untuk mengkampanyekan LGBT di Indonesia. Bila tidak dibatalkan kedatangan Jessica Stern bukan hanya menciptakan kegaduhan, tetapi akan menimbulkan keterbelahan warga masyarakat di Indonesia.
HAM dan Misi Terselubung
Jessica Stern direncanakan bertemu dengan pejabat pemerintah dan perwakilan masyarakat sipil untuk mendiskusikan HAM, termasuk memajukan hak-hak orang LGBTQI+. Atas nama HAM, utusan AS ini ingin mensosialisasikan untuk memperjuangkan hak-hak kaum LGBT di Indonesia.
Misi terselubung untuk mengkampanyekan kebebasan berperilaku seksual yang menyimpang telah dibaca dengan baik oleh elemen ormas Islam. Penolakan tegas dari MUI dan PBNU begitu kuat. Termasuk sikap Muhammadiyah yang menganggap bahwa kenekatan mendatangkan Jessica Stern merupakan bentuk ketidakpahaman memahami perasaan umat Islam.
Sebagaimana diketahui bahwa Jessica Stern merupakan utusan khusus AS yang ditunjuk oleh presiden AS Joe Biden untuk mengawasi implementasi Memorandum presiden 4 Pebruari 2021 tentang memajukan Hak Asasi Manusia LGBTQI+ di seluruh dunia. Melihat rencana ini, maka muncul kegaduhan yang menyeruak di tengah masyarajat Indonesia. Beruntunnya musibah berupa gempa di beberapa daerah yang disertai dengan banjir yang terjadi belakangan ini dipandang oleh sebagian masyarakat akibat kemaksiatan tersebar secara meluas. Salah satu di antara kemaksiatan itu adalah tersebarnya perilaku seks menyimpang, dimana kaum LGBT bebas hidup di tengah masyarakat.
Meskipun kekhawatiran sebagian masyarakat di atas memang masih diperdebatkan, dan bahkan oleh sebagian masyarakat yang lain dianggap kekhawatiran yang berlebih-lebihan. Namun pembiaran terhadap perilaku seksual menyimpang itu jelas menyinggung perasaan umat Islam yang sangat membencinya. Namun adanya kesadaran bersama untuk menghadang tumbuhnya perilaku seks menyimpang, merupakan hal yang positif.
Salah satu sikap dan pernyataan Muhammadiyah, melalui Sekretaris Umum Abdul Mu’ti tentang kunjungan Jessica Stern ke Indonesia cukup tegas. Dia menganggap bahwa kedatangan Jessica hanya akan menimbulkan masalah sosial keagamaan, dan politik di Indonesia. Dalam situasi seperti sekarang ini, kunjungan Jessica Stern akan menimbulkan kegaduhan dan potensi perpecahan kelompok yang pro dan kontra terhadap LGBT. Kalau alasannya hanya membela HAM sebenarnya masalah HAM sudah jelas-jelas terjadi di Palestina tetapi Amerika Serikat hanya diam seribu bahasa.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa perilaku LGBT jelas bertentangan dengan agama Islam dan Pancasila. Mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam, dan sesuai dengan Sila pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Sila pertama ini secara tegas menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Dalam konteks ini, Jessica Stern dan pemerintah AS hendaknya menghormati Indonesia sebagai negara yang berdaulat dengan tidak memaksakan nilai-nilai yang bertentangan dengan moral dan kepribadian luhur bangsa Indonesia.
Mengakhiri Polemik
Pemerintah Indonesia memiliki hubungan bilateral yang baik dengan AS, sehingga keputusan untuk membatalkan kedatangan Jessica Stern ke Indonesia merupakan keputusan yang tepat. Bila keinginan untuk mendatangkan utusan khusus AS ini tidak dihadang, maka akan mengganggu hubungan yang selama ini terkalin dengan baik. Langkah yang diambil oleh presiden Rusia, Vladimir Putin yang menandatangai Undang-Undang baru yang sepenuhnya melarang penyebaran propaganda LBGT (4/12/2022) merupakan langkah tepat.
Berkaca dari kebijakan pemerintahan Rusia, Indonesia layak bertindak lebih tegas untuk melarang berbagai bentuk propaganda untuk menyebarkan perilaku seks menyimpang itu. Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sudah selayaknya menutup pintu bagi hidupnya LGBT di negeri itu.
Mengatasnamakan kebebasan dan hak asasi seringkali justru membiarkan adanya penyimpangan. Kebebasan dan hak asasi bukan berarti bebas tanpa batas. Konstitusi dan Undang-Undang harus dijadikan rujukan. Karena kedua peraturan itu merujuk pada nilai-nilai agama dan budaya yang diyakini bangsa Indonesia.
Menolak keberadaan LGBT bukanlah kesalahan. Yang salah justru membiarkannya hidup yang mengatasnamakan kebebasan. Sementara tidak ada satu pun agama pun yang melegalkan dan membenarkan LGBT. Berbagai agama menolak gaya hidup seks yang menyimpang itu.
Di sisi lain, kearifan budaya bangsa Indonesia juga menolak perilaku menyimpang itu karena bertentangan dengan fitrah kemanusiaan. Fitrah manusia adalah menyukai lawan jenis guna melahirkan keturunan. Sementara LGBT hanya akan menghentikan lahirnya generasi yang akan melanjutkan keberlanjutan kehidupan yang akan datang.
Keputusan pemerintah untuk membatalkan kedatangan Jessica Stern dengan memberikan klarifikasi beserta alasannya, merupakan hal yang tepat. Ketika pemerintah, sebagai penguasa suatu negara, membiarkankan utusan LGBT datang, sama saja melalaikan dampak, dan bisa jadi mengundang kebinasaan suatu negara. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :
ذٰلِكَ اَنْ لَّمْ يَكُنْ رَّبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرٰى بِظُلْمٍ وَّاَهْلُهَا غٰفِلُوْنَ
“Demikianlah (para rasul diutus) karena Tuhanmu tidak akan membinasakan suatu negeri secara zalim, sedang penduduknya dalam keadaan lengah (belum tahu).” (QS. Al-An’am : 131)
Beruntung tindakan pembatalan segera diambil sehingga umat Islam tidak lagi terjerumus dalam kegaduhan dan polemik yang tak berujung. Keberadaan LGBT merupakan duri dalam daging yang akan merusak tatanan yang terbangun dengan baik. Ajaran Islam dan budaya Indonesia terdapat titik temu dalam menyikapi LGBT sebagai penyimpangan seksual. Membiarkan kedatangan utusan LGBT sama saja melalaikan dampak buruknya, yang berimplikasi buka hanya kegaduhan dan polemik, tetapi bahaya yang lebih dahsyat dari bencana yang telah menimpa Indonesia, seperti gempa dan bencana alam lainnya.
Surabaya, 7 Desember 2022