Dr. Slamet Muliono Redjosari
Pengurus Dewan Da’wah Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Menyeru seluruh komponen bangsa untuk menjamin pemilu berjalan secara partisipatif bagi seluruh bangsa Indonesia, dan tidak dimonopoli oleh segelintir elite kelompok oligarki yang mengabaikan kepentingan publik. Mengajak seluruh komponen bangsa untuk menghindari politik biaya tinggi mencegah politik uang, dan menolak nepotisme yang kian mendangkalkan makna pemilu. Mengajak semua komponen bangsa untuk tidak menggunakan kebebasan demokrasi secara manipulatif yang justru mencederai hak-hak orang lain atau melanggar konstitusi. Mengajak seluruh civitas akademika dan masyarakat sipil dan media massa berperan aktif untuk melakukan edukasi publik guna meningkatkan literasi demokrasi, dan kebangsaan serta mengawasi jalannya kekuasaan. Ini sebagai bentuk tanggung jawab moral demi menjaga persatuan keadaban dan martabat bangsa. (Seruan Rektor dan Pimpinan Perguruan Tinggi Se-Yogyakarta.17/9/2022)
Seruan Moral Akademisi
Tulisan di atas merupakan seruan para rektor perguruan tinggi se-Yogyakarta, dan hal itu merupakan gerakan moral merespon kondisi bangsa yang berjalan tanpa arah. Mereka berkumpul dengan membuat kesepakatan bersama untuk mendukung pemilu yang adil dan berkeadaban. Berkumpulnya mereka merupakan wujud kepedulian dan tanggung jawab sebagai bagian dari anak bangsa.
Mereka prihatin terhadap pengelolaan negara yang hanya menguntungkan sekelompok kecil yang mengeruk keuntungan ekonomi semata. Kekuatan oligarki sebagai akar carut marutnya negara ini dengan memanfaatkan kelompok elite yang sudah mabuk kekuasaan. Indikatornya jelas, yakni Pemilu hanya bersifat ritual tanpa ruh, sehingga praktek kecurangan dilakukan. Berbagai kebohongan dilalui tanpa ada rasa bersalah. Pesta demokrasi yang memilih pemimpin bangsa dengan biaya tinggi, namun tidak menghasilkan kebijakan yang berkontribusi positif bagi masyarakat.
Kebebasan demokrasi pun dilakukan dengan berani secara terbuka menabrak tatanan konstitusi. Demokrasi yang dibangun bukan melahirkan kebebasan bagi rakyat, tetapi justru menelorkan kebijakan yang mengancam kebebasan berpendapat bagi rakyat. UU ITE diproduksi untuk mengancam dan memenjarakan bagi siapapun yang melakukan kritik terhadap pemerintah. Oleh karenanya pantas apabila seruan rektor dan pimpinan perguruan tinggi se-Yogyakarta ini mengharapkan agar ada jaminan pemilu berjalan secara partisipatif, dan tidak lagi ada dimonopoli untuk kepentingan kelompok kecil, yang mengancam kebebasan berpendapat.
Oligarki dan Orientasi Ekonomi
Kepentingan oligarki hanya melahirkan politik biaya tinggi, yang menghalalkan politik uang (money politic). Betapa banyak uang dihamburkan untuk memenangkan salah satu calon yang telah digadang-gadang. Pemimpin yang dicalonkan inilah yang akan mewujudkan kepentingan oligarki, yakni mengeruk kepentingan ekonomi.
Politik biaya tinggi ini melahirkan praktek politik menghalalkan praktek nepotisme. Betapa banyak pejabat publik diangkat bukan karena kapasitas dan kapabilitas, tetapi karena kedekatan atau unsur pertemanan serta mereka yang pernah memberi kontribusi pemenangan dalam pemilu. Sebagai contoh, pengangkatan anggota komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan karena keahlian, sehingga asset BUMN banyak tergadaikan.
Seruan untuk menjadikan demokrasi sebagai ekspresi kebebasan yang membuat tatanan kehidupan lebih baik, didasarkan oleh realitas adanya demokrasi manipulatif. Demokrasi manipulatif melahirkan keputusan politik yang mencederai hak-hak orang lain, dan bahkan secara terbuka berani melanggar konstitusi. Keinginan untuk memperpanjang jabatan presiden hingga tiga periode merupakan contoh pelanggaran konstitusi, tanpa memiliki perhatian pada kebijakan mensejahterakan rakyat yang pernah memilihnya.
Praktek politik yang tidak lagi memperhatikan rakyat semakin manipulatif karena peran media massa yang rendah, Peran aktif dalam melakukan edukasi, seharusnya menjadi fungsi media massa. Media massa tidak lagi sebagai penyeimbang kekuasaan. Mereka justru lebih banyak diam dan tidak memberitakan penyimpangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan penyimpangan, dalam hal ini penguasa. Ketika adanya penyimpangan, seperti korupsi, media tidak memberitakan secara serius. Bahkan pemberitaannya sangat dangkal, dan terkesan menutup-nutupi. Media massa yang semestinya kritis, justru tumpul ketika melihat berbagai kebijakan politik negara yang merugikan kepentingan rakyat.
Implikasi peran media massa yang tidak kritis menghilangkan fungsi media sebagai sarana edukasi dan literasi yang baik. Hilangnya fungsi edukasi dan literasi ini, membuat kekuasaan negara bebas untuk melakukan apa saja tanpa kontrol dari awak media. Rendahnya daya kritis media massa membuat mereka yang melakukan penyimpangan, seamkin leluasa tampa kontrol.
Seruan rektor perguruan tinggi se-Yogyakarta merupakan pukulan berat atas pengelolaan negara tanpa arah, serta menabrak aturan yang telah disepakati oleh para pendahulu bangsa. Orientasi mengeruk keuntungan ekonomi yang sangat massif membuat pengelolaan bangsa ini carut marut. Penegakan hukum sangat tumpul ketika mengena pada kelompok elite penguasa, sementara tajam pada kelompok masyarakat yang menjadi lawan politik penguasa negara.
Sulit berharap untuk mewujudkan negara yang bermartabat ketika membenarkan segala cara untuk meraih kekuasaan. Demokrasi manipulatif hanya melahirkan pemimpin yang mengeluarkan kebijakan yang penuh kebohongan. Publik sudah jengah terhadap praktek kebohongan yang dianggap biasa oleh elite penguasa. Janji untuk menjadi bangsa mandiri dan bebas utang telah berubah menjadi negara yang mandul dan terbebani utang yang menggunung.
Seruan rektor dan pimpinan perguruan tinggi se-Yogyakarta tidak lebih sebagai gerakan moral, namun semuanya kembali kepada masyarakat dan lembaga yang memiliki fungsi kontrol seperti legislatif, partai politik, ormas, serta media massa. Mereka inilah yang palling bertanggung dalam mewujudkan demokrasi yang bermartabat dan berkeadaban.
Surabaya, 23 September 2022
Admin: Sudono Syueb